Tulisan Rm. Yohanes Indrakusuma CSE

User Rating: 4 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Inactive

Sebagai orang Kristen perlulah menyadari bahwa dari waktu ke waktu kehidupan rohani harus bertumbuh, semakin lama semakin mencapai kesempurnaan. Umpamanya, seperti tanaman mulai dari benih yang ditabur ke tanah, kemudian disirami, dipupuk, dirawat, hingga akhirnya berbunga dan berbuah. Seperti itulah gambaran seharusnya dengan hidup rohani kita.


Sebagai orang Kristen perlulah menyadari bahwa dari waktu ke waktu kehidupan rohani harus bertumbuh, semakin lama semakin mencapai kesempurnaan. Umpamanya, seperti tanaman mulai dari benih yang ditabur ke tanah, kemudian disirami, dipupuk, dirawat, hingga akhirnya berbunga dan berbuah. Seperti itulah gambaran seharusnya dengan hidup rohani kita. Santo Gregorius dari Nyssa mengatakan: “Dalam hidup rohani, tidak maju berarti mundur.” Jelaslah, tidak ada istilah berhenti di tengah jalan, atau cukup sampai di sini saja, karena hidup rohani merupakan proses terus-menerus dengan segala perjuangannya yang baru berhenti apabila kita telah meninggal. Kematian bagi orang Kristen bukanlah akhir dari segala-galanya, tetapi awal dari suatu kehidupan yang baru, di mana kita akan meninggalkan tubuh yang fana untuk mengenakan tubuh yang baka, di mana kita akan memandang Allah dari muka ke muka dan bersatu dengan-Nya. Inilah tujuan hidup kita, menjadi kudus seperti Allah sendiri adalah Kudus: “Haruslah kamu kudus, sebab Aku ini kudus.” (Im. 11:44)

Panggilan untuk hidup kudus ini diserukan oleh Gereja dalam Konsili Vatikan II: “…semua orang Kristen dalam setiap keadaan atau status hidup dipanggil kepada kepenuhan hidup Kristiani dan kepada kesempurnaan kasih.”  (Lumen Gentium No. 40) Kita semua dipanggil menjadi kudus tanpa terkecuali. Karena Allah sendiri yang menghendaki agar kita mengejar kekudusan itu. Lalu apakah kekudusan itu? Kekudusan pada dasarnya merupakan kesempurnaan dalam cinta kasih. Cinta kasih inilah yang merupakan unsur utama dan hakiki serta khas dalam kesempurnaan kristiani.

Semakin kita bertumbuh dalam cinta kasih, maka kita juga akan semakin bertumbuh dalam kekudusan. Pertama-tama cintakasih kepada Allah kemudian cinta kasih kepada sesama, berarti mengasihi Allah demi diri-Nya sendiri, mengasihi diri kita sendiri dan mengasihi sesama demi Allah. Semakin kita bertumbuh dalam cinta kasih ini, maka semakin kita bertumbuh di dalam kesempurnaan kristiani. Sadarilah bahwa nilai manusia di hadapan Allah tidak diukur berdasarkan kemampuan-kemampuannya, baik prestasi, harta, kedudukan. Dan bagi mereka yang aktif dalam melayani Tuhan nilainya tidak diukur berdasarkan banyak dan besarnya pelayanan di hadapan Allah, atau banyaknya visiun-visiun, ekstase, levitasi, dan sebagainya. Semuanya itu bukanlah suatu ukuran, melainkan cinta kasih yang menjiwai semuanya itulah yang menjadi ukuran. Tepatlah apa yang dikatakan Santo  Yohanes Salib, seorang Pujangga Gereja dari Ordo Karmel bahwa, “Pada senja kehidupan ini, kita akan diadili menurut cintakasih.”

Untuk dapat berkembang dalam cinta kasih ini, yang tidak boleh diabaikan yakni hubungan pribadi dengan Allah di dalam Yesus Kristus. Jika orang Kristen melalaikan hubungan pribadi ini, maka ia tak ubahnya dengan mayat yang berjalan, karena secara fisik ia kelihatan hidup dengan melakukan pelbagai aktivitas, padahal jiwanya mati. Ini menjadi realitas orang modern dewasa ini yang lebih memperhatikan tubuh jasmani dengan berusaha lebih cantik, gagah, dan sebagainya, namun tubuh rohani yaitu jiwanya sendiri seringkali tidak diperhatikan. Padahal, jiwa inilah yang menentukan untuk kehidupan kita sesudah tubuh jasmani kita mati. Maka, hubungan pribadi dengan Allah ini sangat menentukan bagi hidup kita kelak dan sudah mulai sekarang ini.

Pada dasarnya, kehidupan kekal ialah mengenal Allah dan mengenal Yesus Kristus yang telah diutus Allah (lih. Yoh. 17:3). Lalu, “Bagaimanakah mengembangkan hubungan pribadi dengan Allah ini?” Tidaklah sulit, karena Yesus telah memberikan sarana untuk mencapainya dengan memberikan Roh-Nya sendiri, seperti yang dikatakan oleh Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma: “Pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” (Rm. 5:5) Sehingga dengan percaya kepada Yesus Kristus, kita diberi Roh Kudus yang memampukan kita untuk hidup sebagai anak-anak Allah.

Supaya hubungan ini dapat terus berkembang di bawah ini ada sarana-sarana pokok yang dapat dipakai untuk membangun bangunan rohani kita. Yang disebut sebagai 4 pilar penyanggah seluruh bangunan rohani kita, yaitu :

 
1. Pilar Hidup Rohani Pertama: DOA

Doa merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan orang Kristen. Kita harus meneladan kehidupan Tuhan Yesus sendiri, yang walaupun di tengah-tengah segala kesibukan-Nya, Dia selalu meluangkan waktu untuk berdoa, entah itu pada malam hari setelah bekerja keras seharian penuh (bdk. Mat. 14:23, Mrk. 6:46, Yoh. 6:15). Atau pagi-pagi sekali sebelum fajar menyingsing, Ia bangun dan mencari tempat sunyi untuk berdoa (lih. Mrk. 1:35, Luk. 4:42, Luk. 9:18). Doa selain untuk menjalin relasi pribadi yang mesra dengan Bapa, juga mengawali setiap saat penting di dalam hidup Yesus, misalnya permulaan karya-Nya di depan umum setelah pembaptisan di sungai Yordan, sebelum memilih keduabelas murid, waktu perubahan rupa di atas gunung, sebelum mengajar doa Bapa Kami (lih. Luk. 3:21, 6:12, 9:29, 11:1). Ia berdoa untuk para murid, khususnya untuk Petrus sebelum menghadapi percobaan besar itu; ketika di taman Getsemani dalam kegelisahan-Nya yang dahsyat, Ia mengajak para murid berdoa dan berjaga-jaga.

Bagi Tuhan Yesus doa merupakan prioritas, walaupun sesungguhnya dalam seluruh kehidupan-Nya, Dia sudah bersatu terus-menerus dengan Bapa. Maka, kita pun harus meneladani Tuhan sendiri. Ingatlah seperti yang disabdakan Tuhan sendiri, “Di mana hartamu berada, di situ hatimu berada.” (Mat. 6:21) Jika Allah menjadi harta kita, menjadi penting bagi kita dan menjadi prioritas dalam hidup kita, maka kita pasti menyediakan waktu untuk menjalin hubungan pribadi dengan-Nya. Pada dasarnya, doa berarti memasuki hubungan pribadi dengan Allah dalam iman dan cinta kasih.

 St.Teresia Avila mendefinisikan doa sebagai suatu persahabatan dengan Allah, ‘berbicara dengan seorang Sahabat yang mengasihi kita’ merupakan suatu komunikasi antara seorang sahabat dengan Sahabatnya atau antara seorang anak dengan Bapa Yang Mahabaik. Kalau dalam kehidupan sehari-hari kita mempunyai sahabat-sahabat, apalagi jika itu sahabat yang akrab, kita pasti punya waktu untuk bersama-sama dengan dia. Perhatikanlah seseorang yang sedang jatuh cinta, semua ingatan, pikiran, angan-angan pasti terus terbayang si dia. Omong kosong kalau orang jatuh cinta, tetapi tidak ada waktu untuk orang yang dicintainya. Demikian juga dalam hubungan dengan Allah, Dia Yang Maha segala-galanya mau bersahabat dengan kita, ciptaan-Nya. Maka, kita perlu menyediakan waktu yang khusus untuk bertemu dengan Dia secara pribadi.

Satu hal yang perlu diingat, doa tidak tergantung kepada perasaan-perasaan kita, misalnya, kalau sedang ‘in’ doanya lama dan menggebu-gebu, tetapi kalau doa terasa berat, kering, doanya kemudian ditinggalkan. Tentunya ini tidak benar! Sikap yang benar, entah itu ada hiburan atau tidak, entah itu basah atau kering, kita harus tetap berdoa, sesuai dengan waktu yang telah kita tetapkan untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Justru, jikalau orang itu tetap setia dan tekun di dalam doa apabila mengalami kekeringan, itu merupakan tanda baik, karena Tuhan ingin membawa orang tersebut masuk ke dalam doa yang lebih dalam. Ini merupakan tanda bahwa Tuhan mulai mau memberikan makanan yang keras, tidak hanya susu saja. Yang penting di sini adalah ketetapan hati untuk tetap setia dan bertekun di dalam doa. Namun, kita tidak perlu menolak apabila menerima hiburan-hiburan dalam doa, tetapi bersyukurlah kepada Tuhan karena hiburan-hiburan itu akan memberi semangat dan kekuatan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.


2. Pilar Hidup Rohani Kedua: Hidup di Hadirat Allah

Selain kita memerlukan waktu-waktu khusus untuk berjumpa dengan Allah secara pribadi melalui doa-doa, kita juga perlu menyadari kehadiran Allah secara terus-menerus dalam hidup keseharian kita. Allah hadir begitu dekat, Dia bukan Allah yang jauh, sehingga kita tidak perlu memanggil-Nya dengan berteriak-teriak, tetapi Dia Allah yang begitu dekat. Namun, seringkali kehadiran Allah tidak kita sadari, padahal sesungguhnya Dia Allah yang Maha tahu dan Maha hadir (lih. Mzm. 139:7-10).

Allah hadir di mana-mana sebagai Bapa Yang Maha baik, yang akan menyertai, menjaga, dan melindungi kita. Oleh rahmat pembaptisan kita, Allah tinggal di dalam lubuk jiwa kita yang terdalam karena kita adalah bait Allah sendiri (bdk. 1 Kor. 3:16), di mana Allah sendiri, Tritunggal Yang Mahakudus: Bapa, Putra, dan Roh Kudus tinggal di dalam hati kita. Allah mau menjadikan hati kita surga kecil bagi kediaman-Nya. Allah begitu sabar kepada kita, Dia menunggu agar kita datang kepada-Nya untuk menerima kasih dan rahmat-Nya. Temuilah Dia yang tinggal di dalam hati anda. Betapa pentingnya hidup di hadirat Allah, terus-menerus menyadari kehadiran-Nya dalam segala aktivitas yang dilakukan serta membawa kita semakin berkembang dalam hidup rohani.


3. Pilar Hidup Rohani Ketiga: Jalan Cinta Kasih

Seperti  yang  dikatakan  Rasul Paulus  dalam 1 Kor. 10:31, “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.” Santa Theresia dari Lisieux, seorang Karmelites terpanggil untuk menunjukkan suatu jalan baru bagi kita, yaitu jalan kecil. Untuk menjadi kudus kita tidak harus melakukan perkara-perkara besar. Melalui hidup yang biasa dalam hidup sehari-hari kita pun dapat menguduskan diri bagi Allah. Santa Theresia yang hidupnya sangat tersembunyi menjadi besar di hadapan Allah dan di dalam Gereja, karena kesetiaannya menghayati jalan kecil ini dengan melakukan perkara-perkara kecil dan yang biasa, serta segala pekerjaan sehari-hari. Hal ini sungguh berkenan kepada Allah karena semua itu dilakukan dengan cinta yang besar kepada Yesus.

Perlu selalu disadari bahwa di hadapan Allah setiap perbuatan tidak diukur berdasarkan besar dan prestasi lahiriah, tetapi diukur dari cinta kasih yang menjiwainya. Bahkan dalam perkara-perkara yang paling kecil sekalipun, jika itu dilakukan demi cinta kepada Yesus akan mempunyai nilai dan menjadi indah. Secara konkrit, Santa Theresia mengajak kita untuk melakukan segala sesuatu demi cinta kepada Yesus semata-mata, hanya untuk menyenangkan Hati Yesus. Maksudnya ialah secara sederhana melakukan segala sesuatu dan menanggung segala sesuatu demi cinta kasih kepada Allah.

Kita menyenangkan Yesus dan mencintai-Nya, karena Dia telah lebih dahulu mencintai kita dan Dia layak dicintai demi diri-Nya sendiri. Demikian juga kalau ada hal-hal yang tidak enak, hal-hal yang menyakitkan, beban-beban dan salib-salib dalam kehidupan kita, persembahkanlah semua itu kepada Yesus demi cinta kepada-Nya. Beban-beban dan salib-salib itu hanya ada di dunia ini, sedangkan di surga tidak ada. Salib-salib itu terjadi, karena seringkali kehendak kita bertentangan dengan kehendak Allah. Bagi Allah tidak ada masalah, tetapi kita seringkali yang membuat masalah “apa yang baik dan kuinginkan tidak kulakukan, tetapi apa yang jahat dan tidak kuinginkan justru aku lakukan.”

Karena itu persembahkanlah salib-salib, dan segala sesuatu yang tidak enak serta menyakitkan, di mana semua itu seringkali datang tanpa bisa kita hindari. Persembahkanlah demi cinta kepada Yesus untuk kemuliaan Allah dan demi penyelamatan jiwa-jiwa. Maka, tanpa kita sadari salib-salib itu akan menjadi lebih ringan karena kita pikul bersama-sama Yesus. Dan apa yang tampaknya mustahil dapat terjadi. Apa yang sebelumnya menjadi penderitaan justru bisa menjadi sumber sukacita, menjadi kesuburan rohani dalam hidup, menjadi sumber kekuatan untuk berkembang dalam hidup rohani.


4. Pilar Hidup Rohani Keempat: Keterbukaan terhadap bimbingan Roh Kudus

Pilar yang keempat, ini berlaku khususnya bagi mereka yang sungguh-sungguh ingin berkembang dalam hidupnya sebagai orang kristen, karena dewasa ini banyak juga orang katolik merindukan suatu hidup yang harmonis dengan Tuhan, ingin mengenal Yesus secara lebih mendalam, dan tumbuh dalam pengenalan ini. Maka, pilar keempat yang akan menopang hidup kita yaitu disponibilitas, berarti kerelaan dan keterbukaan serta kesiapan untuk menerima bimbingan Roh Kudus.

Tanpa Roh Kudus kita tidak dapat berbuat apa-apa, hal ini dengan jelas disadari oleh Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus. Untuk mengakui Yesus adalah Tuhan kita membutuhkan Roh Kudus (bdk. 1 Kor. 12:3). Demikian juga untuk berseru ‘Abba, Bapa’ hanya dapat dilakukan oleh Roh Kudus (bdk. Rm. 8:15). Untuk menerima Yesus Kristus sebagai pusat hidup kita, agar Dia menguasai hidup kita, dan menjadikan kita sungguh-sungguh anak-anak Allah, kita membutuhkan Roh Kudus. Kita mau membiarkan Roh Kudus bebas berkarya di dalam diri kita, untuk membebaskan kita dari keinginan-keinginan tidak teratur, dendam, sakit hati, dan lain-lain sehingga kita menjadi semakin terbuka terhadap Roh Kudus. Dengan demikian Dia sungguh-sungguh bisa menggerakkan dan memimpin seluruh hidup kita dan menjadikan  seluruh hidup kita suatu hidup yang dibimbing oleh Roh Kudus: “Anak-anak Allah ialah mereka yang digerakkan oleh Roh Kudus.” (Rm. 8:14)


Penutup

Jika keempat pilar ini sungguh-sungguh dihayati dan terpancang dengan kokoh, maka bangunan rohani akan berkembang menjadi indah sekali. Demikian juga bagi yang terpanggil untuk melayani Dia, dengan menghayati keempat pilar ini, pelayanan yang diberikan akan lebih berbuah sehingga dapat menjadi alat yang peka dan rela di tangan Tuhan, di mana Tuhan dapat dengan bebas menggunakan diri kita tanpa hambatan.

User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active

Kesombongan adalah dosa yang begitu besar. Allah sangat membenci orang yang sombong dan mencintai orang yang rendah hati. Apabila kita jatuh dalam kesombongan, sesungguhnya kita tidak lagi menggantungkan diri kepada Allah, menganggap diri kita bisa segalanya, sedang kebalikannya kalau kita rendah hati, kita menyadari ketergantungan kita kepada Allah. Kesombongan perlu sekali disembuhkan dari seseorang, apalagi kalau kita mau melayani Tuhan secara khusus.  Dalam menyembuhkan kesombongan, kita perlu menyadari kebesaran Tuhan dan menyadari bahwa Tuhanlah yang memurnikan hidup kita.



1. Jalan untuk Menyembuhkan Kesombongan.

Dalam penyembuhan kesombongan ini, kita temui ada dua sarana :

Merenungkan kebesaran Tuhan, menyadari siapa itu Tuhan, serta merenungkan siapa diri kita itu. Karena itu doa St. Agustinus: “Nofrinte dofrinme domine” yang berarti “Semoga aku mengenal Engkau ya Tuhan dan semoga aku mengenal diriku sendiri”. Mengenal Tuhan adalah sumber untuk mengenal diri kita sendiri. Ini kita lakukan dengan penyadaran atau dengan renungan.

Ini jalan yang lebih tuntas yaitu bila Tuhan sendiri memurnikan kita, inilah yang disebut dengan pemurnian pasif. Kalau Tuhan memurnikan kita dengan bermacam-macam pencobaan dan kesukaran, kita akan disembuhkan dari kesombongan. Penyembuhan yang pasif lebih dalam dan lebih tuntas, tetapi semata-mata tergantung dari Tuhan bukan dari kita. Dari pihak kita, jika hati kita sungguh-sungguh mencari Tuhan Dia akan memurnikan kita. Jika kita sungguh-sungguh menghilangkan cacat cela ini, maka Dia akan datang menolong kita. Seringkali Tuhan ingin memurnikan kita tetapi seringkali kita meronta-ronta.

Kita lihat sarana yang pertama ini yaitu melalui penyadaran atau renungan dapat sedikit memperoleh kerendahan hati dan menghilangkan kesombongan diri kita. Sarana yang lebih penting untuk menyembuhkan kesombongan ialah dengan benar-benar mengakui kebesaran Allah seperti yang dikatakan Malaikat Agung, St. Mikael “Siapakah yang sama seperti Allah kita”. Menyadari bahwa Dialah satu-satunya sungguh besar, Pencipta langit dan bumi. Dia saja yang besar, Dia saja sumber segala kebaikan kodrati maupun adikodrati, secara natural menyadari:


2. Kita diciptakan oleh Allah, segala yang ada pada kita berasal dari Allah.

Seandainya saja kita sesaat saja dilupakan oleh Allah, kita kembali ke dalam ketiadaan dan kita akan hancur. Lebih-lebih lagi secara adikodrati, secara kodrati kita tergantung dari Allah. Tuhan sendiri dengan jelas mengatakan “tanpa Au kamu tidak bisa berbuat apa-apa” (lih. Yoh. 15:5). Dengan merenungkan perumpamaan pokok anggur dan ranting-rantingnya, ini salah satu cara untuk menyadarkan kita, “Tanpa Aku kamu tidak bisa berbuat apa-apa”. Bayangkan saja pokok anggur itu atau buah apapun serta ranting-rantingnya, kalau kita perhatikan kecuali Nangka yang buahnya tumbuh pada batangnya. Buah-buah yang lain kecuali Nangka, buah tumbuh pada ranting-rantingnya. Batang pohon umumnya tidak diperhatikan orang , yang diperhatikan biasanya daun-daunnya atau ranting-rantingnya penuh dengan buahnya.

Demikian juga Tuhan, dengan rendah hati Ia seperti batang yang memberikan segala-galanya, buah diserahkan pada ranting-rantingnya. Kalau kita bayangkan dan renungkan hal ini, jika ranting-ranting itu sesaat saja lepas dari batang maka ranting segera menjadi kering dan buah yang kelihatannya bagus dan indah dalam waktu yang singkat akan menjadi kering dan busuk. Demikian juga kita seperti ranting tidak mungkin berbuah demikian pula kita jika terpisah dari Kristus tidak bisa berbuat apa-apa, “Tanpa Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa”. St. Paulus menghardik orang-orang Korintus yang menyombongkan diri karena mereka memiliki berbagai macam karunia. Paulus mengatakan “Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya?” (1 Kor. 4:7).

Semua karunia dan rahmat yang kita terima dari Allah, apapun yang diberikan Tuhan bagi kita, baik karunia jasmani maupun rohani khususnya karunia rohani. Apapun yang kita miliki itu, darimana asalnya? Itu dari Allah, apa yang kamu miliki yang tidak kamu terima, baiklah kita renungkan hal ini. Kalau kita menerimanya “Mengapa berbangga-bangga, seolah-olah tidak menerimanya, seolah-olah itu menjadi milikmu sendiri”. Memang manusia telah dinodai oleh dosa asal itu begitu cenderung untuk menyombongkan diri, untuk tidak mau kalah dengan orang lain dan sebagainya, hal ini dijumpai pada setiap manusia. Kita bisa diingatkan dengan pengalaman ini, di Ngadireso ada seorang pembantu yang melapisi giginya dengan perak. Mengapa gigimu dilapisi perak, apakah gigimu sakit? Tidak Romo, tetangga saya giginya dilapisi perak satu buah sehingga saya tidak mau kalah melapisi kedua gigi saya dengan perak. Inilah manusia, siapapun orangnya itu sudah kejangkitan penyakit-penyakit seperti itu. Oleh karena itu, kita mau merenungkan itu semua yaitu teks-teks kitab suci sebagai bahan untuk kita resap-resapkan atau renungkan. Kita ulang-ulangi lagi sehingga kita sadar bahwa “Tanpa Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa”.

Kalau kita renungkan beberapa teks itu, maka kita akan tahu hal tersebut. Dikatakan bahwa kita tidak bisa mencukupi diri kita sendiri tetapi kita menerima segalanya dari Allah, seperti yang dikatakan Paulus kepada umatnya di Korintus “Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri; tidak, kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah” (2 Kor. 3:5). Kalau St. Paulus yang melakukan begitu banyak karya, begitu banyak mukjizat sadar bahwa dari diri kami sendiri kami tidak sanggup memperhitungkan sesuatu bahwa itu semua pekerjaan kami karena kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah. Dialah yang membuat kami sanggup menjadi pelayan-pelayan dari suatu perjanjian baru, Dia yang membuat kami sanggup. Jadi kita lihat kesadaran pada orang-orang kudus bahwa mereka tidak sanggup melakukan semua dan St. Paulus mengatakan “Aku berbangga-bangga dalam kelemahanku sebab kalau aku lemah aku kuat dalam Dia” (lih. 2 Kor. 12:10). Di sini kita lihat St. Paulus tidak mengandalkan kekuatannya sendiri.

Kita lihat seorang kudus seperti St. Teresa dari Avila yang memiliki kerendahan hati yang mendalam mengatakan: “Teresa bukan apa-apa, 1 dukat bukan apa-apa (mata uang emas spanyol pada zaman St. Teresa Avila) tetapi Yesus, Teresa dan 1 dukat adalah segala-galanya. Jika kita sadar dan bergantung dari Allah. Mereka dapat mengharapkan segala-galanya dan tidak takut apa-apa. Kita harus sungguh-sungguh menyadari, kalaupun kita dapat melakukan segala sesuatu itu semua Tuhanlah yang melakukannya di dalam diri kita, bukan kita sendiri yang melakukannya dan hal ini perlu untuk kita renungkan. Dari diri sendiri kita tidak mampu melakukan apa-apa.

St. Thomas Aquino mengatakan demikian “Kebaikan dalam tiap-tiap ciptaan itu berasal dari Allah”.  Karena kita semua adalah ciptaan maka kebaikan yang ada dalam diri kita itu berasal dari Allah. Tidak ada seorangpun yang lebih baik dari yang lain kecuali karena kehendak Allah, jadi kalau saya dipanggil menjadi seorang religius atau seorang imam itu bukan karena saya pantas atau layak tetapi karena Allah yang mempunyai rencana dan menghendakinya. Demikian juga dengan Bunda Maria akhirnya jauh melampaui yang lain itu bukan karena jasa-jasa Bunda Maria sendiri, melainkan karena pilihan Allah dan Bunda Maria paling sadar di antara manusia, dia berhutang seluruhnya dari Allah. “Apa yang ada padaku itu berasal dari Allah, apa yang ada padaku aku berhutang pada-Mu”. Hutang yang tidak bisa dibayar karena apa yang kita terima dari Allah kita tidak mampu membalasnya atau membayarnya. Demikian dengan menyadari bahwa ‘tanpa Aku, kamu tidak bisa berbuat apa-apa’.

Kalau begitu kita sadar bahwa kita tidak ada alasan untuk berbangga-bangga dalam pemberian-pemberian atau karunia-karunia kodrati maupun karunia-karunia adikodrati seperti kepandaian, kemampuan, kesehatan dan sebagainya itu semua datangnya dari Allah. Kita lihat orang yang sehat sewaktu-waktu dapat mati mendadak, mengalami kecelakaan atau apapun. Dan dari segi adikodrati kita juga tidak bisa berbuat apa-apa, St. Paulus kepada jemaat di Filipi 2:13 menyadarkan kita “Allahlah yang mengerjakan dalam dirimu kemauan (kemauan untuk melakukan yang baik) dan pelaksanaannya”. Untuk menghendaki yang baik membutuhkan rahmat Allah apalagi untuk melaksanakannya. Oleh karena itu, kita harus menyadari bahwa dari diri sendiri kita bukan apa-apa. Dalam suatu penampakan Tuhan Yesus mengatakan kepada St. Katarina dari Sienna tentang kebenaran “Akulah yang Ada, engkau yang bukan apa-apa (tidak ada)”. Yesus mau menyatakan kepada St. Katarina bahwa segala sesuatu berasal dari Allah. Maka seperti yang telah dinyatakan “Coba kamu pikirkan dan renungkan setahun yang lalu kamu dimana” untuk menyadarkan apa yang ada pada kita berasal dari Allah.

Pada Bunda Maria dan Tuhan Yesus yang sangat rendah hati dan kita mengerti apa yang dikatakan-Nya kepada kita “Belajarlah kepada-Ku karena aku lemah lembut dan rendah hati” (lih. Mat. 11:29). Yesus sadar bahwa segala-galanya berasal dari Bapa, ‘apa yang ada pada-Ku berasal dari pada-Mu’ dan Yesus tidak menyangkal sedikit pun juga. Karena itu kita mengatakan bahwa Yesus itu sungguh-sungguh rendah hati, karena kerendahan hati adalah kebenaran dan kesombongan adalah kebohongan. Kita menyadari itu semua kemudian juga segala yang ada pada kita, kita terima dari Allah bahkan untuk setiap pikiran yang baik, untuk setiap keinginan yang baik itu semua berasal dari Allah. “Karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya” (Flp. 2:13).


3. Renungan atas dosa-dosa dan kelemahan-kelemahan kita

Di samping itu untuk menyadari supaya kita tidak sombong atau tidak menyombongkan diri, baiklah kita merenungkan dosa-dosa kita maka di sini di samping kenyataan bahwa kita tidak berdaya bahwa kita hanya berbuat dosa. Merenungkan dosa bukan untuk tenggelam dalam dosa-dosa kita tetapi untuk menyadari apa artinya kalau kita dibiarkan oleh Allah. Dari diri sendiri kita tidak bisa berbuat apa-apa hanya satu yang dapat kita lakukan adalah berbuat dosa. Jadi kalau kita sadari betapa besar dosa-dosa kita maka menyadari dosa-dosa, kelemahan-kelemahan, kecenderungan-kecenderungan yang ada pada diri kita akan menghilangkan kesombongan dari hati kita. Lebih-lebih kita menyadari dan kita renungkan seharusnya ‘Aku pantas dihukum bahkan dihukum di dalam neraka’ karena dosa-dosa kita. Dengan merenungkan hal ini membuat kita tidak berani menyombongkan diri. Di samping itu kita menyadari kita telah berbuat dosa, untuk dosa-dosa itu sebenarnya kita pantas direndahkan, diremehkan dan sungguh-sungguh direndahkan.

Para kudus seperti para kudus yang besar itu berpikir demikian bahwa mereka pantas menerima hukuman itu dan saya kira itu pikirannya itu lebih tepat dari pikiran kita sendiri. Oleh karena itu, kalau kita tahu bahwa kita dari sendiri karena dosa-dosa kita pantas mendapat hukuman bahkan neraka. Tetapi kita tahu Allah itu Maharahim, dengan ini kita tidak akan berani meninggikan diri di atas orang lain. Kalau kita melihat orang lain berbuat dosa, coba kita merenungkan hal ini bahwa saya saat ini masih dilindungi Tuhan karena rahmat Tuhan, seandainya tanpa rahmat Tuhan aku akan melakukan dosa yang lebih besar. Jikalau kita melihat orang lain jatuh lalu mengadili seandainya Tuhan tidak memberikan rahmat kepada saya maka saya akan jatuh lebih hebat lagi. Misalnya saya tidak jatuh seperti orang itu, semata-mata karena rahmat Allah. Kalau kita melihat kecenderungan-kecenderungan jahat dalam diri kita sendiri, keinginan-keinginan tidak teratur, kecenderungan jahat kepada dosa kita tidak akan berani seolah-olah menengadah seperti pemungut cukai tertunduk dan hanya berani menepuk dada dan berkata “Kasihanilah ya Allah, aku orang yang berdosa ini” (lih. Luk. 18:13).

Kalau kita jatuh ke dalam kesombongan tidak pernah merenungkan dan melihat keadaan jiwanya sendiri bahaya besar kita akan menjadi ‘farisi’. Apa yang dikatakan Tuhan Yesus mengenai orang farisi itu: “Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan" (Luk. 18:14). Sebenarnya orang farisi itu pendosa tetapi tidak menyadarinya. Oleh karena itu, tidak ada sesuatupun yang patut kita banggakan, apapun yang kita kerjakan itu sebetulnya berasal dari Allah.


4. Dasar Kitab Suci

Maka kitab suci sangat sadar akan hal ini, kita lihat dalam Kisah Para Rasul dikatakan “dan Allah melalui Paulus melakukan tanda dan mukjizat” (lih. Kis. 14:3; Kis. 15:12). Pengarang dengan sadar menyatakan bahwa tanda-tanda dan mukjizat bukan karya Paulus melainkan karya Allah melalui Paulus. Dalam hal ini jika kita diumpamakan dengan kuas yang digunakan pelukis untuk melukis. Kalau lukisan itu jadinya bagus, bukan jasa kuasnya melainkan jasa pelukisnya. Kuas itu tidak bisa apa-apa tetapi pelukis yang memakai kuas itu yang melukis, dialah yang sebetulnya pelaksana.

St. Agustinus mengatakan bahwa “Allah memberikan karunia-karunia kepada kita dan Dia juga yang memahkotai jasa-jasa kita atau memberikan jasa kepada kita dengan memberikan karunia-Nya kepada kita”. Kita bisa berbicara tentang jasa kita, tetapi kita hanya terbuka dan mau menerima itu karena dari diri sendiri kita tidak bisa berbuat apa-apa tetapi kita mau digerakkan itulah kita bisa berbicara tentang jasa-jasa kita. Karena itu kita tidak usah berbangga-bangga terhadap apa yang kita lakukan, seperti yang dikatakan dalam Buku Mengikuti Jejak Kristus karya Thomas A  Kempis memang sangat tepat, di mana Thomas mengatakan “Seorang petani yang rendah hati itu lebih berharga daripada seorang filsuf yang sombong”. Seorang filsuf yang sombong yang pada masa itu dapat menerangkan bagaimana terjadinya alam semesta, seorang penguasa segala ilmu pengetahuan maka sekarangpun kita dapat berkata bahwa seorang sederhana yang mempunyai iman lebih berharga daripada seorang ahli fisika/nuklir yang termasyhur yang tidak memiliki iman. Seorang apapun yang hebat tetapi tidak mengakui Allah tetapi orang sederhana jauh lebih berharga.

Jika kita renungkan mungkin di dalam surga kelak, kita mendapat surprises bahwa orang yang tidak kita pandang sebelah mata, orang-orang sederhana mungkin mendapatkan kedudukan yang jauh di atas kita. Mungkin yang di dunia ini sangat dihormati, mungkin pasti hanya berada di belakang pintu saja ‘kalau masih diperkenankan masuk’, kadangkala kita silau oleh itu semua. Orang-orang sederhana tetapi yang sungguh beriman itu jauh lebih berharga. Seorang petani yang melayani Allah lebih baik daripada seorang filsuf yang mempelajari dan menyelidiki segala macam rahasia alam semesta tetapi melalaikan pengenalan diri sendiri.

Thomas A Kempis mengatakan “Dia yang mengenal dirinya sendiri menyadari kekecilannya, kehinaannya dan tidak mencari dan tidak senang akan puji-pujian orang lain”. Orang-orang yang terpelajar senang dianggap terpelajar serta senang diberi gelar tetapi di hadapan Allah sama sekali tidak ada artinya. Karena itu Thomas A Kempis menyatakan “Seandainya engkau ingin belajar sesuatu yang berguna mencinta dan senang untuk tidak dikenal dan dipandang sebagai orang yang tidak berharga”. Maka kamu akan menemukan kerendahan hati dan tidak menyombongkan diri. Belajar untuk tidak dikenal dan tidak dianggap apa-apa. “Kalau engkau melihat orang lain yang melakukan kesalahan bahkan melakukan dosa yang berat. Engkau tidak usah menganggap dirimu lebih baik, engkau tidak tahu berapa lama engkau tidak akan jatuh dalam dosa yang sama atau berapa lama engkau akan bertekun dan bahkan seandainya Tuhan tidak memberikan rahmat khusus padamu, apakah engkau tidak akan jatuh?”

Kalau kita melihat banyak umat, banyak awam atau banyak anak muda jatuh dalam pelbagai macam dosa yang mengerikan. “Kalau dipikir seandainya saya berada dalam situasi mereka apakah saya akan menjadi lebih baik atau mungkin lebih jahat dan kalau tidak diberikan rahmat, pastilah keadaan saya akan sangat mengerikan!” Maka jika kita dilindungi dari pelbagai macam dosa itu bukan jasamu tetapi semata-mata karena rahmat Allah. Kita semua lemah dan kita tidak tahu apakah kita bisa bertekun sampai akhir karena itu juga betapa pentingnya tiap hari berdoa mohon rahmat ketekunan. Apakah gunanya kita yang memiliki panggilan ini bahkan sampai pesta perakpun tetapi sesudahnya meninggalkan Allah. Itu semua terjadi karena ketidaksetiaan-ketidaksetiaan yang kecil-kecil yang kita abaikan kemudian menjadi besar.

Kita perlu merenungkan hal ini, apabila kita merenungkan ini kita tidak akan menjadi sombong. Jangan malu untuk dipandang remeh, untuk dipandang kecil dan untuk dipandang tidak berharga. Karena itu kita lihat orang seringkali malu dan takut kalau nanti tidak dihargai dan sebagainya. Tetapi baiklah kita menyadari kebaikan Tuhan. “Allah meninggikan orang yang rendah hati dan merendahkan orang yang sombong. Jangan menganggap dirimu sendiri lebih baik daripada orang lain, sebab jangan-jangan engkau dianggap lebih jahat daripada orang lain dalam pandangan Allah. Sebab apa yang mulia dalam pandangan manusia seringkali merupakan kejijikan dalam pandangan Allah. Dan apa yang menyenangkan manusia seringkali tidak berkenan kepada Allah”.

Maka damai yang sejati ialah akan tinggal pada orang yang rendah hati sedangkan dalam hati orang yang sombong sering ada iri hati, kekecewaan dan kemarahan. Orang yang rendah hati akan dilindungi dan dihibur oleh Allah dan Allah menyatakan misteri-Nya kepada orang-orang kecil, seperti yang dikatakan Yesus “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil” (Mat. 11:25). Jadi renungan-renungan kitab suci ini menyadarkan kita. Kalau kita belajar supaya semakin menyadari ketergantungan kita dari Allah.

5. Pemurnian Pasif, Jalan Efektif untuk Menyembuhkan Kesombongan

Teologia adalah ilmu tentang Allah, Teo berarti Allah dan Logos artinya adalah ilmu. Maka kalau kita mengenal Allah maka makin mengenal diri sendiri dan tidak menjadi sombong. Ini merupakan usaha-usaha yang dapat kita lakukan secara aktif. Merenungkan sekurang-kurangnya kalau kita merenungkan dengan sungguh-sungguh dan menyadari serta tiap-tiap kali diingatkan kembali sekurang-kurangnya kita tidak berani lagi menyombongkan diri. Namun supaya dapat mencapai kerendahan hati yang sejati yang merupakan lawan dari kesombongan kita perlu dimurnikan. Apa yang kita lakukan sendiri itu tidak cukup perlu pemurnian yang pasif melalui karunia Roh Kudus yang dicurahkan ke dalam diri kita.

Dimana oleh karunia Roh Kudus itu kita boleh menyadari kerapuhan kita yang mendalam, menyadari kerapuhan yang begitu besar oleh terang Roh Kudus. Karena itu menurut St. Teresa Avila: “Pengenalan akan Allah yang sejati itu menghilangkan kesombongan dan membuat orang makin rendah hati”, ibarat sebuah kain yang kotor kalau diletakkan di antara kain-kain yang putih, makin kelihatan kotornya atau misalnya pada malam hari mandi di selokan atau di sungai karena tidak kelihatan karena gelap airnya dikira segar dan bersih tetapi kalau pagi atau siang hari kelihatan kotornya.

Demikian juga orang akan menganggap dirinya itu hebat selama ia belum diterangi oleh cahaya Roh Kudus. Begitu terang Allah menerangi kita maka kita melihat kekotoran diri sendiri. Karena itu kerendahan hati yang sejati akan lebih dalam dan besar dicapai melalui pengalaman Allah dan Allah kadang-kadang merendahkan kita dengan pelbagai macam cara, seperti pemazmur berkata: “Sungguh baik Engkau telah merendahkan aku supaya aku belajar keadilan-Mu atau ketetapan-Mu (Lih. Mzm. 119:71). Oleh karena itu, kalau kadang-kadang kita mengalami tantangan, kalau kita direndahkan itu adalah baik. Kalau kita difitnah yakni hal-hal yang tidak benar dan jahat diarahkan kepada kita atau bila orang memandang remeh kepada kita sebenarnya itu adalah suatu rahmat. Merupakan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dalam kerendahan hati dan membebaskan kita dari kecongkakan atau dari keangkuhan.

Dalam penderitaan dan salib-salib kita belajar ‘Siapa kita ini’, belajar mengenal diri sendiri bahwa tanpa rahmat Allah kita tidak dapat berbuat apa-apa. Dalam hal ini kita lihat Nabi Elia, seorang Nabi yang besar ketika berada di Gunung Karmel. Seorang diri menghadapi seluruh bangsa Israel dan menghadapi 400 nabi Baal, ia tegar dan tidak takut siapapun karena Tuhan menyertai dia dan rahmat Tuhan hadir sungguh-sungguh dalam dirinya sehingga ia dengan penuh keyakinan dapat berkata: “Biar kita adakan semacam pertandingan, siapa persembahan yang dijawab oleh api dari surga, Allahnyalah yang benar” (Lih. 1 Raj. 18:20-46). Dengan penuh keyakinan Elia menantang bangsa Israel dan menantang nabi Baal karena rahmat Allah menyertai dia secara istimewa. Setelah itu Tuhan mengajar dia ketika dalam pencobaan di padang pasir seolah-olah Allah meninggalkan dia. Kita lihat Elia yang tertidur dan berputus asa serta berkata “Aku tidak lebih baik dari nenek moyangku, biarlah aku mati saja (Lih. 1 Raj. 21:3). Seolah-olah kita kaget dan bertanya “Mana Elia yang gagah perkasa, yang berkobar-kobar dan mendatangkan api dari langit?” hanya karena ancaman Izebel saja, Elia sudah putus asa. Di sinilah Allah mengajar Elia tentang ‘siapa dia itu tanpa rahmat Allah?’. Dan Elia membiarkan dirinya diajar oleh Allah karena itu ia dapat bertekun sampai akhir.


6. Penutup

Jika kita membiarkan diri dimurnikan oleh Allah tanpa meronta-ronta maka perlahan-lahan dampak-dampak dari kesombongan itu akan hilang dalam diri kita dan kita tidak akan terganggu lagi oleh kesombongan dan akan beristirahat dalam kerendahan hati. Kita tidak akan dipengaruhi apa kata orang, kita tidak akan dipengaruhi baik oleh sanjungan-sanjungan, kalaupun disanjung-sanjung kita tidak akan lupa daratan dan kita tidak akan putus asa kalau kita dimusuhi, direndahkan dan diremehkan serta dihina. Kita akan mulai bergembira atas kebaikan yang kita lihat dalam diri orang lain. Kita akan mulai bersukacita kalau orang lain berbuat sesuatu yang baik bukannya iri hati.

Pengenalan Allah akan membawa kita untuk mengatasi kesombongan dan sampai pada kerendahan hati, baiklah itu semua direnungkan, diresap-resapkan sebab kalau kita menjadi sombong maka hanya kebinasaan yang menjadi bagian dalam kita seperti yang dikatakan dalam kitab suci “Allah menentang orang yang sombong tetapi meninggikan orang yang rendah hati dan Allah berkenan kepada orang yang rendah hati”. Dari pihak kita, kita melakukan apa yang dapat kita lakukan maka Tuhan akan menolong kita dan mulai mengerti betapa berharganya penderitaan dan salib itu. Bila kita direndahkan, dan difitnah, kita mengerti bahwa kita dimurnikan dan ini lebih baik daripada segala yang lain.

User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active

Apakah sesungguhnya arti pencurahan Roh Kudus ini? Sebenarnya ini bukan lain daripada pengaktifan dan aktualisasi buah-buah Sakramen Pembaptisan dan Krisma, yang seringkali kurang efektif dalam hidup banyak orang. Pembaptisan Roh Kudus ini bukan suatu sakramen, hanya semacam doa permohonan untuk mengaktifkan rahmat pembaptisan.


1. Peranan Roh Kudus dalam Hidup Kristiani

Meskipun setiap hari kita membuat tanda salib sambil berkata, "Atas nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus", namun Roh Kudus yang setiap kali disebutkan tetap tidak begitu kita kenal. Kita memang mengenal gambaran Bapa lewat gambar-gambar atau lukisan-lukisan yang menggambarkan Bapa sebagai seorang bapak tua dengan wajah yang cerah dan penuh belas-kasih. Kita mengenal Putera melalui macam-macam lukisan, patung, ikon, dan sebagainya. Namun Roh Kudus? Roh Kudus tidak mempunyai wajah.

Dalam Kitab Suci memang tidak disebutkan bahwa Roh Kudus mempunyai wajah, bahkan tidak ada sebutan untuk-Nya yang mengungkapkan suatu rupa yang dapat dibandingkan dengan manusia. Dalam semua bahasa, nama-Nya merupakan suatu nama yang umum. Dalam Bahasa Ibrani, Ia disebut Ruah, dalam Bahasa Yunani disebut Pneuma, dan dalam Bahasa Latin disebut Spiritus. Semua nama atau sebutan ini dipinjam dari sebutan untuk unsur-unsur umum alamiah, yaitu: angin, napas, dan udara.

Roh Kudus memang merupakan suatu pribadi yang misterius, yang membingungkan; kita mendengar suara-Nya, tahu bahwa Ia telah lewat karena tanda-tanda ajaib yang ditinggalkan-Nya, tetapi kita tidak tahu dari mana datang-Nya atau ke mana pergi-Nya (bdk. Yoh 3:8). Oleh karena itu, Roh Kudus tidak pernah dapat kita jangkau dengan pikiran kita dan karya-karya-Nya selalu melampaui segala pengertian kita. Walaupun demikian, dengan jelas dinyatakan peranan-Nya yang menentukan dalam hidup kita:

  • “Tidak ada seorangpun, yang dapat mengaku: “Yesus adalah Tuhan”, selain oleh Roh Kudus” (1 Kor 12 :3)
  • Kita tak tahu bagaimana harus berdoa, tetapi Roh membantu kelemahan kita dan Dia yang berdoa di dalam diri kita (bdk. Rm 8:26).
  • Sebelum naik ke surga Tuhan Yesus pun masih berpesan, “Tinggallah di dalam kota sampai kamu dibaptis dengan Roh Kudus dan kamu akan menerima kuasa ....” (Kis 1:4-8). 

Untuk dapat mengenali-Nya dibutuhkan kerendahan hati serta iman yang hidup. Lagi pula, Roh inilah yang selalu menjiwai Gereja. Dialah yang membangun Gereja. Di mana ada Roh Kudus, di situlah Gereja terbentuk, didirikan, dan dibangun. Sebaliknya, di mana ada Gereja, di situ pula ada Roh Kudus. Dia pulalah yang menjadi penggerak setiap orang Kristen, dan melakukan karya-karya agung dalam dirinya. Bila Roh Kudus dicurahkan atas manusia, manusia dihidupkan kembali, walaupun sebelumnya ia telah mati dan mengering seperti tulang-tulang yang kering (bdk. Yeh 37). Oleh karena itu, Roh Kudus bertugas menghidupkan manusia, menghidupkan hatinya, melunakkan yang keras, meluruskan yang bengkok, menghangatkan yang dingin, dan mengubah hati dari “batu” serta menggantinya dengan hati yang dari daging, yang dapat merasa dan dapat mencinta (bdk. Yeh 36:26).

Roh Kudus selalu berkarya di dalam Gereja dan melalui anggota-anggotanya. Ia senantiasa berkarya melalui seseorang: menguasai serta mengubahnya. Memang Ia juga menyatakan kehadiran-Nya melalui tanda-tanda yang mengherankan, tetapi segala karya-Nya selalu bertolak dari kedalaman batin manusia. Di situ pula orang mengenal-Nya. "Kamu mengenal-Nya, karena Ia tinggal dalam kamu" (Yoh 14:17). Lambang-lambang yang dipakai untuk Roh Kudus (api, air, angin) termasuk unsur-unsur alamiah, unsur-unsur alam semesta, dan tidak mempunyai wajah tertentu. Semuanya ini menyatakan suatu kehadiran yang meresapi segala sesuatu, yang memenuhi segalanya dan selalu berkembang ke dalam.

2. Hidup dalam Roh

Bila Roh Kudus merupakan kehadiran yang meresapi segala sesuatu, bahkan hadir sebagai Pribadi dalam diri kita, seharusnya kita mengenal-Nya, seperti yang diungkapkan dalam Injil Yohanes tadi, "Kamu mengenal-Nya, karena Ia tinggal dalam kamu" (Yoh 14:17).

Santo Paulus menyadari hal ini sedalam-dalamnya. Ia sadar bahwa Roh Kudus harus berkarya dalam diri kita dan bahwa hanya dengan demikian saja kita dapat menjadi orang-orang Kristen yang sejati, yakni bila dibimbing oleh Roh Allah sendiri. Karenanya, tak cukuplah bagi kita untuk sekedar tahu bahwa Roh Kudus hadir, namun kita harus menyerahkan diri kepada-Nya supaya Ia berkarya dalam diri kita. Bila Ia sungguh-sungguh berkarya, kita akan mengalaminya.

Bagi orang-orang Kristen purba, pengalaman Roh Kudus ini merupakan hal yang wajar. Bagi mereka, Roh Kudus pertama-tama merupakan suatu pengalaman, baru kemudian suatu ajaran, namun bagi kita yang sering terjadi justru sebaliknya. Roh Kudus lebih merupakan suatu pengertian belaka, yang tidak pernah kita alami karya maupun kehadiran-Nya. Maka, tak mengherankan bila hidup banyak orang Kristen seolah-olah tidak mempunyai daya atau kekuatan.

Dalam kehidupan orang-orang Kristen pertama, mengalami kehadiran serta karya Roh Kudus adalah hal yang normal. Ketika orang-orang Kristen di Yerusalem berdoa minta keberanian, "goyanglah tempat mereka berkumpul itu dan mereka semua penuh dengan Roh Kudus, lalu mereka memberitakan firman Allah dengan berani" (Kis 4:31).

Beberapa contoh:

  • Untuk menyatakan kesucian Stefanus, Kitab Suci mengatakan bahwa ia "seorang yang penuh iman dan Roh Kudus" (Kis 6:5). Roh Kudus inilah yang memberikan banyak karunia dan kuasa kepadanya, sehingga ia mampu mengadakan tanda-tanda (bdk. Kis 6:8). Ia juga dipenuhi hikmat, sehingga orang Yahudi "tidak sanggup melawan hikmatnya dan Roh yang mendorong dia berbicara" (Kis 6:10).
  • Filipus disuruh Roh Kudus untuk mendekati kereta orang Etiopia, “Lalu kata Roh kepada Filipus: ‘Pergilah ke situ dan dekatilah kereta itu!’” (Kis 8:29).
  • Paulus dan Barnabas disendirikan Roh Kudus: “Pada suatu hari ketika mereka beribadah kepada Tuhan dan berpuasa, berkatalah Roh Kudus: ‘Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka’" (Kis 13:2).

Mungkin bagi kebanyakan dari kita, contoh-contoh tadi kedengarannya seperti dongeng saja, namun dewasa ini sudah banyak orang, yang mengerti dan terbuka terhadap karya Roh Kudus, mengalami hal-hal seperti itu.

Dari contoh ini kiranya jelas, bahwa banyak hal yang dikerjakan Roh Kudus pada orang-orang Kristen pertama dan dengan perantaraan mereka melalui karunia-karunia-Nya. Karunia Roh Kudus itu bermacam-macam dan jumlahnya juga tidak terbatas, sebagaimana Roh sendiri tidak membatasi manifestasinya. Santo Paulus dalam suratnya kepada umat di Korintus menyebutkan adanya pelbagai karunia Roh Kudus (bdk. 1Kor 12:7-11). Akan tetapi, masih banyak lagi karunia Roh Kudus yang tidak dituliskan oleh Santo Paulus. Namun karunia yang terbesar ialah mengalami cintakasih Allah sendiriyang dinyatakan melalui pelbagai karunia tersebut atau dengan cara lain.

Bila Roh Kudus hadir dan bekerja secara aktif dalam diri seseorang, boleh dikatakan bahwa orang itu hidup dalam Roh. Jadi, kita sungguh-sungguh hidup dalam Roh bila kita mengalami, bahwa Roh Kudus bekerja secara aktif dalam diri kita, seperti yang dikatakan Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma 8:14, “Anak-anak Allah ialah mereka yang digerakkan oleh Roh Allah." Sesungguhnya, semuanya ini merupakan sesuatu yang wajar dan normal bagi orang-orang Kristen purba.

Namun dewasa ini kebanyakan orang Kristen belum hidup dalam Roh. Kita sering diajar dan barangkali juga mengajar tentang Kristus, tentang kewajiban-kewajiban Kristen kita. Kita berniat melakukannya, namun banyak yang tidak mempunyai daya dan kekuatan untuk sungguh-sungguh melakukannya, banyak yang tidak mampu menghayati cita-cita Kristen itu. Banyak pula yang tidak memiliki hubungan yang nyata dengan Kristus, atau mengalami kehadiran serta karya-Nya. Kita sering mendengar tentang kasih Allah bagi kita, namun tidak mengalaminya. Hal ini sama seperti seorang yang lapar mendengar cerita-cerita tentang makanan yang lezat dan berlimpah-limpah, tetapi tidak dapat menikmatinya.

Akan tetapi, bila seseorang sungguh-sungguh hidup dalam Roh maka hidupnya akan berbeda. Ia menjadi tahu dan mengalami bahwa Roh Kudus ada dalam dirinya. Ia tidak hanya mendengar dan percaya akan cinta Allah, namun ia juga mengalaminya, biarpun semuanya itu terjadi dalam iman. Ia tidak hanya mendengar dan melihat makanan yang lezat-lezat namun boleh ikut menikmatinya pula. Bila demikian halnya, hidup kita akan mengalami perubahan yang cukup mendalam: kita akan sungguh-sungguh dapat memuji Allah dengan bebas; Kitab Suci pun semakin hidup bagi kita; Yesus menjadi semakin nyata; damai dan kegembiraan menjadi mendalam; kita menjadi bahagia; dan doa pun akan menjadi semakin mendalam. Bila demikian, hidup akan menjadi lebih berarti, penyakit batin dan jiwa akan lenyap.

Hidup seperti ini seharusnya menjadi sesuatu yang normal, yang biasa, bagi orang Kristen. Tidak berarti bahwa semua mengalami, namun harus menjadi norma atau ukuran hidup kristiani. Memang banyak yang ingin hidup dalam Roh, tetapi tidak tahu caranya. Bagaimana menemukan kontak atau relasi yang hidup dengan Roh Kudus yang memungkinkan mereka mengala­­mi kehadiran-Nya?

Barangkali ada yang bertanya dalam hatinya, “Apakah pengalaman seperti itu atau hidup seperti itu mungkin bagi kita yang hidup sekarang ini? Apakah kemungkinan itu juga terbuka bagi kita yang biasanya amat sibuk, yang ditimpa macam-macam persoalan?” Tanpa ragu-ragu sedikitpun semuanya itu dapat dijawab secara positif, bahwa bagi kita semua itu mungkin. Juga, bagi kita sekarang ini, bagi Anda yang membaca ini, kemungkinan tersebut terbuka.

Dan hidup dalam Roh ini akan mulai bila kita menerima pencurahan Roh Kudus atau mengalami pencurahan Roh Kudus. Memang pencurahan Roh Kudus atau dibaptis dalam Roh ini erat hubungannya dengan Pembaruan Karismatik. Namun, di sini kita perlu membedakan Pembaruan Karismatik dilihat dari segi sosiologis dan dari segi teologisnya. Dari segi sosiologisnya Pembaruan itu memang sangat terbatas, dikenal sebagai Persekutuan Doa (PD) dengan gayanya yang khas, banyak ributnya, dan itu bukan untuk semua orang. Jadi, tidak semua orang harus ikut PD. Dilihat dari segi teologisnya Pembaruan itu bukan lain daripada Pembaruan yang berasal dari Roh Kudus, yang mau menyadarkan kita, bahwa seluruh hidup kita tergantung dari Dia dan supaya kita semua terbuka terhadap karya-Nya dan seluruh karunia-Nya. Keterbukaan akan Roh Kudus dan segala karunia-Nya ini penting dan perlu untuk semua orang Kristen. Oleh karena itu, untuk yang terakhir ini saya lebih suka menyebutnya dengan istilah Pembaruan Hidup dalam Roh, sebab istilah itu lebih menekankan pembaruan hidup daripada hanya karisma-karisma belaka, walaupun karisma itu juga penting.

3. Mengalami Pencurahan Roh Kudus

Untuk mengerti apa yang dimaksudkan dengan Pencurahan Roh Kudus kita dapat melihat apa yang terjadi pada orang-orang yang mengalami pencurahan Roh Kudus ini. Kitab Suci juga memberikan beberapa contoh tentang hal ini, misalnya, ketika Paulus tiba di Efesus dan bertemu dengan beberapa murid. Setelah berbicara dengan mereka, barangkali Paulus merasa bahwa masih ada kekurangan sesuatu pada mereka maka ia pun bertanya, "Adakah kamu telah menerima Roh Kudus ketika percaya?" Dari jawaban mereka itu, Paulus tahu bahwa mereka belum menerima Roh Kudus, bahwa mereka belum menjadi orang Kristen yang penuh maka ia pun mulai berbicara tentang hal ini, "Ketika mendengar ini, mereka pun dibaptis dalam nama Tuhan Yesus dan ketika Paulus menumpangkan tangan atas mereka, Roh Kudus turun atas mereka dan mulailah mereka berbicara dalam bahasa roh serta bernubuat" (Kis 19:1-6).

Pada waktu itu mereka tahu bahwa mereka menerima Roh Kudus dan Paulus serta para pengikutnya pun tahu. Hal yang sama kita jumpai pada peristiwa Kornelius (Kis 10:44-48), juga pada orang di Samaria (lih. Kis 8:18). Maka, bila seseorang mengalami pencurahan Roh Kudus, orang akan tahu hal itu. Dewasa ini banyak orang yang mengalami hal serupa.

Jadi, apakah sesungguhnya arti pencurahan Roh Kudus ini? Sebenarnya ini bukan lain daripada pengaktifan dan aktualisasi buah-buah Sakramen Pembaptisan dan Krisma, yang seringkali kurang efektif dalam hidup banyak orang. Pembaptisan Roh Kudus ini bukan suatu sakramen, hanya semacam doa permohonan untuk mengaktifkan rahmat pembaptisan.

Bila rahmat pembaptisan tadi sungguh-sungguh diaktifkan, orang akan mengalami kehadiran Roh Kudus yang sungguh-sungguh berkarya dalam dirinya. Dan ini dapat merupakan titik tolak suatu hidup baru. Jadi sesungguhnya jelas bahwa pengalaman semacam itu sudah ada sejak semula dalam Gereja, hanya saja banyak orang yang melupakannya. Dewasa ini hal tersebut ditemukan kembalioleh Pembaruan Hidup dalam Roh dengan suatu dimensi yang baru, yaitu dengan suatu kesadaran yang mendalam bahwa hal ini pun terbuka bagi semua orang Kristen yang sungguh-sungguh percaya.

Jadi, kiranya dapatlah dikatakan bahwa pencurahan Roh Kudus ini merupakan pelepasan kuasa Roh Kudus yang sudah kita terima dalam Sakramen Pembaptisan dan khususnya dalam Sakramen Krisma. Ini bukan lain dari pengaktifan rahmat pembaptisan.

Apa yang dialami orang pada waktu mengalami pencurahan Roh Kudus cukup berbeda-beda. Ada yang mengalami banyak sekali, ada pula yang sedikit. Yang satu merasakan tersentuh dalam sekali, yang lain hampir tidak mengalami apa-apa. Kebanyakan hanya mengalami damai yang mendalam saja serta kasih Allah yang besar. Pengalaman pada waktu itu bukanlah yang terpenting, biarpun dapat menjadi modal yang baik untuk suatu hidup yang baru. Yang terpenting ialah perubahan yang dialami orang itu karena kehadiran Roh Kudus dalam dirinya secara baru. Karena kehadiran baru Roh Kudus ini, terjalinlah suatu hubungan yang baru antara dia dengan Tuhan.

Bila seseorang menerima pencurahan Roh Kudus, Roh Kudus menimbulkan perubahan besar dalam dirinya, yang satu lebih daripada yang lain. Hidupnya menjadi berbeda, karena hubungannya dengan Allah juga berubah. Ia memasuki suatu hubungan baru dengan Allah, mengalami kehadiran-Nya yang baru pula. Ia juga akan mengalami Roh Kudus yang berkarya dalam dirinya. Perubahan-perubahan ini dapat berupa:

  • Pembebasan dari segala macam ikatan dosa dan kelemahan-kelemahan.
  • Penyembuhan dari segala macam tekanan batin, ketakutan, dan kekuatiran.
  • Kekuatan baru untuk menghayati hidup sebagai orang Kristen, sehingga kebajikan-kebajikan akan berkembang dalam dirinya.
  • Kekuatan baru untuk mengatasi bermacam-macam godaan dan kelemahan yang sampai saat itu tidak dapat diatasi.
  • Gairah hidup yang lebih besar, menemukan arti hidup yang sesungguhnya.
  • Kebahagiaan yang mendalam dan sukacita yang besar.
  • Kesadaran bahwa dirinya benar-benar dicintai Allah dan bahwa Allah itu sungguh-sungguh hidup serta dekat dengannya.
  • Kitab Suci juga menjadi lebih hidup, lebih menarik, sehingga gairah untuk membaca Kitab Suci bertambah.
  • Dari kesadaran akan semuanya ini timbullah suatu dorongan untuk memuji Allah secara spontan.
  • Dan akhirnya makin hari akan makin tampak buah-buah Roh Kudus dalam hidup kita, yakni: kebaikan hati, kesabaran, cintakasih, kelembutan hati, penguasaan diri, kerendahan hati, dan sebagainya (bdk. Gal 5:23; 1Kor 13:4-7).

Dengan kata lain, menerima pencurahan Roh Kudus adalah langkah pertama suatu hidup baru, hidup dalam Roh, hidupdalam pelayanan yang penuh kuasa. Ini hanya permulaannya saja, bukan puncaknya. Yang memungkinkan seseorang hidup dan berkaryadalamRoh ini ialah kehadiran Roh secara baru itu, yang mengerjakan segala sesuatu dalam diri kita. Dialah yang melaksanakan apa yang tidak dapat kita laksanakan sendiri.

Jadi, menerima pencurahan Roh Kudus tidaklah menunjukkan suatu kesucian, melainkan hanya permulaan kesucian saja, suatu jalan baru menuju kesucian. Ini juga merupakan suatu permulaan hidup baru yang berpusat pada Kristus, dalam kekuatan Roh Kudus, suatu hidup yang lebih bahagia, lebih damai, lebih harmonis, lebih suci. Ini juga merupakan suatu karya yang bersandar pada Roh Kudus dan kuasa-Nya, maka biasanyajuga menghasilkan lebih banyak buah.Karenanya, orang yang hidup dan berkaryadalam Roh akan makin cepat berkembang dalam cintakasih dan karyanya untuk membangun Kerajaan Allah di dunia ini juga semakin efektif. Mereka itu dapat melakukan banyak hal yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain yang kurang terbuka terhadap Roh Kudus.

Perkembangan ini pun mengikuti pola-pola yang berbeda-beda pula. Yang seorang mengalami perubahan yang cepat sampai kepada suatu titik tertentu. Orang ini mengalami apa yang disebut pengalaman puncak atau pengalaman kritis, artinya suatu pengalaman yang cukup mendalam yang mengubah arah hidupnya seketika itu juga. Perubahan ini memang terjadi cepat sekali sampai suatu saat tertentu, tetapi kemudian mengikuti hukum pertumbuhan yang biasa, yang diikuti pasang dan surut, terang dan gelap. Bagi yang lain mungkin perubahan dan perkembangannya lebih bertahap, tidak ada perubahan yang mengejutkan, namun lebih konstan, lebih tetap. Saya kira dalam hal ini masing-masing harus mengikuti jalannya sendiri, serta menyerahkan diri ke dalam bimbingan Tuhan, yang tahu mana yang baik bagi kita masing-masing.

Bagaimana kita dapat memperolehnya? Untuk ini dibutuhkan beberapa syarat tertentu:

1. Kita harus bertobat, harus mau berubah sungguh-sungguh, mau menempuh hidup baru, yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Kita harus rela mengubah arah hidup kita, meninggalkan segala sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Tuhan. Pendek kata, meninggalkan segala dosa.

2.Percaya bahwa hal ini sungguh-sungguh mungkin, bahwa Tuhan dapat melepaskan kuasa Roh Kudus dalam diri kita.

3. Percaya bahwa Tuhan telah menjanjikannya, dan sesungguhnya Tuhan rindu sekali memberikan Roh-Nya kepada kita (bdk. Luk 11:9-13).

4.Percaya bahwa ini hanya karunia semata-mata, tidak diberikan karena jasa-jasa seseorang atau karena ia pantas menerimanya, dan karenanya tidak dapat diperoleh karena jasa-jasa kita.

5.Namun, walaupun demikian percaya dan yakin, bahwa ini akan dikaruniakan Allah kepada siapa saja yang percaya serta memohon kepada-Nya.

Biarpun secara teoritis orang dapat menerima pencurahan Roh Kudus bila ia minta secara langsung kepada Tuhan, dan memang kadang-kadang terjadi demikian, namun dalam kenyataannya jarang kita jumpai orang yang punya iman yang sedemikian hidupnya itu, sehingga sebagian besar menerima pencurahan Roh Kudus karena bantuan orang lain, atau dalam konteks suatu retret. Karenanya Retret Awal adalah salah satu sarana untuk mempersiapkan diri serta memperoleh pencurahan Roh Kudus.

User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active

Kita tahu bahwa misteri Allah Tritunggal Mahakudus adalah misteri dasar agama Kristen. Misteri yang disebut misteri yang sesungguhnya, artinya bahwa adanya Tritunggal Mahakudus hanya bisa diketahui oleh wahyu, kita tak akan pernah sampai pada misteri Tritunggal kalau tidak diwahyukan oleh Allah sendiri. Agama-agama besar di dunia mencoba mendekati misteri Allah, dan mereka sampai pada kesimpulan tentang Allah yang tunggal tetapi tidak pernah sampai kepada Allah yang Tritunggal. Tulisan ini sedikit menjelaskan kepada kita apa sebenarnya inti dari misteri ini.


Di dalam iman Kristen, kita mengenal Allah sebagai Tritunggal yang Mahakudus, bahwa Allah itu satu sekaligus tiga pribadi. Dari situ kita dapat mengerti mengapa ketika Santo Yohanes merumuskan mengenai siapakah Allah itu, dia tidak mengatakan Allah itu keindahan, kebijaksanaan, pengetahuan atau yang lainnya, tetapi ia mengatakan bahwa Allah itu adalah kasih. Dan kalau kasih tentu saja tidak bisa sendiri, karena kasih itu terungkap keluar. Maka kita mengerti bahwa Allah ini sebenarnya adalah Tritunggal Mahakudus.

Pertama kita tahu bahwa misteri Tritunggal Mahakudus ini adalah misteri dasar agama Kristen. Misteri yang disebut misteri yang sesungguhnya, artinya bahwa adanya Tritunggal Mahakudus hanya bisa diketahui oleh wahyu, kita tak akan pernah sampai pada misteri Tritunggal kalau tidak diwahyukan oleh Allah sendiri. Agama-agama besar di dunia mencoba mendekati misteri Allah, dan mereka sampai pada kesimpulan tentang Allah yang tunggal tetapi tidak pernah sampai kepada Allah yang Tritunggal. Misalnya kita melihat dalam Perjanjian Lama di mana dikatakan Roh Allah berkali-kali  berhembus dan menghidupkan tulang-tulang yang kering kerontang seperti pada Yehezkiel. Jadi itu suatu rujukan kepada Roh Allah, tetapi bagi orang Israel pada waktu itu Roh Allah adalah Allah sendiri, jadi bukan pribadi yang berbeda. Lalu dalam kitab Kebijaksanaan, ada pujian kepada kebijaksanaan sebagai suatu pribadi tetapi di situ kita lihat bukan pribadi yang sesungguhnya melainkan suatu personifikasi. Jadi kebijaksanaan itu dipribadikan, namun bagi kita yang melihatnya di situ sudah ada wahyu Allah yang tersembunyi. Orang-orang dalam  Perjanjian Lama sendiri tidak pernah melihatnya sebagai pribadi, sehingga bagi orang Yahudi ketika Yesus mengatakan bahwa Ia adalah Anak Allah itu rupanya merupakan suatu hujatan.

Dari agama lain kita lihat misalnya dalam agama Hindu, mereka sebetulnya menghasilkan banyak mistici besar, mereka itu boleh dikatakan juga mendekati misteri Allah.  Bagi mereka Allah atau yang juga disebut Brahma  mempunyai 3 sifat hakiki, dan 3 sifat hakiki itu mendekati pengertian Tritunggal Yang Mahakudus. Brahma itu disebut ‘zat’ artinya ada, ia ada sejak semula. Sifat kedua yaitu ‘sit’ artinya kebijaksanaan. Sifat ketiga yaitu ‘ananda’ artinya kebahagiaan. Karena itu kemudian Tritunggal Mahakudus bagi orang Kristen di India diterjemahkan dengan ‘Saccidananda’. Mereka sampai kepada pengertian yang begitu dekat, tetapi bagi mereka sebetulnya Allah itu hanya satu.

Dan memang benar Allah itu adalah satu tetapi sekaligus tiga pribadi ini. Dan inilah misteri dasar seluruh iman Kristen kita dalam arti yang sesungguhnya, eksistensinya tidak  pernah dapat diduga oleh manusia dan setelah diwahyukan eksistensinya, manusia atau akal budi manusia juga tidak mampu menyelami sesungguhnya. Karena itu melampaui pengertian, maka tanpa rahmat Allah, tanpa karunia iman yang diberikan kepada kita, misteri Tritunggal Mahakudus itu  adalah suatu kebodohan. Maka dikatakan juga oleh Santo Paulus ketika ia mewartakan Kristus yang disalibkan, batu sandungan bagi orang Yahudi dan kebodohan bagi orang Yunani, karena bagaimana mungkin Allah bisa disalibkan. Oleh karena itu, kita lihat di sini misteri ini merupakan suatu misteri yang melampaui akal budi manusia. Karena itu di luar iman Kristen, orang tidak mampu mengertinya. Ini suatu yang melampaui pengertian manusia.

Lalu bagaimana kita mencoba untuk mengerti? Memang kita tidak akan pernah bisa mengerti seluruhnya, tetapi walaupun demikian ada sedikit usaha untuk menerangkan misteri itu walaupun itu tidak mengungkapkan seluruhnya. Dan keterangan ini antara lain yang terkenal berasal dari Santo Agustinus. Ia mencoba menerangkan itu dan inilah yang diberikannya:

“Karena Allah Maha Sempurna, Dia mengenal diri-Nya sendiri dalam sesaat, sekejap secara langsung mengenal diri sendiri seutuh-utuhnya, seluruhnya, dan pengenalan akan diri sendiri itu kemudian menjadi begitu sempurna sehingga seolah-olah keluar dari diri-Nya sendiri menjadi pribadi lain yang kita sebut Sang Putera.”

Oleh Karena itu Putera adalah pancaran Allah sendiri, maka Santo Paulus mengatakan bahwa Putera adalah gambaran Allah yang sempurna. Jadi ibaratnya seperti kalau orang bercermin, dia melihat gambarnya sendiri secara sempurna. Akan tetapi, tentu saja Allah tidak bercermin pada sesuatu lain di luar diri-Nya, Dia mengenal diri-Nya secara sempurna dan pengenalan ini kemudian seolah-olah lahir dari diri-Nya menjadi pribadi, tetapi tentu saja ini terjadi dari kekal, karena bagi Allah tidak ada waktu. Dan Allah itu melihat diri-Nya begitu sempurna dan Dia memberikan seluruh ada-Nya seluruh kebijaksanaan-Nya, seluruh apa yang ada pada diri-Nya diberikan pada gambar tadi yaitu Putera-Nya. Maka kita dapat mengetahui bagaimana Yesus mengatakan bahwa Putera tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Nya sendiri, tetapi apa yang diterima-Nya dari Bapa itu yang dilakukan.

Putera menerima segala sesuatu dari Bapa, yaitu seluruh ada-Nya, seluruh kebijaksanaan-Nya, seluruh kasih-Nya dan karena Dia pribadi yang sempurna, kemudian Dia adalah gambar Allah yang sempurna, dan Dia menjadi pribadi, Dia mengembalikan seluruhnya itu, apa yang diterima-Nya kepada Bapa. Dan Bapa tentu saja memberikan semuanya itu di dalam kasih yang sempurna, dan Putera juga menerima itu dan memberikan kembali segala sesuatu yang diterima-Nya itu kepada Bapa dalam suatu aliran kasih yang sempurna.

Aliran kasih yang sempurna inilah Roh Kudus. Karena itu kita tahu bahwa Roh Kudus itu keluar dari Bapa dan Putera. Roh Kudus tidak dilahirkan tetapi keluar, karena itu Dia merupakan kesatuan antara Bapa dan Putera, kasih yang mengalir secara sempurna kepada Putera dan kemudian dari Putera mengalir kembali kepada Bapa dalam suatu aliran yang terus menerus sejak kekal sampai kekal. Oleh karena itu, Roh Kudus disebut juga Roh Cinta Kasih, dan misteri besar yaitu bahwa oleh Roh kita diikutsertakan dalam aliran kasih itu, sehingga kita sebagai manusia mengambil bagian pada kodrat Allah sendiri.

Santo Petrus dalam suratnya mengatakan, “kita ini mengambil bagian pada kodrat Allah.” Itulah martabat kita yang begitu indah, begitu luhur. Dengan mengambil bagian pada kodrat Allah, kita juga disebut ilahi. Maka Santo Yohanes Salib dalam karyanya ketika mengatakan pengilahian manusia bahwa manusia oleh rahmat Allah dijadikan ilahi, disentuh oleh sentuhan-sentuhan rahmat Allah sehingga menjadi ilahi. Oleh karena itu Santo Yohanes Salib dapat berkata “jiwa itu tampaknya lebih Allah daripada manusia, ya bahkan dia adalah Allah  karena partisipasi.”

Itu suatu istilah teologi yang dipakai oleh Santo Thomas. Bahwa manusia itu adalah Allah karena partisipasi, artinya di situlah manusia betul-betul diilahikan sehingga kita akan dimuliakan dan bersinar-sinar karena kita diberi bagian pada kodrat Allah dan itulah arti kata bahwa kita ini ‘anak-anak Allah’. Kalau kita anak Allah, maka kita juga mengambil bagian dari kodrat Allah ini. Sebetulnya keluarga manusia di dunia ini merupakan pancaran dari  gambaran Tritunggal Mahakudus sendiri. Karena itu kalau pria dan wanita saling mengasihi, lalu dari buah kasih itu lahirlah anak, itu sebetulnya merupakan pancaran yang samar-samar dari Tritunggal Mahakudus. Sebenarnya bila mereka hidup sungguh-sungguh kudus dan benar, maka itu merupakan gambaran dari Tritunggal Mahakudus itu.

Di dalam Gereja ada pertentangan cukup besar dan berlangsung berabad-abad lamanya antara Gereja Barat dan Gereja Timur mengenai soal ‘filio quod’ sebab kalau dikatakan dalam bahasa Latin ‘spiritus sancti’ itu ‘proceded de Patri filio que’ à maksudnya keluar, tidak dipakai istilah dilahirkan. Dalam syahadat panjang dikatakan bahwa Putera dilahirkan oleh Allah. Itu dikatakan ‘mengenai Yesus, Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad’. Lalu di sana dikatakan juga ‘aku percaya akan Roh Kudus, Ia Tuhan yang menghidupkan, Ia berasal dari Bapa dan Putera.’ Maka kalau Putera tadi dilahirkan, tentang Roh Kudus dikatakan Ia berasal dari Bapa dan Putera. Keluar dalam bahasa Latin dipakai istilah ‘proceded de Patri filio quom’. Karena itu istilah ‘filio quom’ menjadi pertentangan hebat.

Dalam gereja barat dikatakan bahwa Roh kudus itu keluar dari Bapa dan Putera, sedangkan Gereja Timur mengatakan Ia keluar dari Bapa melalui Putera. Jadi antara yang satu ‘keluar dari Bapa dan Putera’, yang satunya ‘keluar dari Bapa melalui Putera’ ini menjadi pertentangan yang cukup serius selama berabad-abad lamanya antara Gereja Barat dan Timur. Itu soal rumusan iman yang begitu sulit, dan kalau rumusan itu keliru bisa berakibat fatal. Tetapi kemudian dewasa ini dengan adanya dialog dan pendekatan, akhirnya memang dua rumusan itu ternyata saling melengkapi, bahwa Roh kudus itu keluar dari Putera tetapi Putera itu tidak dari diri-Nya sendiri, tetapi diberi oleh Bapa menjadi prinsip keluarnya Roh Kudus. Maka dari situ ada pendekatan antara Gereja Barat dan Timur.

Tetapi, misteri Tritunggal ini merupakan misteri kasih yang begitu mendalam, dan kalau kita bayangkan itu seperti aliran kasih yang terus menerus, Bapa yang setiap saat memberikan diri seutuh-utuhnya, karena itu kita bisa mengatakan bahwa kasih atau mengasihi berarti memberikan diri, mengosongkan diri. Bapa memberikan seluruh diri-Nya kepada Putera. Sebaliknya Putera tidak menerima itu begitu saja, tetapi dikembalikan lagi kepada Bapa, maka ada aliran terus menerus yang abadi. Dan bagi kita yang sungguh indah dan luar biasa yaitu bahwa kita diberi bagian di dalam hidup Allah ini. Kita mengambil bagian dalam kehidupan Allah ini, demikian juga para malaikat di surga diberi bagian dalam kehidupan Allah. Oleh karena itu kita diilahikan. Dalam Gereja Latin disebut dengan istilah ‘divinus’ artinya diilahikan, sedangkan dalam Gereja Timur lebih sering menggunakan istilah ‘devicatio’ artinya di-Allahkan.

Ungkapan-ungkapan yang sangat berani dari Bapa gereja Timur misalnya oleh Santo Irenius, “Allah menjadi manusia supaya manusia diilahikan.” Maka itulah yang disebut ‘pertukaran suci’. Allah Putera menjadi manusia, dan Dia kemudian mau supaya manusia diilahikan. Tetapi Santo Atanasius memakai ungkapan yang lebih berani lagi,  “Allah telah menjadi manusia supaya manusia menjadi Allah.” Tentu saja kalau dikatakan manusia menjadi Allah, dalam agama-agama tertentu dikatakan kita ini adalah percikan Allah, yang biasa disebut ‘panteisme’. Namun dalam pengertian St.Athanasius ini terjadi karena partisipasi, artinya bukan dari kodratnya sendiri tetapi karena diberi bagian oleh Allah. Memang itu suatu yang rumit, tetapi sebetulnya kalau kita bisa meraba sedikit, kita akan melihat keindahannya, bahwa kita ini mempunyai panggilan yang luhur.

Jika Allah melihat kita sekarang ini, bukan melihat keadaan kita saat ini yang masih luka-luka. Akan tetapi melihat bagaimana pada akhirnya setelah kita sempurna diilahikan. Tentu saja pengambilan bagian ini berbeda-beda satu dengan yang lain. Yang satu boleh dikata lebih intensif sehingga dapat dikatakan semua seperti bintang-bintang di langit, semua berkilauan. Namun yang satu lebih terang dari yang lain. Tentu saja kalau kita lihat, nanti di surga kita seperti itu memancar berkilau-kilau, tetapi yang satu berbeda dengan yang lain, sesuai dengan rahmat dan panggilan Allah, juga sesuai dengan kerelaan kita melaksanakan kehendak Allah. Kalau di dunia ini kita sudah dimurnikan dan mau bekerja sama dengan rahmat Allah, maka pemurnian-pemurnian di sini dapat dikatakan sekaligus pemurnian yang membawakan jasa, sehingga kemuliaan kita setiap kali akan bertambah. Akan tetapi kalau pemurnian di api penyucian, penuh penderitaan namun tanpa jasa. Jadi masing-masing jiwa di surga akan berbeda satu dengan yang lainnya. Jadi di sinilah keindahan kita. Kita mempunyai tujuan hidup yang luhur yang disediakan oleh Allah.

Jadi segala penderitaan dan salib-salib tidak ada artinya, jika dibandingkan dengan kemuliaan yang disediakan Tuhan bagi kita. Seperti yang dikatakan oleh  Santo Paulus bahwa pengenalan akan Yesus Kristus yang lebih mulia itu menjadikan segala sesuatu yang lain kelihatan seperti sampah.  Maka kita juga tidak akan mengejar-ngejar kemuliaan, kehormatan, kedudukan di dunia ini, tetapi dari pihak lain kita mau berkarya untuk mengambil bagian dalam karya keselamatan.

Karya kita yaitu supaya setelah kita sendiri mengenal Allah, setelah kita sendiri boleh mengalami kasih-Nya, kita mau supaya orang lain juga yang dikasihi Allah ini boleh mengenal dan mengasihi Dia dan mengambil bagian dalam keselamatan serta hidup abadi itu. Cara yang terbaik dan berkenan pada Allah yaitu bila kita dapat menjadi alat-alat di tangan Tuhan untuk membawa banyak jiwa kepadaNya. Kita berharga bagi Allah, maka betapa rindunya Tuhan supaya semakin banyak jiwa yang diselamatkan.

Untuk memuliakan Tuhan yang paling baik adalah mewartakan kasih Allah kepada orang lain, menyatakan namaNya, mewartakan kerahiman-Nya kepada dunia. Seluruh hidup kita harus diarahkan untuk memuliakan Allah. Oleh rahmat Tuhan kita diselamatkan dan juga kita diberi bagian di dalam karya penyelamatan. Itulah yang disebut imamat orang beriman, kita dapat mengambil bagian dalam karya Kristus bagi keselamatan dunia. Jika kita harus menanggung salib dan penderitaan, kita dapat mempersembahkannya untuk keselamatan banyak jiwa.

Karena Allah begitu mengasihi kita maka Dia mau menjadi manusia, dan di antara ketiga pribadi yang dapat menjadi manusia hanyalah Putera, tidak mungkin Roh Kudus atau Bapa yang menjelma menjadi manusia. Karena itu Santo Paulus mengatakan bahwa kita ini dijadikan anak-anak Allah di dalam Sang Putera oleh kuasa Roh Kudus. Jadi selalu setiap perbuatan ilahi adalah perbuatan Bapa, Putera dan Roh Kudus. Oleh karena itu karya keselamatan adalah karya Tritunggal Mahakudus, tetapi ada semacam apropriasi yaitu dikatakan bahwa Putera yang menebus manusia sebetulnya ialah Allah sendiri, tetapi ada apropriasi yang seolah-olah itu bagian Putera, ini bagian Roh Kudus, dan semua menuju kembali kepada Bapa sumber segala sesuatu.

Begitu luhur dan indah rahmat kehidupan kita. Oleh karena itu, jika menyadari semua ini kita juga dengan rela mau menanggung beban-beban dalam hidup ini. Kalau semua kita tanggung bersama Kristus, betapapun beratnya beban itu maka akan menjadi ringan. Oleh karena itu, kita mau menyerahkan semua bersama dengan Kristus, karenanya semua beban kalau kita terima dengan rela hati dan kita persembahkan, ini sebetulnya yang disebut  kebijaksanaan para kudus. Mempersembahkan semua beban dan penderitaan kepada Tuhan demi keselamatan jiwa-jiwa. Ini mempunyai dua keuntungan. Dengan kurban-kurban yang kelihatannya tidak berarti kita bisa menyelamatkan orang lain. Kedua jika kita bisa mempersembahkan beban-beban dan kesukaran kepada Tuhan, maka kita tidak akan merasakan beban itu dan bahkan yang dulunya menekan justru akan menimbulkan sukacita kalau kita persembahkan kepada Tuhan. Kalau kita mengeluh maka bebannya menjadi semakin berat, tetapi apabila beban berat itu dipersembahkan akan menjadi ringan. Jadi karena itu baiklah kita selalu hidup di dalam iman. Iman mampu melihat apa yang tidak dapat dilihat oleh akal budi biasa.

Maka demikianlah hidup kita dan jangan lupa bahwa hidup kita di dunia ini hanya sebentar saja. Oleh karena itu, marilah kita bersyukur kepada Tuhan untuk rahmat besar, pengertian dan tujuan yang begitu indah yang ditawarkan Tuhan kepada kita.

User Rating: 4 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Inactive

Karisma dalam gereja Katolik dipahami sebagai pemberian Allah yang gratis kepada seseorang demi pelayanan kasih kepada Allah dan sesama. Karisma ini bukanlah sesuatu yang diwariskan atau diterima sejak kecil atau ada dalam kodratnya melainkan diterima oleh seseorang berkat Sakramen Baptis dan Sakramen Krisma. Oleh karena itu, karisma merupakan pemberian dari Allah secara adikodrati dan karisma selalu terarah keluar dan memampukan seseorang untuk memberikan pelayanan secara efektif demi Kerajaan Allah.



Pengertian Karisma

Karisma berasal dari bahasa Yunani yang mengungkapkan suatu rahmat aktual dari Allah yang diberikan secara cuma-cuma. Karisma atau karunia-karunia rohani adalah kemampuan khusus yang diberikan Allah kepada orang-orang Kristen untuk memampukan mereka menjadi saluran kasih Allah dan karunia-karunia itu diberikan untuk pembangunan tubuh Kristus, yaitu Gereja.

Dalam Roma pasal 12, pemberian karunia-karunia selalu dihubungkan dengan tubuh Kristus dan dalam tubuh ini ada banyak macam panggilan pelayanan. Misalnya kelompok St. Dominikus yang memiliki karisma berkotbah dan pengajaran, kelompok St. Don Bosco dalam bidang pastoral, kelompok Beata Teresa dari Calcuta dalam bidang belaskasih Allah, kelompok St. Vincentius a Paulo dalam bidang pelayanan, atau para Karmelit yang diberi karisma khusus dalam bidang spiritualitas. Apabila masing-masing pribadi ataupun kelompok menyadari karisma yang diberikan Tuhan maka karunia itu akan semakin berkembang.

Semua karisma yang diberikan Allah kepada seseorang ataupun kelompok merupakan suatu rahmat besar demi pertumbuhan Gereja. Dalam Katekismus Gereja Katolik No.2003 dikatakan bahwa rahmat pada tempat pertama adalah anugerah Roh Kudus yang membenarkan dan menguduskan kita. Tetapi di dalam rahmat termasuk juga anugerah-anugerah yang Roh berikan kepada kita, untuk membuat kita mengambil bagian dalam karya-Nya serta menyanggupkan kita untuk berkarya demi keselamatan orang lain dan pertumbuhan Tubuh Kristus, yaitu Gereja. Termasuk didalamnya rahmat-rahmat sakramental, artinya anugerah-anugerah khusus dalam Sakramen yang berbeda-beda. Termasuk juga di dalamnya rahmat-rahmat khusus, yang dinamakan karisma sesuai dengan ungkapan Yunani yang dipergunakan oleh Santo Paulus, yang berarti kemurahan hati, anugerah bebas dan perbuatan baik (bdk.LG No. 12). Ada berbagai macam karisma, seringkali juga yang luar biasa seperti anugerah mukjizat atau anugerah bahasa. Semuanya itu diarahkan kepada rahmat pengudusan dan bertujuan pada kesejahteraan umum Gereja. Karisma itu harus mengabdi kasih yang membangun Gereja (1 Kor.12). Dalam Konsili Vatikan II dinyatakan bahwa Gereja membuka diri dan mengakui pentingnya karisma.

Apakah karisma ini sama dengan bakat? Karisma tidak sama dengan bakat dan memang terkadang sulit untuk membedakan antara keduanya, namun bisa dilihat dari buah-buahnya. Misalnya orang yang berbakat musik, orang yang mendengar mungkin akan kagum akan permainannya tetapi semuanya akan berhenti sampai di situ. Lain lagi kalau orang diberi karunia musik, orang yang mendengarnya akan tersentuh hatinya dan dibawa kepada Allah. Bakat bisa diubah dan disempurnakan menjadi karisma bila seseorang itu terbuka terhadap karya Allah, seperti kata St. Thomas Aquinas: Gratia Perficit Naturam artinya, rahmat menyempurnakan kodrat. Tuhan yang telah menciptakan manusia, Tuhan yang memberi bakat-bakat alami kepada manusia maka Tuhan tidak mungkin menghancurkan apa yang telah diciptakan-Nya lebih dahulu tetapi justru Dia menyempurnakannya.

Karisma ini bukanlah sesuatu yang diwariskan atau diterima sejak kecil atau ada dalam kodratnya melainkan diterimanya berkat Sakramen Baptis dan Sakramen Krisma. Oleh karena itu, karisma merupakan pemberian dari Allah secara adikodrati (Katekismus No.2005) dan karisma selalu terarah keluar dan memampukan seseorang untuk memberikan pelayanan secara efektif demi Kerajaan Allah.


Sifat dari Karisma

Ada karisma yang bersifat sementara, yaitu diberikan Tuhan pada kesempatan tertentu tetapi tidak secara tetap. Karisma sementara ini tidak bisa diperkembangkan. Disamping karunia sementara, orang Kristen diberikan satu atau lebih karunia tetap, artinya diberi kemampuan oleh Tuhan untuk melakukan pelayanan tertentu sehingga dalam bidang itu orang ini dapat melakukannya dengan sangat baik.

Siapa yang diberi Karunia?
 

Apakah semua orang Kristen diberi karunia? Menurut Perjanjian Baru memang semua orang Kristen diberi karunia oleh Tuhan melalui Sakramen Baptis dan Krisma, ini juga dinyatakan dalam Katekismus Gereja Katolik no.951.

Seringkali kita tidak mengerti bahwa kita mempunyai karisma dan seperti yang telah dikatakan diatas bahwa sebenarnya setiap orang diberi karisma karena kita semua dipanggil atau diutus Tuhan. Kita sebagai utusan Allah maka kita membutuhkan kuasa Allah untuk melakukan tugas panggilan kita. Oleh karena itu, karisma sekaligus merupakan alat-alat yang diberikan kepada para murid Yesus sehingga mereka itu dapat melakukan misi panggilannya dengan baik dan juga diberikan itu untuk mengetahui bidang apa yang sebetulnya yang menjadi panggilan mereka.


Ada tiga tanda utama untuk mengerti karisma:

1.     Karisma bersifat efektif. Bila orang mempunyai karisma maka dalam bidang itu akan terlaksana. Misalnya orang yang memiliki karisma mengajar maka orang akan mendengarkan pengajarannya dengan senang hati, bisa menarik dan membawa orang kepada Tuhan.

2.     Dari pengalaman yang membangun dan menyenangkan. Allah tidak memberikan kepada kita karisma supaya menjadi beban tetapi orang yang diberi karisma tertentu akan melakukan hal itu dengan senang hati. Misalnya orang yang mempunyai karisma melayani, dia akan melakukannya dengan senang hati. Sama seperti bila kita melakukan kebajikan, kita akan melakukannya dengan rasa senang dan nyaman namun kadang-kadang tidak selalu demikian, kadang pada permulaan ada semacam sedikit pertentangan tapi setelah diatasi akan berjalan dengan baik dan dengan senang.

3.     Afirmasi atau peneguhan dari orang lain. Peneguhan bisa datang secara langsung dan tidak langsung. Misalnya orang yang memiliki karunia penyembuhan mendoakan seseorang yang sakit kemudian disembuhkan seketika itu juga, ini kelihatan jelas tetapi afirmasi juga bisa melalui orang lain atau orang banyak datang kepada kita minta didoakan penyembuhan daripada datang kepada orang lain.


Jumlah Karisma

Karisma atau karunia-karunia rohani sebenarnya tidak hanya terbatas pada sembilan karunia saja seperti yang termuat di dalam 1 Kor.12:7-11 tetapi lebih dari itu.

Dalam Rom. 12:6-8: “Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita. Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar; jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita.”

1 Kor. 12:7-11 “Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama. Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan. Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mukjizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu. Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya.”

Ef. 4:11-13 “Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.”

1 Kor. 12:27-30 “Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya. Dan Allah telah menetapkan beberapa orang dalam Jemaat: pertama sebagai rasul, kedua sebagai nabi, ketiga sebagai pengajar. Selanjutnya mereka yang mendapat karunia untuk mengadakan mukjizat, untuk menyembuhkan, untuk melayani, untuk memimpin, dan untuk berkata-kata dalam bahasa roh. Adakah mereka semua rasul, atau nabi, atau pengajar? Adakah mereka semua mendapat karunia untuk mengadakan mukjizat, atau untuk menyembuhkan, atau untuk berkata-kata dalam bahasa roh, atau untuk menafsirkan bahasa roh?”

Beberapa Karisma

1.     Administrasi, yaitu suatu karunia yang diberikan Tuhan kepada seseorang untuk menjadi saluran yang efektif bagi kebijaksanaan Allah dengan memberikan perencanaan dan koordinasi untuk melakukan hal-hal yang baik. Kadang orang Kristen berpikir bahwa karunia ini merupakan sesuatu yang membosankan atau sebagai birokrat-birokrat yang menjemukan tetapi sebenarnya itu berbeda. Bahkan sebetulnya di dalam Gereja dipakai istilah administrator, kalau seorang Uskup mengundurkan diri atau meninggal dan masih kosong, diangkat seorang administrator, jadi suatu tugas yang cukup penting. Dan kalau kita lihat di dalam sejarah, orang-orang yang sangat efektif di dalam melaksanakan rencana-rencana Tuhan  itu ialah mereka yang disebut dengan administrator. St. Vincentius a Paulo adalah seorang administrator yang baik demikian juga dengan St. Teresa Avila yang mengkoordinir segala macam hal dengan baik dan sempurna disamping sebagai seorang pemimpin. Mereka itu menjadi efektif karena mereka diberi karisma ini. Mereka merupakan genius-genius yang mempunyai karunia mengatur, mengorganisir dan merencanakan segala sesuatu dengan baik. Karisma ini kadang agak dicampur adukkan dengan karunia kepemimpinan atau pelayanan. Seorang pemimpin sebetulnya lebih mengarah kepada yang mempunyai satu visi yang original dengan sedemikian meyakinkan sehingga diikuti oleh orang yang lain, sedangkan administrator lebih pada mau melaksanakan suatu visi yang sudah ada. Jadi seorang administrator bisa juga sekaligus pemimpin. Seorang pemimpin adalah orang yang mampu melihat persoalan-persoalan yang ada dan kebutuhan-kebutuhannya apa, sedangkan seorang administrator mencoba memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada, mungkin dia tidak mempunyai visi sendiri tetapi visi dari orang lain dan dia melaksanakan. Seorang pemimpin tidak harus seorang administrator. Jadi, orang yang memiliki karunia ini diberi karunia untuk menyelesaikan masalah-masalah. Misalnya orang yang memiliki karunia pelayanan, dia peka terhadap kebutuhan-kebutuhan yang ada (entah bagi perorangan atau organisasi) dia cenderung melakukannya sendiri, sebaliknya seorang administrator dengan mudah dapat mendelegasikan kepada orang lain sehingga dapat diselesaikan dengan lebih baik.

2.     Selibat, yaitu karunia istimewa yang diberikan Tuhan kepada seseorang yang memampukan dia untuk dapat menyerahkan atau memberikan diri kepada Tuhan. Penyerahan diri ini diungkapkan dengan tidak menikah atau hidup sebagai perawan (menjadi imam, biarawan-biarawati ataupun selibat awam).

3.     Mukjizat, yaitu karunia yang diberikan Tuhan kepada seseorang dimana orang tadi menjadi saluran dan alat didalam tangan Tuhan untuk melakukan hal-hal yang melampaui kekuatan alam dan kekuatan kodrat dan bahkan agak bertentangan dengan hukum-hukum kodrat. Misalnya, membuat air menjadi anggur, berjalan diatas air, membangkitkan orang mati, penyembuhan-penyembuhan besar.

4.     Pembedaan Roh (discernment of Spirit), karisma ini berbeda dengan penegasan rohani. Dalam penegasan rohani (menurut spiritualitas Ignasian) yaitu untuk mengenali apa kehendak Tuhan bagi saya. Misalnya harus melakukan ini atau itu, diantara dua pilihan yang baik, ini disebut dengan penegasan rohani. Sedangkan Karisma ini untuk mengetahui roh apa yang menjiwai seseorang atau perbuatan tertentu dan kalau orang diberi karunia ini maka ini merupakan karunia yang sangat berharga karena dengan segera orang menjadi tahu roh apa yang menjiwainya.

5.     Penyemangatan/nasihat, yaitu memampukan seseorang untuk menjadi saluran kasih Allah dengan membantu orang lain melalui kehadiran atau kata-kata dan nasihatnya. Jadi, bila seseorang mempunyai karisma ini orang yang konsultasi dengan dia akan mendapatkan kekuatan. Kadang orang seperti ini lebih-lebih bila karisma ini disertai dengan sabda pengetahuan maka akan menjadi efektif sekali.

6.     Evangelisasi, yaitu memampukan seorang Kristen untuk menjadi saluran Allah dengan berbagi iman dengan orang lain sedemikian rupa sehingga orang itu mau bertobat dan menjadi murid Kristus. Evangelisasi tidak berarti harus berbicara di depan umum tetapi juga ada yang disebut dengan evangelisasi pribadi, yaitu orang yang selalu didorong untuk membagikan iman kepada orang lain.

7.     Iman, yaitu suatu kemampuan yang diberikan Tuhan sehingga melalui suatu kepercayaan akan cinta kasih dan kuasa Allah dan penyelenggaraan-Nya bisa menjadi saluran terjadinya suatu perbuatan yang melampaui kekuatan manusia. Karunia iman tidak sama dengan kebajikan iman. Tetapi karunia iman memang berhubungan erat dengan kebajikan iman dan kebajikan iman itulah yang sebetulnya menjadi dasar. Ini juga berdasarkan pada relasi yang mendalam dengan Allah. Orang yang mempunyai karunia ini, banyak hal yang tampaknya mustahil itu bisa terjadi. Karunia ini harus dilihat dari dua sisi: karunia yang berhubung dengan perbuatan-perbuatan tertentu, misalnya dalam penyembuhan, ketika mendoakan mendapat karunia ini dan yakin bahwa dia akan sembuh maka itu benar-benar terjadi tetapi karunia ini tidak saja dibatasi dengan karunia penyembuhan saja tetapi juga dalam bidang-bidang lain, misalnya dalam situasi-siatuasi yang sulit mempunyai kepastian-kepastian bahwa Tuhan pasti menolong, dengan demikian maka tanpa keraguan ini merupakan karunia iman yang sangat besar. Oleh karena itu orang-orang yang mempunyai karunia ini memiliki kepercayaan yang tidak goyah. Kita kenal kata-kata St. Teresa Avila: ”Teresa bukan apa-apa, satu dukat emas bukan apa-apa tapi Yesus, Teresa dan satu dukat emas bisa segala-galanya” juga pada Muder Teresa dari Calcuta.

8.     Memberi, yaitu seseorang diberi Tuhan satu kemurahan hati sehingga dia dengan gembira membagikan miliknya kepada orang lain. Dalam tradisi Gereja disebut dengan pekerjaan kerahiman. Memang setiap orang harus demikian tetapi ada orang-orang tertentu yang mempunyai karunia khusus dalam bidang ini dan ini merupakan suatu kesaksian dari kasih kepada sesama. Memberi merupakan bagian norma dari kehidupan Kristen tetapi diantara orang-orang ini, yaitu mereka yang diberi rahmat agak khusus dalam bidang ini akan dengan sukacita memberi kepada orang lain. Dan St. Paulus dapat mengatakan bahwa Tuhan senang dengan orang yang memberi dengan gembira (2 Kor. 9:7).

9.     Penyembuhan, yaitu memampukan seseorang untuk menyalurkan kuasa kasih Allah kepada seseorang yang sakit sehingga mendapat kesembuhan. Orang yang memiliki karunia ini biasanya juga mempunyai iman sehingga orang-orang yang didoakan menjadi sembuh.

10.   Menolong, orang yang diberi kemampuan dalam memakai talenta serta karismanya untuk memungkinkan orang melayani Tuhan dan sesama dengan lebih efektif. Orang ini betul-betul diberi kemampuan secara adikodrati untuk melayani Tuhan dengan baik. Bukan dia sendiri yang melayani, tetapi membantu orang dalam pelayanan. Bukan dia yang tampil, tetapi membantu orang lain supaya bisa berkembang. Orang dengan karisma ini membantu orang lain supaya orang itu berhasil dalam menjalankan tugas atau panggilan yang diberikan oleh Tuhan. Orang seperti ini lebih suka membantu di belakang layar. Umumnya orang ini tidak dikenal. Orang ini mempunyai semacam kewibawaan yang tenang dan mempunyai visi tentang arah yang jelas sehingga begitu tampak meyakinkan. Tetapi orang-orang tertentu secara naluriah mengenal orang yang memiliki karunia ini. Karunia ini merupakan sesuatu yang sangat personal. Seorang penolong merasa terpanggil untuk membantu pribadi-pribadi tertentu dan bukan untuk melakukan suatu tugas tertentu untuk dilaksanakan, jadi tertuju kepada “membantu” orangnya untuk melakukan tugas tertentu. Orang yang memiliki karunia ini sangat berharga walau sering  kurang dimengerti dan tidak dihargai oleh orang lain.

11.   Hospitalitas, karunia ini memungkinkan orang dengan murah hati untuk menerima tamu-tamu dan juga mereka-mereka yang berkekurangan dan butuh makanan, tempat istirahat dan persahabatan. Sebenarnya hospitalitas ini merupakan salah satu kebiasaan Gereja yang hidup sudah sejak lama. Dalam abad-abad pertengahan banyak biara-biara didirikan ditempat-tempat peziarahan untuk menerima para peziarah karena pada zaman dulu bila berziarah dengan berjalan kaki. Karisma ini merupakan salah satu karisma sosial yang bersama dengan kepemimpinan, administrasi dan penggembalaan serta pengajaran merupakan bagian yang penting dalam suatu kehidupan komunitas kristiani. Tiap orang Kristen sebenarnya punya peranan untuk menyambut orang asing tapi orang yang diberi karisma ini sangat peka terhadap kebutuhan para tamu.

12.   Doa Intercesi kadang dipakai istilah doa syafaat, karisma ini memampukan orang untuk berdoa secara intensif bagi orang lain supaya mereka boleh mengalami kasih Allah atau didoakan permohonannya. Doa ini berbeda dengan doa kontemplasi, karena tujuan doa intercesi ini untuk kepentingan orang lain atau Gereja.

13.   Pengetahuan, berbeda dengan sabda pengetahuan. Disini ialah satu dorongan untuk selalu belajar mengenal jalan-jalan Tuhan khususnya kebenaran-kebenaran iman lebih mendalam melalui studi, renungan, bacaan-bacaan dan sebagainya. Tentu saja ini bukan orang-orang yang belajar hanya sekedar ingin tahu. Oleh karena itu, orang yang memiliki karunia ini juga memiliki karunia lain karena erat hubungannya dengan karunia mengajar, karunia menulis, karunia nasihat, kepemimpinan dan nubuat.

14.   Kepemimpinan, memampukan orang Kristen untuk menjadi alat di tangan Tuhan untuk mensharingkan suatu visi dan tujuan yang lebih baik serta mengarahkan orang kepada suatu tujuan itu. Orang yang diberi karunia ini merupakan alat-alat Tuhan. Kadang ada orang yang pandai tapi yang tidak tahu menemukan arah, maka orang yang punya karunia ini dapat memberi visi kepada orang tertentu dan dengan demikian bersama-sama mereka itu bisa mengubah sesuatu yang ada demi suatu tujuan yang lain yang lebih jelas. Kalau orang yakin dapat mengubah menjadi suatu visi tertentu maka itu bisa berubah. Para pemimpin ini biasanya adalah orang-orang yang dapat menemukan persoalan-persoalan, sedangkan administrator tadi menyelesaikan persoalan. Seorang pemimpin tidak selalu memiliki karunia administrasi tapi kalau mempunyai maka sangat efektif.

15.   Belaskasihan, orang dengan karisma ini menjadi saluran Allah untuk menyalurkan belaskasihan Tuhan serta membantu mereka-mereka yang ada dalam kesusahan dan kesukaran sehingga mereka dapat mengalami kasih Allah. Salah satu contoh yang jelas ialah Muder Teresa dari Calcuta yang memiliki karisma ini secara istimewa. Mereka ini melayani orang miskin dan menghargai mereka tidak dengan paksa tapi betul-betul menunjukkan kerahiman Allah. Tapi ada bentuk lain, yaitu kerahiman rohani yaitu mereka-mereka yang menderita secara rohani.

16.   Misionaris, untuk mewartakan Injil atau menanamkan Gereja di suatu budaya atau negara asing.

17.   Bahasa Roh, yang dimaksud disini adalah karunia berbicara dalam bahasa roh. Karunia ini harus diikuti dengan karunia tafsiran. Jika dalam sebuah kelompok doa muncul karunia ini maka hendaknya dalam kelompok itu bersama-sama mohon karunia tafsiran.

18.   Menggembalakan, yaitu memungkinkan seseorang menjadi alat Tuhan untuk membangun suatu komunitas kristiani dan memelihara hubungan-hubungan jangka panjang demi perkembangan rohani suatu kelompok. Karisma ini diberikan kepada baik para imam maupun awam yang dapat melakukan tugas ini. Karisma ini memungkinkan seseorang untuk membina hubungan personal dan membantu pertumbuhan suatu kelompok Kristen. Banyak juga awam-awam yang memiliki karunia ini dan kelompok itu bisa tumbuh dengan baik. Demi efektifitas pelayanan maka kelompok janganlah terlalu besar.

19.   Nubuat, yaitu suatu karunia dimana Tuhan menyatakan pesan-Nya kepada seseorang atau sekelompok orang. Karunia ini membantu seseorang ataupun kelompok untuk dapat mengerti kehendak Tuhan dalam banyak bidang kehidupan Kristiani.

20.   Pelayanan, memungkinkan seorang untuk melihat kebutuhan-kebutuhan yang ada dan orang ini boleh dikatakan mau melakukan sendiri apa yang dibutuhkan itu. Karunia ini merupakan suatu karunia yang memungkinkan orang dapat menghadapi tantangan-tantangan atau masalah-masalah tertentu dan mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mengubah persoalan yang ada.

21.   Mengajar, karunia yang memampukan seseorang untuk dapat memberikan pengajaran kepada orang lain sehingga dapat menarik atau membawa orang yang mendengarnya kepada Tuhan.

22.   Kemiskinan sukarela, yaitu karunia yang memampukan seseorang atau kelompok untuk dapat membagikan hati dan hidupnya bagi mereka yang dilayani, kaum miskin dan tertindas tanpa mengharap imbalan apa pun.

23.   Kebijaksanaan, memungkinkan seorang untuk dapat melihat dan menghadapi persoalan dengan solusi yang kreatif dan bisa mengambil keputusan yang baik. Kebijaksanaan ini merupakan hal yang sangat penting, baik dalam tradisi Yahudi maupun tradisi kristiani. Orang yang diberi karunia ini diberi suatu kemampuan untuk menerima pengertian-pengertian atau pandangan yang memungkinkan seorang itu tampil dengan solusi yang praktis dalam menghadapi problem. Orang-orang ini akan melihat bagaimana persoalan itu bisa dihadapi dengan solusi yang kreatif. Dengan demikian, orang-orang yang memiliki pengetahuan dengan karunia ini dapat mengaplikasikannya dalam kasus-kasus konkret secara baik.

24.   Tafsiran, yaitu kuasa yang diberikan Tuhan kepada seseorang untuk berbicara dalam bahasanya sendiri serta menyampaikan suatu tafsiran dari apa yang diucapkan dengan keras melalui karunia berbicara dalam bahasa roh.

25.   Pembebasan, yaitu karunia untuk melayani orang yang diganggu roh jahat. Walau setiap orang Kristen pada saat-saat tertentu harus dapat mendoakan doa pembebasan tapi orang tertentu diberi karisma khusus dengan mantap dapat melayani pembebasan.

26.   Sabda Pengetahuan, yaitu memungkinkan seseorang untuk menerangkan kebenaran-kebenaran ilahi dengan jelas dan penuh urapan, bisa dipakai pada pelbagai kesempatan, misalnya saat doa penyembuhan atau saat konseling.

27.   Musik, suatu karunia yang memampukan seseorang untuk memainkan musik atau mencipta lagu dan orang yang mendengar dibawa kepada Allah.

28.   Menulis, tidak sembarangan/sekedar menulis saja, tapi menulis sedemikian rupa sehingga membawa orang kepada pertobatan atau kepada Allah, seperti pewartaan. Karisma ini merupakan karisma yang sangat penting karena melalui tulisan dapat menjangkau orang yang jauh sekalipun.

29.   Ketrampilan, dengan karya-karya tangannya menciptakan hal yang bagus dan membawa kepada Tuhan. Karunia ini merupakan karunia dari Roh Kudus yang berhubungan dengan dunia materi ini. Disini termasuk pula cara menyajikan dengan baik (dalam hal memasak, menjahit, konstruksi bangunan dan sebagainya).

Jadi, karisma yang diberikan Allah kepada seseorang atau kelompok tidak terbatas jumlahnya karena karya Allah tidak dapat dibatasi. Oleh sebab itu, marilah kita terbuka terhadap karya-Nya agar Dia dapat secara bebas melakukan karya penyelamatan bagi Gereja dan dunia.

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting