User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Article Index

Selanjutnya menyangkut kelahiran Yesus itu sendiri. Dikisahkan oleh kedua penginjil, Matius dan Lukas. Matius menulis: “Ia akan melahirkan anak laki-laki... (Mat 1:21)  dan lebih lanjut, pada ayat terakhir dari perikop ini, Mathius manulis: “...sampai ia melahirkan anaknya laik-laki...” (Mat 1:25). Sementara itu Lukas mencatat dalam kisah kelahiran Yesus “dan ia melahirkan seorang anak laki-laki...” (Luk 2:7). Fakta kelahiran melingkupi hidup Yesus dan fakta dilahirkan menandakan dimensi kemanusiaan Yesus. Bahwa Yesus sungguh-sungguh dilahirkan; seperti kata Yohanes “Sabda menjadi manusia.” Perkandungan Yesus dalam rahim Perawan Maria oleh karena kuasa Roh Kudus. Yesus dilahirkan oleh Perawan Maria. Teks-teks tentang kelahiran Yesus itu bermaksud menempatkan Yesus secara tegas di tengah umat manusia; Yesus mengalami lingkaran kehidupan dan kematian sebagai manusia, seperti yang dialami oleh manusia pada umumnya. Yesus: Allah dan manusia tinggal di antara kita. Itulah Yesus historis.

Pernyataan akan kodrat ilahi dan kodrat manusia dalam pribadi Yesus, Sabda yang menjelma itu telah diakui oleh Konsili Kalsedon yang berusia seribu lima ratus tahun pada tahun 1951. Kalsedon telah mengakui dan menyatakan bahwa jati diri Yesus Kristus harus dipahami terdiri dari dua kodrat, yaitu kodrat ilahi dan kodrat manusiawi. Dan kedua kodrat itu menjadi satu dalam satu pribadi. Maksudnya dalam pribadi Yesus, sepenuhnya benar-benar ilahi dan benar-benar manusiawi. Untuk tidak memperpanjang penelusuran arti mendalam terkait jati diri Yesus itu, kita angkat pengalaman –pengalaman manusia yang menyentuh kapasitas untuk “bertanya”, terus mencari arti dan makna dari setiap realitas hidup, dalam kaitannya dengan pengalaman cintakasih, dan pengalaman manusia yang memiliki harapan ketika berhadapan denga segala problematika hidup, mengantar kita pada kesadaran yang sama akan dimensi manusiawi bahwa manusia memiliki dorongan batin yang dinamis menuju yang tak terbatas, yang kita sebut Allah. Kata Santo Agustinus: “Engkau menciptakan kami untuk diri-Mu sendiri ya Allah, dan hati kami tidak tenang sebelum beristirahat dalam diri-Mu.” Kita mengakui bahwa kita diciptakan untuk Allah dan ini bukan sebuah kebetulan. Maka pada prinsipnya, kodrat manusiawi adalah mencari dan mendambakan yang tak terbatas. Dan, ini menyingkap misteri makna menjadi manusia, baik bagi diri kita sendiri maupun bagi Yesus. Konstitusi pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja di Dunia Dewasa Ini (Gaudium et Spes, 22) mengukuhkan kemanusian Yesus Kristus. Katanya: “Kodrat manusiawi disambut, bukan luluh diserap.... Ia bekerja dengan tangan manusiawi, Ia berpikir dengan akal budi manusiawi, Ia bertindak dengan kehendak manusiawi, dan dengan hati manusiawi Ia mencintai. Karena lahir dari Perawan Maria, Ia sungguh telah menjadi seorang di antara kita, menyerupai kita dalam segalanya kecuali dosa.”

Selanjutnya menyinggung kodrat ilahi, kita menyadari bahwa kodrat Allah (apa adanya Allah sendiri) sama sekali tidak kita pahami. Kata, konsep, gambaran, nama dan definisi yang dipakai manusia tidak mampu mengungkapkan apa adanya Allah secara penuh dan utuh. Maka kita tidak dapat memahami Allah sepenuhnya dan seutuhnya. Allah adalah misteri, namun kita dalam iman Kristiani selalu berani menyatakan bahwa Allah adalah Kasih, misteri kasih yang amat mendalam. Perjanjian Baru merangkum Allah dalam satu kata: “Allah adalah Kasih” (1Yoh 4:8). Cinta kasih mampu memberikan diri-Nya sendiri, mampu mencurahkan diri-Nya sendiri, mempersatukan diri-Nya sendiri dengan orang lain. Inilah kodrat ilahi sebagai misteri cinta kasih yang mengomunikasikan diri.  Sehubungan dengan Yesus dari Nazaret, kita bertemu dengan seorang yang persatuan-Nya dengan Allah lebih mendalam dari siapa pun di antara kita. Jika kemanusian-Nya dipersatukan dengan ke-Allahan-Nya dengan cara yang sangat mendalam, maka apa yang harus kita katakan? Yesus sungguh-sungguh manusia dan sungguh-sungguh Allah.

Oleh penjelmaan-Nya Yesus “sama dengan kita, hanya tidak berbuat dosa” (Ibr 4:15-5:3).  Yesus Kristus adalah Allah beserta kita. Dengan bantuan konsep kenosis atau pengosongan diri, Allah, Cinta kasih yang secara kekal mengungkapkan diri di dalam kodrat ilahi, dalam waktu, dalam kodrat manusiawi. Allah mengosongkan diri-Nya sendiri dari kemuliaan kodrat ilahi-Nya. Dalam kaitan dengan  Yesus, Paulus menulis: “Walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik-Nya yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba” (Flp 2:6-7).  Dalam konteks pencarian dan pemaknaan jati diri Yesus, maka kita patut menegaskan kembali bahwa kodrat manusiawi adalah pencarian yang mendalam, yang mendambakan yang tak terbatas. Kodrat ilahi adalah misteri Kasih yang tak terpahami sepenuhnya, yang memberikan diri-Nya seutuh-utuhnya. Kedua kodrat itu bersatu dalam penjelmaan, dalam kesatuan pribadi, Yesus. Sebagai manusia, Yesus adalah Anak Allah. Ia sepenuhnya manusia dan seperti itu Ia adalah Allah yang telah mengosongkan diri-Nya masuk dalam sejarah kita dan menyejarah bersama kita semua. Yesus benar-benar manusia dan sekaligus tetap utuhnya benar-benar Allah. Itulah keutuhan pengakuan iman kita.   

Yesus Kristus lahir sebagai pengungkapan diri Allah sendiri dalam waktu. Misteri Cinta Kasih Allah yang memberikan diri dalam diri Yesus, dalam wujud-Nya sebagai manusia, mengejawantakan pengosongan diri Allah, Kasih. Maka,  Perayaan Natal sesungguhnya menjadi momen Tuhan memberi makna bagi hidup kita secara menyeluruh.

Kelahiran Yesus, Natal,  kita rayakan bersama setiap tahun dengan kualitas iman yang bermacam-macam sesuai dengan konteks hidup dan budaya umat beriman yang beragam warnanya dan dalam lingkup peradaban yang berbeda pula.  Kenyataan ini terkadang membuat umat beriman kurang menyadari  akan makna terdalam dari Natal, Pesta Kelahiran Yesus. Maka selayaknya sambil memegang teguh butir-butir pesan pewartaan seperti yang kita uraikan di atas, kita juga perlu melihat pemaknaan Natal itu sesuai dengan konteks kehidupan umat beriman dari waktu ke waktu melalui beberapa rekam pemaknaan akan perayaan Natal itu. Oleh karena itu, melalui sajian beberapa rekam pemaknaan perayaan Natal di bawah ini, kita bisa melihat sejauh mana Pesta Natal itu dirayakan, sedalam mana iman dan motivasi umat berpartisipasi dalam Perayaan Natal tersebut di dalam lingkup kehidupan kebanyakan umat manusia, termasuk umat beriman sendiri, yang boleh saja mengalami “pergeseran.”

 

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting