User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Bila kita mengasihi saudara kita, itu merupakan tanda bukti yang jelas, bahwa kita mengasihi Allah. Karena Allah tidak kelihatan, mudah sekali kita menipu diri, bahwa kita mengasihi Allah bila kita memiliki perasaan-perasaan tertentu tentang Allah. Karena itu kasih kepada sesama merupakan tanda yang aman dan pasti, bahwa kita memang sungguh-sungguh mengasihi Allah.


1. Mengasihi Allah dan sesama

Bila demikian besarnya kasih Allah kepada kita, sehingga tiada henti-hentinya Ia mengundang kita datang kepada-Nya, sudah selayaknyalah kita menanggapi panggilan kasih itu. Juga karena alasan yang paling mendalam: karena di situlah terdapat arti hidup kita yang terdalam dan juga kebahagiaan kita yang sempurna. Waktu hidup kita di dunia ini hanya pendek saja, karena itu marilah kita pakai waktu yang pendek ini dengan sebaik-baiknya untuk melayani Tuhan dan rencana keselamatan-Nya, serta mengasihi Dia di atas segala-galanya, sambil menantikan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.

Sementara itu kita harus mengisi waktu kita di dunia ini dengan sebaik-baiknya. Bagaimana? Tidak ada cara lain daripada membalas kasih Allah dengan mengasihi Dia, sesuai dengan apa yang diperintahkan-Nya:

Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan pertama." (Mat 22:37-38)

Mengasihi Allah dengan segenap hati dan dengan seluruh kekuatan kita adalah perbuatan manusia yang paling luhur, yang paling indah dan paling memberikan kebahagiaan. Inilah sesungguhnya aktivitas insani kita yang paling mulia. Kita mengasihi Allah demi Allah, karena Ia memang patut dikasihi dan mendapat balasan kasih kita. Akan tetapi, bila kita mengasihi Allah, kita juga harus mengasihi sesama kita, seperti yang diperintahkan-Nya sendiri: 

"Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan para nabi." (Mat 22:39-40)

Sesungguhnya kedua hukum itu tidak dapat dipisahkan, karena pada hakekatnya kasih itu hanya satu saja, yaitu yang dicurahkan Roh Kudus ke dalam hati kita. Dengan kasih yang satu itu kita mengasihi Allah dalam urutan yang pertama. Namun, kita tidak mungkin dapat mengasihi Allah, kalau kita tidak mengasihi sesama kita pula. Kasih kepada sesama itu oleh Tuhan Yesus dipandang begitu pentingnya, sehingga ia menyamakan hukum yang kedua dengan yang pertama:

“Dan hukum yang kedua, sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”

Dalam Perjamuan Malam Terakhir Yesus menegaskan, bahwa bila seseorang mengasihi Dia, ia akan menuruti segala perintah-Nya. Hal itu tidak hanya dikatakan satu kali saja, melainkan beberapa kali, seperti kita lihat dalam Yoh 14:15.21.23 dan 15:14

  • "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku" (ayat 15)
  • "Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku" (ayat 21)
  • "Jawab Yesus: Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku" (ayat 23)
  • "Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu" (15:14)
  • Sebaliknya: "Barangsiapa tidak mengasihi Aku, ia tidak menuruti firmanKu; dan firman yang kamu dengar itu bukanlah daripada-Ku, melainkan dari Bapa yang mengutus Aku. "(14:24)

Oleh karena itu, bila kita sungguh-sungguh mengasihi Allah, mengasihi Yesus, kita akan dengan senang hati melakukan segala perintah-Nya. Manakah perintah Yesus itu? Perintah itu diringkas dalam satu perintah saja, ialah perintah untuk saling mengasihi, yang dinyatakan tidak hanya sekali, melainkan beberapa kali dalam Perjamuan Malam Terakhir itu:

  • "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu, demikian pula kamu harus saling mengasihi." (13:34)
  • "Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu." (15:12)
  • "Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain" (15:17)

Bila kita mengasihi saudara kita, itu merupakan tanda bukti yang jelas, bahwa kita mengasihi Allah. Karena Allah tidak kelihatan, mudah sekali kita menipu diri, bahwa kita mengasihi Allah bila kita memiliki perasaan-perasaan tertentu tentang Allah. Karena itu kasih kepada sesama merupakan tanda yang aman dan pasti, bahwa kita memang sungguh-sungguh mengasihi Allah. Tuhan Yesus sendiri dengan tegas memperingatkan kita akan hal itu: "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga." (Mat 7:21)

Dalam suratnya Santo Yohanes dengan tegas menyatakan, buktinya bahwa kita mengasihi Allah ialah bila kita mengasihi sesama kita. Kita mudah berkhayal mengasihi Allah, padahal sebenarnya tidak. Karena itu kasih kepada sesama, yang dapat kita raba dan kita lihat, merupakan tanda dan bukti kasih kita kepada Allah.

"Tidak ada seorang pun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita." (1 Yoh 4:12)

Lebih lanjut Santo Yohanes mengatakan, bahwa tak mungkin kita dapat mengasihi Allah dan sekaligus tidak mengasihi saudara kita, atau bahkan membencinya. Kebencian kepada saudara merupakan bukti yang nyata, bahwa kasih Allah tidak ada dalam dirinya.

“Jikalau seorang berkata: ‘Aku mengasihi Alah’, dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya.” (1 Yoh 4:20-21)

2. Bagaimana kita harus mengasihi sesama?

Dalam perintah untuk saling mengasihi itu ada suatu unsur baru. Bila dalam Hukum Taurat diperintahkan mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri, dalam perintah Tuhan Yesus itu, dikatakan, bahwa ukuran kasih itu ialah kasih-Nya sendiri kepada kita. Kita harus saling mengasihi, seperti Dia telah lebih dahulu mengasihi kita. Ukuran kasih kita kepada sesama ialah kasih Tuhan kepada kita. Supaya kita dapat tahu, bagaimana Yesus mengasihi murid-murid-Nya, kita harus merenungkan hidup-Nya. Bagaimana cara Yesus mengasihi murid-murid-Nya?

Yesus mengasihi para murid, bukan karena mereka itu telah sempurna. Pada dasarnya mereka itu masih penuh dengan pikiran duniawi dan degil hatinya, lamban untuk percaya, sehingga Yesus harus banyak bersabar dengan mereka. Bahkan pada saat terakhir menjelang wafat-Nya, mereka masih berebutan siapa yang akan duduk di sebelah kanan dan kiri-Nya, siapa yang terbesar nanti.

Yesus mengasihi mereka bukan karena mereka orang-orang yang terpelajar, yang tahu sopan santun, dan yang halus budi bahasanya. Bahkan mereka itu terkesan orang yang tidak berpendidikan, yang kasar, karena mereka memang bukan orang yang terdidik baik, mereka itu hanya orang-orang sederhana saja. Yesus mengasihi mereka juga bukan karena mereka itu ahli dalam Kitab Suci dan taat pada Hukum Taurat, bukan.

Sebagai murid-murid Yesus kita harus mengasihi saudara kita karena motivasi yang lebih mendalam. Pertama-tama karena itulah kehendak Tuhan sendiri bagi kita. Kehendak Tuhan itu didasarkan pada realitas tersebut. Kedua karena setiap manusia adalah anak-anak Allah yang diciptakan menurut gambar dan kesamaan Allah sendiri. Ketiga realitas itu begitu mendasarnya, sehingga Tuhan Yesus sendiri menyamakan diri dengan mereka itu: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Mat 25:40) Sebaliknya apa yang tidak kita lakukan bagi mereka itu, berarti tidak kita lakukan bagi Yesus sendiri (Mat 25:45).

 3. Hidup dalam kasih

"Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita." (1 Yoh 4:19) Karena Allah lebih dahulu mengasihi kita, maka kita dijadikan mampu untuk mengasihi. Karena itu segala sesuatu dapat kita lakukan dalam kasih. Dengan melakukan segala sesuatu berdasarkan kasih, kita memberi nilai baru kepada segala sesuatu yang kita lakukan. Segala perbuatan yang dilakukan dalam kasih akan mendapat nilai plus. Kasih itu umpama rempah-rempah yang menyedapkan segala masakan kita.

Bila segala sesuatu kita lakukan dalam kasih dan dengan kasih, semuanya mendapatkan nilai keabadian dan berkenan kepada Allah. Santa Theresia Lisieux mengatakan, bila kita hanya memungut sebatang jarum yang jatuh saja, tetapi dengan kasih, itu sudah mendapat nilai keabadian. Lama sebelumnya Bruder Laurentius dari Kebangkitan yang telah dikarunia Tuhan rahmat yang besar, menyatakan, bahwa bila seseorang memungut sehelai jerami di tanah dengan kasih, perbuatan itu sendiri memiliki nilai keabadian. Oleh karena itu perbuatan-perbuatan kita mendapatkan nilai baru bila kita lakukan dalam dan dengan kasih.

Tiap-tiap hari begitu banyak kesempatan kita untuk mempersembahkan sesuatu yang berharga kepada Tuhan. Bahkan penderitaan kita, bila kita persembahkan dengan kasih kepada Tuhan, akan berubah warnanya dan memberikan damai yang mendalam. Daripada mengomel dan menggerutu tentang keadaan yang tidak menyenangkan, cobalah mempersembahkan semuanya itu dengan kasih kepada Allah dan Anda akan segera melihat perbedaannya. Tentu saja yang lain- lain juga harus dilakukan dalam kasih dan dengan kasih, maka hidup Anda dalam waktu yang singkat akan berubah. Akhirnya Anda akan dapat mengubah segala sesuatu menjadi sesuatu yang berharga.

Dalam sebuah dongeng dikatakan, bahwa suatu ketika ada seorang janda miskin yang hidup dengan seorang anak lelakinya. Karena miskin janda dan anaknya itu hidup sengsara. Suatu hari ada seorang malaikat datang kepada anak miskin itu serta memberikan tongkat wasiat dan berpesan, “Apa pun yang kausentuh dengan tongkat wasiat ini, akan menjadi batu permata yang berharga sekali.” Setelah malaikat itu pergi, anak itu mulai menguji kebenaran perkataan malaikat tadi. Ia menyentuh batu dengan tongkat itu dan batu itu pun menjadi permata; demikian juga benda-benda lainnya.

Tuhan juga telah memberikan kepada kita masing-masing sebuah tongkat wasiat, sehingga apa pun yang disentuh dengan tongkat wasiat itu akan berubah menjadi permata yang berkenan kepada Allah. Tongkat wasiat itu bukan lain daripada kasih illahi yang telah dicurahkan Allah ke dalam hati kita. Segala sesuatu, baik itu hal-hal yang biasa maupun luar biasa, hal-hal dari kehidupan sehari-hari maupun dari peristiwa-peristiwa khusus, baik hal yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan, asal kita sentuh dengan tongkat wasiat tadi, akan berubah menjadi permata yang berharga dan berkenan kepada Tuhan, artinya asalkan kita persembahkan kepada Tuhan dengan kasih, akan berubah menjadi permata yang indah. Silahkan coba sendiri.

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting