User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

 Tanggal 17 Juni 2002, divisi saya dipindahkan dari kantor pusat yang terletak di Kuningan Jakarta ke pabrik di Desa Nanggewer, Cibinong. Karena jaraknya terlalu jauh bagi kami yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya, maka disediakan mobil jemputan sesuai daerah tempat tinggal masing-masing. Saya mendapat mobil jemputan bus mini dengan 16 penumpang termasuk sopir, dan sopir kami ini terkenal pawangnya ngebut dalam hal mengendarai mobil.

Sore tanggal 4 Juli 2002, seperti biasa pada pukul 15.00 kami pulang menuju Jakarta dari pabrik di Cibinong dengan jemputan masing-masing. Tiap-tiap hari jika tidak ada perubahan, saya selalu duduk di bangku kedua dari belakang tepat di atas ban kanan belakang. Sebagian besar dari kami tertidur tetapi ada juga yang sedang berbicara satu sama lain.

Mobil sudah keluar dari pintu tol Cibinong dan hampir sampai di tol Cibubur. Saat itu mobil kami sedang melaju di jalur kanan dengan kecepatan ± antara 100–120 km/jam. Saat itu, saya sedang memperhatikan orang-orang yang sedang merenovasi jalan tol. Ketika itu tiba-tiba saya merasakan mobilnya seperti masuk ke lubang atau turun ke jalan yang lebih rendah. Saya menduga mungkin hal itu disebabkan mobil melewati jalan yang sedang direnovasi. Mobil masih tetap melaju kencang tetapi dalam keadaan miring ke kanan, saat itu suasana di dalam mobil menjadi gaduh bahkan ada teman yang berteriak, ”Jangan direm, jangan direm…” Saya langsung mengambil kesimpulan ban pecah dan saya pun menjadi panik dan ikut berteriak. Mobil kemudian memotong jalan dari arah kanan ke kiri untuk menepi dan di dalam mobil sudah agak gelap karena asap masuk dan baunya seperti kopling terbakar.

Kemudian ada teman lain yang berteriak, ”Jangan panik, tenang.” Walaupun sebagian masih terdengar teriakannya, tetapi sebagian sudah mulai terdiam termasuk saya. Saya merasa sangat kelelahan dan di tengah keputusasaan itulah tiba-tiba di telinga kanan saya terdengar jelas suara wanita seperti mama saya yang berkata, ”Tessa… sebut nama Yesus.” Saat itu juga terlintas cerita papa tentang temannya yang terhindar dari perampokan hanya karena meneriakkan nama Yesus.

Setelah itu tiba-tiba muncul satu kekuatan dalam diri saya dan dorongan dalam mulut saya untuk meneriakkan nama Yesus. Akhirnya tanpa pikir panjang lagi saya berteriak Tuhan Yesus…Yesus…Yesus… sekeras-kerasnya, dan hal itu membuat saya menjadi lebih tenang.

Saya menutup muka dengan kedua tangan, saya benar-benar pasrah. Kalau seandainya mobil ini akhirnya terbalik atau tertabrak kendaraan lain karena memotong jalan, saya benar-benar siap menghadapi saat-saat itu. Sambil menunggu apa yang akan terjadi, saya sempat berpikir biasanya saya yang diceritakan tentang kecelakaan, tetapi hari ini saya yang akan mengalaminya sendiri.

Rupanya Tuhan bekerja. Ia menuntun sopir kami sehingga berhasil menepi dan setelah semua penumpang turun dari mobil, barulah diketahui bahwa as roda sebelah kanan belakang tempat saya duduk tepat di atasnya patah sehingga rodanya menggelinding. Kuasa Tuhan sangat besar, roda yang menggelinding itu tidak mengenai kendaraan lain di belakang mobil kami.

Puji Tuhan, Tuhan Maha Baik, kami semua yang di dalam mobil jemputan itu masih diberi kesempatan untuk berkumpul dengan keluarga kami masing-masing. Saya kemudian teringat pagi harinya sebelum kejadian itu, saya merasakan ada dorongan yang sangat kuat dalam diri saya untuk mengenakan kalung dengan liontin Bunda Maria yang sudah lama saya bawa dalam dompet. Waktu itu saya tidak menduga akan mengalami kejadian seperti itu. Dalam hati saya yakin bahwa suara yang saya dengar saat di mobil itu adalah suara Bunda Maria. Terima kasih Tuhan Yesus dan Bunda Maria, kami panjatkan syukur atas penyertaan-Mu kepada kami sehingga kami semua selamat.

 

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting