User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Article Index

Dewasa ini Gereja Katolik Indonesia sedang menggeluti realitas komunitas basis, yang ternyata tidak begitu mudah, karena realitas itu ternyata banyak sekali seginya. Gagasan dasarnya juga ternyata berbeda-beda, demikian pula titik tolaknya. Ada yang berorientasi pada persoalan sosial, perjuangan keadilan, namun ada juga yang lebih berorientasi kepada realitas rohani dan keagamaan. Dalam uraian kami pada halaman-halaman berikut akan lebih berbicara tentang sistim sel dalam rangka hidup gerejani yang menyeluruh, yang bertitik tolak pada usaha penghayatan Injil dalam iman.


Pengantar

Dewasa ini Gereja Katolik Indonesia sedang menggeluti realitas komunitas basis, yang ternyata tidak begitu mudah, karena realitas itu ternyata banyak sekali seginya. Gagasan dasarnya juga ternyata berbeda-beda, demikian pula titik tolaknya. Ada yang berorientasi pada persoalan sosial, perjuangan keadilan, namun ada juga yang lebih berorientasi kepada realitas rohani dan keagamaan. Dalam uraian kami pada halaman-halaman berikut akan lebih berbicara tentang sistim sel dalam rangka hidup gerejani yang menyeluruh, yang bertitik tolak pada usaha penghayatan Injil dalam iman. Yang akan dibahas di sini ialah suatu bentuk penghayatan Injil yang menyeluruh, yang menyangkut seluruh aspek kehidupan kristiani orang beriman. Kami akan mengemukakan dua model: yang satu ialah sistim sel paroki yang berorientasi seluruhnya pada kehidupan paroki dan segala sesuatu diarahkan kepada kehidupan paroki tersebut dalam segala aspeknya. Yang lain ialah sistim sel komunitas, yang walaupun bertujuan untuk juga menjadi ragi di dalam paroki masing-masing, namun memiliki tujuan yang lebih luas daripada paroki, walaupun akhirnya masing-masing anggota akan menjadi anggota paroki yang berguna. Kami akan memberikan gambaran yang singkat tentang realitas tersebut, namun menyeluruh.

I. REALITAS SISTIM SEL PAROKI DALAM GEREJA

1. Gereja Saint Boniface di Florida

Kalau saudara-saudara kristen dari gereja lain mengenal apa yang mereka sebut dengan istilah Gereja Sel, dalam Gereja Katolik orang mengenal apa yang disebut dengan nama Sistim Sel Paroki. Namun dengan rendah hati kita harus mengakui, bahwa inspirasi itupun datangnya dari luar Gereja Katolik dan kalau diurut-urut akhirnya kembali kepada Gereja Cho Yonggi di Korea. Rupanya itu bermula pada perkenalan Michael Eivers dari St Boniface dari Florida dengan gereja Cho Yonggi. Sesudah itu dia berusaha mengetrapkan prinsip sistim sel itu dalam parokinya dengan suatu modifikasi dan penyesuaian dengan teologi katolik. Sistim sel yang diterapkannya dalam paroki St Boniface di Florida rupanya cukup berhasil, sehingga dari suatu paroki yang hampir mati St Boniface berubah menjadi suatu paroki yang sangat hidup dan dinamis. Sebuah kesaksian yang menarik diberikan oleh Don Pigi Perini, pendiri sistim sel paroki di Milano, Italia, sebagai berikut:

Seorang romo telah menunjukkan kepada saya sebuah artikel dari suatu majalah Amerika yang berjudul: “Paroki yang berkobar-kobar.” Yang dimaksud ialah paroki St Boniface di Florida, di mana pastornya Michael Eivers, memimpin sebuah paroki yang luar biasa hidup. Maka kataku: “Mari kita lihat, apakah hal itu benar ataukah hanya dongeng saja.”

Beberapa waktu kemudian kami berada di Florida. Apakah yang saya lihat ? Tulisan itu hanyalah sebuah gambaran yang sama-samar dari realitasnya. Di situ saya jumpai “sel-sel paroki evangelisasi”, seperti yang tertulis, namun lebih dari-pada itu saya menjumpai sebuah gereja yang tidak pernah berani saya mimpikan realitasnya, sebuah gereja dari Kisah para Rasul. Rahasia kesuksesannya ? Adorasi Sakramen Mahakudus selama 6 sampai 24 jam. Dalam sebuah kapela selalu ada saja orang-orang yang berdoa di depan Sakramen Mahakudus yang ditahtakan. Di sana saya jumpai pula adanya suatu hospitalitas (kerelaan menerima tamu) yang luar biasa. Bila saya tiba dalam sebuah keluarga, orang segera berkata kepadaku: “Saya akan menceriterakan bagaimana saya telah bertemu Yesus …” Tetapi celakanya ialah, bahwa pada akhirnya orang bertanya kepada saya: “Dan Anda, bagaimanakah caranya Anda telah bertemu dengan Dia ?” Saya merasa lemas… Mereka telah berjumpa dengan Yesus, mereka ingat akan hari dan jamnya. Tetapi saya, saya pernah bertemu sekali dengan presiden Republik Jerman dan saya masih ingat. Tetapi tentang Yesus, saya tidak ingat

Apa rahasia keberhasilan St Boniface? Keberhasilan itu ditunjang oleh beberapa unsur pokok:

1.  pengalaman Roh Kudus lewat pencurahan Roh atau pembaptisan Roh Kudus yang membawa kepada pengalaman kasih Allah.

2.  semangat evangelisasi yang besar, yang ditanamkan ke dalam hati anggota-anggota sel paroki itu.

3.  penekanan pada pentingnya evangelisasi oikos, yaitu lingkungan hidup dan kerja mereka

4.  pergandaan sel yang terus-menerus

5.  adorasi kontinyu yang dilaksanakan dalam paroki

Kecuali itu St Boniface memiliki sistim pembinaan yang cukup baik dan sistim komunikasi yang lancar. Para pemimpin sel harus dibina dengan sungguh-sungguh dan mereka harus mengikuti pembinaan dalam: St Boniface Parish Cell System. St. Boniface Cell Leaders’ Training Manual. Di dalam training manual itu dipaparkan prinsip-prinsip dasar kehidupan sel dan bagaimana mengelolanya. Juga dalam pertemuan mingguan diberikan pengajaran lewat kaset yang dibagikan tiap-tiap minggu. Dengan demikian St Boniface menjadi sebuah paroki yang sangat dinamis. St Boniface menjadi paroki yang karismatik. Hal itu dapat terlaksana, karena pada awalnya paroki itu adalah paroki yang hampir mati.

Dari St Boniface inilah sistim sel paroki itu menyebar luas sampai ke Eropah lewat Don Pigi Perini dari Sant’ Eustorgio di Milano, Italia.

2. Paroki Sant’Eustorgio, di Milano, Italia.

Setelah kunjungannya ke St Boniface di Florida, Don Pigi menjadi berubah, rupanya setelah dia mengalami pencurahan atau pembaptisan Roh Kudus. Hidupnya berubah dan nilai-nilai yang dihayatinya juga berubah. Perubahan itu rupanya cukup menyolok, sehingga dia diolok-olok orang dan orang mengatakan kepadanya: Don Pigi sudah tidak waras, dia sudah di amerikanisir. Namun dia berhasil mengadakan adorasi dalam parokinya. Inspirasi yang diterimanya dari St Boniface, diterapkannya di paroki Sant’Eustorgio dengan sedikit modifikasi, sesuai dengan keadaannya. Kalau St Boniface terang-terangan karismatik, Sant’Eustrorgio rupanya tidak demikian. Namun mereka juga menekankan pentingnya pengalaman Roh Kudus serta keterbukaan terhadap karunia-karunia Roh Kudus untuk evangelisasi. Pada tahun 1994 paroki Sant’Eustorgio sudah mempunyai 100 buah sel paroki dan saat ini ada sekitar 120 sel.

San Eustorgio adalah sebuah paroki yang hidup dengan umat yang terlibat dan menjadi aktivis di dalam paroki. Sejak beberapa tahun yang lalu tiap-tiap tahun San Eustorgio mengadakan seminar tentang sistim sel paroki dengan terjemahan simultan dalam pelbagai bahasa, a.l. dalam bahasa Inggris. Untuk pelatihan itu mereka memakai buku: Cell Leaders Training Manual. Parish Cell Sistim of Evangelization.

II. DINAMIKA SISTIM SEL PAROKI

Apa yang menjadikan sistim sel paroki itu hidup? Sebenarnya apa yang akan diuraikan di sini sudah kita jumpai dalam sistim sel St Boniface dan juga dalam sistim sel Sant’Eustorgio.

1. Pengalaman Roh Kudus, dasar segala pembaharuan gerejani

Pencurahan Roh Kudus yang dibawakan oleh pembaharuan karismatik, merupakan suatu anugerah besar Allah kepada Gereja-Nya dewasa ini. Roh Kudus itulah yang menjadikan orang-orang kristen sungguh-sungguh hidup. Lewat pencurahan Roh Kudus itu orang mengalami, bahwa Yesus Kristus sungguh-sungguh hidup. Dengan demikian orang tidak hanya tahu, bahwa Yesus itu telah bangkit, melainkan orang juga boleh mengalami dengan suatu cara, bahwa Dia sungguh-sungguh hidup dan bahwa Yesus mengasihi dia. Pengalaman akan kasih Allah inilah yang pada hakekatnya mengubah hidupnya, mengubah pandangan hidupnya dan caranya dia memandang nilai-nilai yang ada. Pengalaman itu membawa dia masuk ke dalam suatu hubungan pribadi yang nyata dengan Allah, ke dalam suatu persekutuan hidup dengan Allah, ke dalam suatu pengenalan baru tentang Allah. Mulai saat itu hidupnya dihayatinya dalam kaitan dan dalam hubungan dengan Allah, suatu hubungan baru berdasarkan kasih, suatu hubungan antara anak dengan Bapa-Nya yang telah lebih dahulu mengasihi dia. Pengenalan dan hubungan baru inilah yang akan mendasari hidup dan karyanya selanjutnya.

Kiranya di sini perlu dibedakan dua aspek pokok dalam Pembaharuan Karismatik, yaitu aspek teologis dan aspek sosiologis. Aspek teologis mengungkapkan isi teologis dari pembaharuan itu sendiri, apa yang hakiki dan pesan yang disampaikan Tuhan kepada kita lewat pembaharuan tersebut. Aspek sosiologisnya menyatakan segala ungkapan atau ekspresi lahiriah yang memang bersifat terbatas dan terpengaruh oloeh budaya dan kondisi tertentu.

Aspek teologis: Dilihat dari segi teologisnya Pembaharuan Karismatik, atau mungkin lebih tepat disebut Pembaharuan Hidup dalam Roh, merupakan suatu pembaharuan yang menjadikan Yesus Kristus Tuhan dan pusat hidup kita dalam suatu keterbukaan terhadap karya Roh Kudus dalam segala kepenuhannya. Hal itu mengandung pokok-pokok berikut:

1.  Pengalaman nyata akan Allah yang hidup. Orang sungguh boleh mengalami bahwa Allah sungguh-sungguh hidup dan mengasihi dia. Secara nyata dia boleh mengalami kasih Allah. Pengalaman itulah yang disebut dengan istilah Pencurahan Roh Kudus. Pengalaman inilah yang mengubah seluruh hidup dan nilai-nilainya.

2.  Karena pengalaman itu Yesus menjadi sungguh-sungguh hidup dan menjadi titik pusat hidup mereka. Sekurang-kurangnya itulah yang menjadi tujuan pembaharuan tersebut.

3.  Melalui pencurahan Roh Kudus itu orang mengalami kehadiran dan aktivitas Roh Kudus dan menjadi terbuka terhadap segala karismata Roh Kudus, seperti a.l. karunia penyembuhan, nubuat, iman, dll. Itulah yang memberikan kekuatan dan kesuburan kepada segala karya pelayanan mereka.

4.  Pemakaian karisma-karisma Roh Kudus justeru membantu menghilangkan tahyul-tahyul yang ada dalam masyarakat, karena melalui pelbagai macam karisma itu orang boleh mengalami secara langsung, bahwa Allah hidup dan peduli dengan kita.

Aspek sosiologis pembaharuan karismatik adalah ungkapan atau ekspresi seperti yang kita jumpai dalam pelbagai macam persekutuan doa. Aspek itu boleh dibandingkan dengan kemasan dari isi teologis tadi dan karena itu bersifat terbatas dan relatif. De facto pelbagai macam negara punya ungkapan dan ekpresi yang berbeda-beda.

2. Evangelisasi

Berkali-kali Paus Yohanes Paulus II menekankan perlunya suatu Evangelisasi Baru yang bersifat langsung. Evangelisasi Baru ini dibedakan dengan evangelisasi indirek yang pada beberapa dekade yang lalu banyak ditekankan orang, yaitu melalui kehadirannya tanpa pewartaan Injil, biasanya lewat karya-karya sosial dan karitatif. Namun Paus Yohanes Paulus II menekankan perlunya Evangelisasi Baru itu dan hal itu ditekankannya berkali-kali pada pelbagai kesempatan. Sebelumnya Paus Paulus VI telah mengungkapkan kebutuhan itu dalam sebuah ensiklik yang boleh dipandang sebagai suatu Magna Carta untuk evangelisasi dalam dunia moderen, yaitu: Evangelii Nuntiandi, pada tahun 1974. Paus Paulus VI mengatakan, bahwa kewajiban untuk melakukan evangelisasi untuk semua manusia adalah misi hakiki Gereja, yang menjadi semakin urgen karena perubahan-perubahan besar dan luas yang menimpa masyarakat dunia dewasa ini. “Evangelisasi pada hakekatnya adalah rahmat dan panggilan khusus Gereja, identitasnya yang terdalam” (Evangelii Nuntiandi no 14).

Namun orang tidak segera menyadari perlunya evangelisasi ini dan memang lambat sekali orang baru sadar, bahwa hanya dari perubahan yang radikal dari hati kitalah orang akan dapat mengalahkan kondisi-kondisi penghambat yang ada dalam masyarakat kita, masyarakat yang bukan kristen atau sudah bukan kristen lagi. Karena itu Paus menekankan, bahwa:

Tujuan evangelisasi justeru adalah perubahan batin itu, dan bila harus mengungkapkannya dengan kata-kata, yang paling tepat ialah mengatakan, bahwa Gereja barulah menginjili, jika dia, semata-mata karena kuasa illahi dari Kabar yang diwartakannya, ia (Gereja) berusaha mempertobatkan sekaligus suara hati individual dan kolektif manusia, aktivitas-aktivitasnya, kehidupan dan lingkungan konkrit yang mengelilingi mereka (Evangelii Nuntiandi no 18).

Kiranya perlu disadari adanya suatu pandangan keliru yang sering menghinggapi para petugas Gereja dewasa ini, bahkan banyak uskupnya, bahwa mereka melupakan suatu fakta historis yang sudah berlangsung selama duaribu tahun. Setiap kali terdapat fakta, bahwa agama kristen telah mengubah suatu masyarakat, kehidupan suatu negara atau bahkan negara-negara, hal itu tidak terjadi dengan deklarasi prinsip-prinsip yang disebarluaskan lewat media komunikasi, atau lewat pernyataan-pernyataan, ataupun lewat dialog dengan para penguasa politik, melainkan lewat kuasa cintakasih dan evangelisasi yang mengubah hati manusia. Sesudah manusia-manusia itu tersentuh oleh cintakasih Yesus dan kuasa Injil, maka masyarakat sipil mengikuti perubahan itu dengan mengubah hukum-hukumnya.

Berbicara tentang gerakan-gerakan baru dalam Gereja, Paus Yohanes Paulus II melihat semuanya itu sebagai suatu karunia Allah bagi Gereja dan dunia, khususnya untuk karya evangelisasi:

Gerakan-gerakan itu merupakan suatu karunia sejati dari Allah untuk evangelisasi baru dan untuk aktivitas misioner yang sesungguhnya. Jadi saya menganjurkan, agar supaya gerakan-gerakan baru itu diperkembangkan dan supaya orang minta bantuan mereka untuk memberikan kekuatan dan semangat, khususnya pada orang-orang muda, untuk hidup kristiani dan karya evangelisasi, dalam suatu pandangan yang lebih pluralistik dalam bentuk persekutuannya dan dalam ekspresinya (Redemptoris Missio no 72).

Para uskup Italia telah melakukan suatu terobosan baru dalam kesadaran mereka untuk karya evangelisasi ini lewat pengakuan mereka akan rahmat dan karunia Roh Kudus yang diberikan kepada persekutuan-persekutuan awam dan mengundang mereka untuk melibatkan diri secara lebih mendalam lagi:

Persekutuan kaum awam merupakan suatu realitas wajib untuk evangelisasi baru dan karenanya harus semakin membuka diri dengan besar hati untuk karya misi, lebih-lebih karena kita melihat usaha-usaha yang semakin nyata untuk menyingkirkan iman dan nilai-nilai kristiani dari kehidupan masyarakat, juga dalam negara kita (yaitu Italia). (Le Aggregazioni Laicali nella Chiesa).

Tetapi sayang sekali, kesadaran itu masih belum banyak dijumpai di antara para pastor, sebagian karena ketidak mampuan mereka untuk menjalankan tugas panggilan mereka secara terbuka dan dewasa sebagai pemersatu dalam persekutan paroki. Lagipula mereka umumnya tidak memiliki visi yang jelas, yang rohani dan karismatik tentang misi mereka.

Tujuan evangelisasi ini sesungguhnya bukan lain daripada membentuk komunitas-komunitas orang beriman, di mana orang dapat secara nyata mengalami kuasa cinta Allah, kehadiran Roh Kudus yang memperkuat persaudaraan di antara mereka, serta karya penyelamatan Allah dalam Ekaristi dan sakramen-sakramen. Komunitas-komunitas seperti itu akan mampu mempengaruhi secara mendalam kehidupan para anggotanya dan mengubah cara hidup mereka. Adanya komunitas-komunitas seperti itulah yang merupakan syarat untuk evangelisasi yang sejati.

Adanya komunitas-komunitas seperti itu mengingatkan kita akan realitas Gereja Awali, di mana orang yang baru percaya langsung dibaptis dan diterima dalam komunitas serta berkembang di situ. Sebaliknya dalam paroki-paroki kita seringkali terjadi, bahwa seseorang harus mengikuti katekese yang lama sekali, minimal setahun, kadang-kadang bahkan dua tahun, sebelum dapat dibaptis dan sesudah itu, sering tidak berkembang dan karenanya masih sering lepas dari Gereja. Sebaliknya dewasa ini gereja-gereja kelompok Betani dapat membaptis orang yang bertobat hanya seminggu sesudah pertobatan mereka dan memasukkan mereka ke dalam kelompok selnya dan mereka itu terus bertahan, karena terus diberi pembinaan yang berkelanjutan.

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting