User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

YESUS DATANG UNTUK ORANG BERDOSA

Yesus datang ke dunia ini bukan untuk orang benar, melainkan untuk orang berdosa; bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit (Luk 5:31-32). Yesus bergaul dengan orang-orang berdosa, makan bersama mereka. Dia mengasihi Matius pemungut cukai, Zakeus, Maria Magdalena. Dia mengampuni penjahat yang disalibkan bersama Dia. Dia mengampuni dan menyembuhkan Petrus yang menyangkal Yesus tiga kali. Dalam Injil, Yesus mengubah hidup para pendosa, menjadi pengikut-pengikut-Nya yang setia.

 

YESUS YANG MENGAMPUNI PARA PENDOSA

Suatu hari, tatkala Yesus diundang makan di rumah orang Farisi, muncullah Maria Magdalena, perempuan pelacur yang terkenal. Dia segera bersimpuh di kaki Yesus, menangis, mengurapi dengan minyak wangi, dan mengeringkan dengan rambutnya.

Coba bayangkan! Betapa beraninya perempuan itu melakukan tindakan kehormatan terhadap Yesus di hadapan para pria yang mencap dia sebagai pendosa. Perempuan itu dengan intuisi hatinya tahu bahwa di antara pria yang mengejek dirinya, ada seorang pria lain yang tidak sejahat mereka. Dia yakin bahwa di situ ada seorang pria yang berhati suci, yakni Yesus. Dalam kasih Yesus, perempuan itu mengalami penyembuhan dari remuk redam hatinya. Ia menemukan kembali harga dirinya dan merasa diterima apa adanya oleh Yesus.

Dengan kelembutan cinta-Nya, Yesus memuji dan meneguhkan perempuan itu di depan para pria yang berpandangan sumbang. “Dosanya yang banyak itu sudah diampuni karena dia telah banyak berbuat kasih” (Luk 7:47). Itulah sabda Yesus yang mengampuni, sabda yang merangkul kembali dan meneguhkan Maria Magdalena.

Maria Magdalena begitu terpesona oleh Pribadi Yesus. Tak heran ia menangis tersedu-sedu ketika melihat makam Yesus yang kosong. Dia merasa ditinggalkan oleh Pribadi Yesus yang mengampuni, merangkul semua orang yang tersingkir dan direndahkan dalam masyarakat. Pengampunan Yesus membawa sukacita baginya dan ia menemukan dirinya berharga di hadapan Yesus yang mengampuni.

Yesus memanggil Matius yang duduk di rumah cukai untuk mengikuti Dia. Matius segera meninggalkan semuanya dan mengikuti Dia. Yesus makan di rumahnya dan dia mengalami pertobatan (Mat 2:12-17). Zakeus juga terkenal sebagai seorang pendosa, pemungut cukai yang tidak disukai masyarakat karena dia suka korupsi. Zakeus rindu berjumpa dengan Yesus. Karena badannya pendek, dia memanjat pohon ara supaya bisa melihat Yesus. Yesus menaruh perhatian kepadanya. Yesus mau singgah di rumah Zakeus. Kunjungan Yesus di rumahnya membawa Zakeus kepada pertobatan (Luk 19:1-10).

Yesus juga menyembuhkan Petrus yang menyangkal Yesus tiga kali. Dari Injil Yohanes, kita lihat bahwa Petrus sesungguhnya mengasihi Yesus. Oleh karena itu, setelah kebangkitan-Nya, Yesus bertanya: “Apakah engkau mengasihi Aku?” Petrus menjawab: “Tuhan, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau.” Di sini kita lihat Petrus yang telah berubah. Petrus yang dahulu begitu percaya pada kekuatannya sendiri, sekarang menjadi lain. Kemudian Yesus berkata kepada Petrus: “Bila engkau telah sadar, kuatkanlah saudara-saudaramu!”

Yesus juga mengampuni penjahat yang bertobat. Mungkin selama hidupnya si penjahat hanya berbuat jahat, tidak ada jasa sedikit pun. Namun, kemudian dia terpesona dengan Pribadi Yesus yang disalibkan bersamanya sehingga dia berkata, “Yesus ingatlah akan aku bila Engkau masuk Kerajaan-Mu.” Dan, Yesus berkata, “Hari ini juga kamu akan bersama-sama dengan aku di Firdaus” (Luk 23:40-43).

MASA PRAPASKAH: WAKTU UNTUK BERTOBAT

Pada Masa Prapaskah, masa pantang dan puasa, kita diundang untuk membiarkan diri diubah oleh Roh Kudus menjadi manusia baru serupa dengan Wajah Kristus. Kesetiaan kepada bimbingan Roh Kudus berarti pula kita harus membiarkan Roh Kudus mengubah perilaku dan hidup kita sesuai dengan perilaku dan sikap hidup Yesus yang tahu mengampuni dan berbela rasa. Bertobat itu harus mulai dari diri sendiri.

Pertobatan sejati menuntut perubahan hati. Nabi Yoel berpesan, “Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu. Berbaliklah kepada Tuhan Allahmu sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukuman-Nya” (Yl 2:13).

Pertobatan sejati menuntut kita untuk menanggalkan diri palsu, manusia lama kita, yang diwarnai dosa dan cacat cela, dan mengenakan manusia baru yang telah diubah oleh Roh Kudus menjadi serupa dengan wajah Yesus.

Pertobatan sejati menuntut kita menjadi terang bagi sesama lewat kesaksian hidup kita yang baik, menjadi saksi-Nya bagi mereka yang masih tinggal dalam kegelapan, dan memampukan mereka untuk percaya kepada Kristus dan Injil-Nya. Sukacita pertobatan merupakan prasyarat untuk berdamai dengan Allah, sesame, dan diri sendiri.

MENGIMANI KERAHIMAN DAN BELASKASIH ALLAH

Inilah yang memberanikan kita untuk datang kepada-Nya, untuk berharap pada belas kasih dan kerahiman-Nya. Perumpamaan tentang anak yang hilang dalam Injil Lukas (Luk 15:11-32), menunjukkan kemurahan hati Bapa kepada anak bungsu yang telah durhaka kepada Bapanya. Sikap Bapa yang murah hati dan penuh pengampunan menggambarkan sikap Allah Yang Maharahim. Meskipun si bungsu telah melakukan kejahatan dan dosa, pergi ke negeri yang jauh, memboroskan harta milik ayahnya untuk berfoya-foya dengan para pelacur, namun Bapa selalu merindukan anaknya untuk pulang ke rumah. Hati Bapa tergerak oleh belas kasihan sehingga ketika si bungsu sadar akan keadaannya yang menderita karena dosa-dosanya, ia bangkit dan kembali kepada Bapanya. Bapanya berlari mendapatkan dia, merangkul, dan mencium dia. Bapa menerimanya dengan tangan terbuka. Bapa menerimanya tanpa syarat. Tidak ada kemarahan, tidak ada caci maki, tidak ada kata penghukuman atau penghakiman. Bapa menyambut anaknya dengan sepenuhnya, tanpa memperhitungkan dosa-dosanya yang banyak di masa lalunya.

Allah kita adalah Allah yang penuh kerahiman dan belas kasihan. Tidak ada suatu kesalahan atau dosa seberat apapun yang tidak dapat diampuni oleh Allah dan oleh Gereja kudus, apabila orang benar-benar bertobat dan menyesali kesalahannya. Kristus yang wafat untuk semua manusia membuka tangan-Nya lebar-lebar bagi semua pendosa yang bertobat, seperti Bapa yang menerima kembali anaknya yang hilang ke dalam rumahnya dengan sukacita. Demikianpun di dalam Gereja-Nya, pintu pengampunan selalu terbuka bagi tiap orang yang berbalik dari dosanya dan kembali kepada Allah.

Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus mengatakan: “Sungguh-sungguh katakan kepada mereka, Muder, bahwa seandainya saya telah melakukan segala macam kejahatan yang mungkin terjadi, saya selalu akan mempunyai keyakinan yang sama. Saya rasa bahwa semua pelanggaran yang banyak akan seperti setetes air yang dilemparkan ke dalam perapian yang bernyala-nyala” (Percakapan Terakhir hlm. 89). Theresia juga mengatakan: “Saya mengetahui dengan pasti bahwa bahkan jika saya sadar melakukan semua dosa yang dapat diperbuat oleh manusia, saya akan pergi dan menerjunkan diriku ke dalam pelukan Yesus dengan sebuah hati yang terluka oleh pertobatan karena saya tahu betapa girangnya Ia ketika anak-Nya yang hilang kembali kepada-Nya.”

 

MENGENAKAN BELAS KASIH TERHADAP SESAMA

Sebagaimana Allah berbelas kasih kepada kita para pendosa, demikian juga kita haruslah memiliki belas kasih terhadap sesama kita yang jatuh di dalam dosa. Menerima sesama apa adanya, dengan segala kelemahan dan kerapuhannya. Allah membenci dosa, tetapi mencintai pendosa. Mengasihi sesama berarti tidak mengadili atau terus-menerus melihat kekurangan-kekurangan sesama, namun justru mendoakannya dan berusaha melihat kebajikan-kebajikannya.

Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus mengatakan: “Kepada diriku saya berkata, meskipun pernah saya lihat seseorang jatuh, namun ia mungkin telah memperoleh amat banyak kemenangan tetapi disembunyikan karena kerendahan hatinya. Bahkan apa yang saya pandang sebagai satu kesalahan, boleh jadi merupakan sebuah perbuatan baik oleh karena ia mempunyai maksud baik. Tidak sulitlah bagi saya untuk meyakini hal ini sebab satu pengalaman kecilku telah membuktikan kepada saya agar jangan pernah mengadili orang lain.”

Theresia tidak pernah mengadili sesamanya. Dan, ia mengajar novis-nosvisnya untuk tidak mengadili sesamanya, tetapi melihat yang positif dari sesamanya. Manusia melihat yang lahiriah, tetapi Allah melihat hati. Manusia bisa keliru dalam menilai sesamanya. Apa yang disangka manusia baik, ternyata tidak berkenan kepada Allah. Apa yang dianggap sebagai kelemahan di mata manusia, ternyata itu suatu kebajikan di mata Allah. Maka, S. Theresia dari Kanak-kanak Yesus menasihati kita agar kita jangan suka mengadili sesama.

 

MASA PRAPASKAH: WAKTU UNTUK BERDOA DAN MERENUNGKAN SENGSARA KRISTUS

Masa Prapaskah adalah waktu untuk banyak berdoa dan merenungkan kesengsaraan Kristus. Berpuasa berarti berdoa dengan penuh kerendahan hati, menyatakan sikap ketergantungan kita kepada Allah. Puasa Yesus di Padang Gurun adalah tindakan penyerahan diri dan penuh pengharapan kepada Allah sebelum Ia memulai misi-Nya.

Pada masa puasa dan tobat ini, kita memasuki kesunyian padang gurun kehidupan kita sehari-hari untuk bersatu dengan Kristus. Dalam keheningan doa, kita merenungkan hidup Hamba Yahwe yang menderita. Dengan iman, kita memandang wajah Yesus yang menderita dengan penuh cinta dan memandang wajah Yesus yang tampak dalam wajah sesama kita yang miskin, tersingkir, tertindas, terabaikan, para pendosa, yang kita jumpai dalam peziarahan hidup kita sehari-hari. Berdoa dan melayani semua orang yang kita jumpai sebagai “Yesus yang tersamar dalam kehidupan kita”, terlebih mereka yang miskin dan menderita.

Dalam masa puasa ini, kita meluangkan waktu untuk berdoa secara pribadi dan juga bersama-sama. Mendoakan Doa Jalan Salib—menimba kekuatan dari sengsara Kristus dan dalam kesatuan dengan Kristus—kita menyerahkan hidup kita dan hidup semua orang yang dalam perjuangan dan penderitaan kepada Bapa surgawi. “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu kuserahkan nyawa-Ku” (Luk 23:46).

 

MEDITASI SALIB KRISTUS BERSAMA SANTO PAULUS 

Sejarah Gereja memberikan banyak contoh orang, baik laki-laki maupun perempuan, yang mengalami transformasi karena meditasi mereka pada Salib Kristus dan penghayatan mereka akan kuasa Salib Kristus tersebut. Salah seorang di antaranya adalah Santo Paulus. Hampir semua orang Kristiani tentunya telah mendegar kisah pertobatan Paulus di tengah perjalanannya menuju Damsyik (Kis 9:1-22). Namun, ini hanyalah permulaan bagi Paulus. Rentang waktu selama tiga puluh tahun hidup Paulus setelah peristiwa pertobatannya itu merupakan suatu pesan yang kuat tentang cara bagaimana Salib Kristus mempengaruhi setiap aspek kehidupan kita.

Pada waktu dia masih melakukan pengejaran dan penganiayaan atas umat Kristiani, Paulus pasti memandang salib sebagai suatu kebodohan dan skandal. Bagaimana orang dapat mengklaim bahwa seorang manusia yang telah menderita begitu berat dan mati dalam kehinaan di kayu salib adalah Sang Mesias yang sudah sekian lama dinanti-nantikan? Paulus mengetahui benar bahwa seseorang yang mati digantung pada kayu salib adalah orang terkutuk: “Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!” (Gal 3:13; bdk. Ul 21:23). Akan tetapi, setelah pertobatannya Paulus mulai memahami bahwa “kelemahan” Yesus sesungguhnya merupakan kekuatan dan “kebodohan”-Nya adalah hikmat (1Kor 1:27-29). Sebagai akibatnya, Paulus mendedikasikan dirinya untuk mewartakan “hikmat Allah” dan melayani umat dalam kuat-kuasa “hikmat Allah” ini.

Keyakinan Paulus tentang penebusan umat manusia lewat kematian Yesus di kayu salib diungkapkannya dengan tegas: “Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci” (1Kor 15:3). Tradisi dari para pendahulunya ini diterima oleh Paulus dan merupakan sebuah dasar bagi refleksi teologisnya di mana dia membangun keyakinannya bahwa “Salib adalah hikmat yang sejati”. Oleh karena itu, Paulus hanya ingin mengetahui Kristus yang tersalib: “Aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan” (1Kor 2:2). Salib Kristus juga memancarkan hikmat rencana Allah yang sudah dibicarakan dalam Perjanjian Lama (1Kor 1:19; bdk. Yes 29:14).

Yesus digantung pada kayu salib sebagai seorang yang terkutuk agar kita dapat ditebus dari kutuk Hukum Taurat (Gal 3:13). Di kayu salib, tubuh Yesus “serupa dengan daging yang dikuasai dosa, dan untuk menghapuskan dosa, Allah telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging” (Rm 8:3). Keputusan Hukum Taurat dilaksanakan. Namun, pada saat yang sama Allah membatalkannya “dengan memakukannya pada kayu salib. Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka” (Kol 2:14-15). Melalui Yesus, “Allah memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di surga, sesudah Ia mengadakan pendamaian dengan darah salib Kristus” (Kol 1:20). Dengan demikian, Kristus telah mengatasi keterpisahan lama manusia dengan Allah yang disebabkan oleh dosa. Dialah juga damai sejahtera kita yang telah mempersatukan orang-orang Yahudi dan orang-orang bukan Yahudi sehingga mereka semua membentuk satu tubuh (Ef 2:14-18). Yesus Kristus telah mendamaikan kita, orang-orang berdosa, dengan Allah melalui darah-Nya yang tercurah di atas kayu salib. Dialah pokok damai dan keselamatan kita sepanjang segala abad.

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting