User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Article Index

 

DASAR ALKITABIAH DARI EKARISTI

Secara historis dan teologis, Ekaristi dan ajaran-ajaran utama tentang hal ini, bersumber dari apa yang dikatakan dan dilakukan Yesus pada perjamuan malam terakhir bersama para murid-muridNya. Penafsiran khusus yang dikatakan oleh Yesus pada makan malam tersebut membedakan perjamuan malam itu dengan perjamuan makan malam yang lainnya. 

Konteks Perjamuan Malam Terakhir

Ekaristi sebenarnya berasal dari doa sebelum dan sesudah makan dalam perjamuan Yahudi. Dalam perjamuan itu, sang bapa keluarga mengucapkan doa atas roti yang bulat, pipih, dan besar, kemudian roti itu dipecah-pecah dan dibagikan kepada semua yang hadir sebagai tanda bahwa perjamuan itu sudah dimulai. Kemudian bapa keluarga mengambil piala anggur, mengucapkan doa syukur atas cawan itu dan membagikannya kepada semua yang hadir atau masing-masing hadirin minum dari pialanya sendiri. Perbuatan ini menyatakan kesatuan dari para hadirin dengan doa syukur dari bapa keluarga, yang kemudian ditutup dengan jawaban “AMIN.” Jadi roti dan anggur mempersatukan para hadirin dengan pemim-pinnya, dan lewat doa sang pemimpin, mereka dipersatukan dengan Allah sehingga mereka memperoleh berkat. Dengan cara inilah Yesus merayakan perjamuan malam terakhir. 

Menurut ketiga Injil Sinoptik (Matius, Markus, Lukas), perjamuan malam terakhir terjadi dalam konteks Paskah Yahudi atau Hari Raya Roti Tak Beragi (Mat16:17; Mrk14:12; Luk22:7). Hari Raya Paskah Yahudi memperingati perjanjian Yahweh dengan Musa dan orang Yahudi yang mewarisi Israel. Paskah ini diperingati setiap tahun, yaitu untuk mengingatkan setiap generasi akan perbuatan besar yang telah dilakukan Allah bagi orang Yahudi (bdk. Kel 10). Perjanjian itu berarti bahwa Allah akan selalu menjadi Allah yang mengasihi dan selalu setia kepada umat-Nya. Paskah Yahudi ini merayakan secara baru pembebasan orang Yahudi dari Mesir dan juga akan berkat yang tidak terbilang dari Allah yang dilimpahkan-Nya kepada bangsa Yahudi yang sudah diselamatkan-Nya dari perbudakan. Dengan ikut merayakan pesta ini berarti menghadirkan kembali kasih Allah yang amat besar kepada orang Yahudi. 

Kisah Perjamuan Malam Terakhir

Dalam Perjanjian Baru ada 4 kisah tentang perjamuan malam terakhir, yaitu Mat 26:20-21.26-29; Mrk 14:17-18.22-25; Luk22:14-20; 1Kor 11:23-26. Dari keempat kisah ini, ada 3 peristiwa penting yang mendasari terbentuknya Sakramen Ekaristi, yaitu:

1. Tindakan profetis Yesus dan kata-kata penafsirannya

Beberapa jam sebelum pengorbanan diri-Nya di Gunung Kalvari, Yesus melakukan beberapa tindakan dan mengucapkan beberapa kata, yaitu mengambil roti, mengucap syukur, memecah roti dan membagikannya, kemudian mengambil cawan anggur dan dituangkan-Nya cawan itu untuk diminum. Tindakan-tindakan serupa, menurut tradisi biblis, bermaksud mengantisipasi dan menghadirkan sebuah peristiwa yang masih akan terjadi serta membangun suatu kaitan antara tindakan simbolis itu dengan kenyataan atau peristiwa yang dirujuk yaitu pemberian diri-Nya secara sukarela pada kematian di atas salib. Dengan kata lain, karena sadar akan kenyataan yang akan terjadi, Yesus melakukan tindakan profetis untuk mengantisipasi dan mengungkapkan diri dengan tindakan dan kata, kenyataan yang akan dihadapi-Nya, yaitu sengsara dan wafat-Nya. 

Kata-kata penafsiran yang diucapkan Yesus atas roti dan anggur menyatakan kehadiran Yesus dalam roti dan anggur yang diberikan kepada para rasul. Maka roti yang dipecah berarti tubuh-Nya yang dikurbankan, dan cawan, pada waktu anggur dituangkan, adalah penumpahan darah-Nya. Inilah penyerahan diri Yesus. Kematiannya memiliki arti tertentu yang pasti yaitu bahwa Dia secara sukarela akan mati untuk murid-murid-Nya dan untuk semua manusia. Maka jiwa peristiwa itu dihadirkan kembali, roti akan berarti tubuh-Nya: “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu” dan cawan akan berarti Perjanjian Baru yang abadi dalam darah-Nya: “Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku.”

2. Undangan untuk mengambil bagian dalam perjamuan

Undangan ini terungkap dalam kata-kata Yesus sendiri: “ambillah dan makanlah” dan “ambillah dan minumlah.” Undangan untuk makan tubuh-Nya dan minum darah-Nya berarti undangan kepada peserta perjamuan itu untuk menyatukan diri dengan kematian-Nya dan membuat mereka masuk dalam Perjanjian Baru. Yesus menghubungkan para murid dengan tindakan profetis yang menghadirkan kematian-Nya dan mendasari perjanjian. Hal ini merupakan awal dari sebuah komunitas persekutuan. Dengan mengambil bagian dalam perjamuan itu, orang-orang Kristiani menyatukan diri dengan Kristus secara pribadi dan diselamatkan, dibebaskan dari perbudakan dosa dan membangun perjanjian dengan Allah. Persatuan dengan Yesus ini tidak terlepas dari iman. Hanya dengan menghayati Ekaristi dalam semangat iman maka menyantap tubuh dan darah Kristus mempunyai arti. Kesatuan fisik dengan Kristus dalam rupa roti dan anggur tidak menjamin keselamatan. Sehingga hanya bila disertai iman, Ekaristi mempunyai arti.

3. Perintah untuk mengulangi

Perintah ini diungkapkan satu kali dalam Injil Lukas dan dua kali dalam surat Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus yaitu diungkapkan dengan kata-kata: “Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku.” Kata-kata Yesus ini merupakan pelemba-gaan suatu penyembahan kepada Allah yang dihadirkan kembali di masa mendatang oleh para Rasul dan oleh Gereja. Penghadiran kembali itu harus dilakukan sebagai kenangan akan Dia atau merupakan cara terbaik untuk menghadirkan kembali Yesus. Kenangan di sini bukanlah dalam arti psikologis, tetapi lebih dalam arti menghadirkan kembali secara nyata. Jika para murid melakukan apa yang telah dilakukan Yesus di dunia, yaitu saling mencintai sampai saling memberikan diri satu sama lain maka Yesus kembali hadir secara konkrit dan riil. Semua yang dilakukan Yesus itu dihadirkan kembali dalam tindakan liturgis supaya semua bisa mengambil bagian dalam kepenuhan di masa mendatang, dalam penantian akan kedatangan-Nya kembali.

Perayaan Ekaristi dalam Komunitas Kristiani Pertama

Kisah Para Rasul beberapa kali mencatat suatu tindakan yang dilakukan oleh Komunitas Awali, sejak saat paling awal dan yang dianggap sebagai pusat hidup Gereja yaitu pemecahan roti. Tindakan ini pada awalnya adalah perjamuan Yahudi yang diawali dengan doa syukur dan diikuti oleh pembagian potongan roti kepada masing-masing hadirin. Perbuatan ini secara mendasar memiliki arti sebagai persekutuan meja dan partisipasi pada berkat Allah, Sang Pemberi, yang hadir dalam perjamuan bersama itu. Pemecahan roti itu ditandai juga oleh kesederhanaan, suasana gembira dan persaudaraan (Kis 2:42-46). 

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting