User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 
Santa Gemma Galgani adalah seorang kudus yang mencapai puncak kesempurnaan dan persatuan dengan Kristus dalam ekstase-ekstase yang dialaminya karena hidupnya yang suci. Di usia yang masih sangat muda Santa Gemma telah menjadi kudus dan mengalami kehidupan mistik. Ia dikaruniai oleh Tuhan suatu rahmat untuk mengalami dan merasakan luka-luka dan penderitaan Yesus yang di salib melalui stigmata yang diterimanya. Santa Gemma juga merupakan teladan bagi kita dalam menghayati misteri penderitaan Kristus.

Gemma Galgani merupakan anak ke-4 dari pasangan Henrikus Galgani dan Aurelia Landi. Ia merupakan anak perempuan yang telah lama dinanti-nantikan oleh pasangan ini. Gemma dilahirkan pada tanggal 12 Maret 1878 di kota Lucca, Italia Tengah. Nama Gemma diberikan oleh seorang pamannya yang menjadi pastor yaitu Pastor Mauritius.  Pada awalnya, ibunya Aurelia Landi tidak menyetujui nama Gemma tersebut karena menurutnya belum ada seorang Santa di surga yang bernama Gemma yang dapat menjadi pelindungnya. Namun Pastor Mauritius mengatakan, ‘gemma berarti kuntum bunga, dan telah banyak gemma-gemma yang ada di surga’ dan harapannya adalah bahwa bayi mungil yang baru lahir ini, nanti akan menjadi setangkai “gemma” di dalam taman firdaus. Mendengar penjelasan yang indah itu, akhirnya Aurelia pun menyetujuinya dan kemudian Gemma dibaptis dengan nama Gemma Umberta Pia.

Ketika berusia 2 tahun, Gemma kecil diserahkan kepada Puteri-Puteri Vallini yang baru membuka sekolah TK di kota Lucca, karena Aurelia ibunya terserang penyakit TBC (tuberkolose) sehingga ia harus berbaring terus di tempat tidur dan tidak dapat sepenuhnya mengurus anak-anak. Gemma sangat senang berada di sekolah itu. Ia suka belajar dan pada umur 5 tahun ia sudah dapat menghafal doa-doa harian dan membaca. Kebahagiaan masa kecil terpancar dalam dirinya, ketika ibunya membawa ke Gereja St. Mikael In Foro untuk menerima Sakramen Krisma di usia 7 tahun oleh Bapa Uskup Agung Lucca, Nicola Ghilardi.

Suatu ketika saat ia sedang berdoa dalam sebuah perayaan Ekaristi, tiba-tiba ia mendengar sebuah suara yang berkata, “Gemma anak-Ku, maukah engkau memberikan ibumu kepada-Ku?” Saat itu Gemma pun menjawab, “Ya, saya mau, tetapi saya juga mau ikut.” Kemudian suara itu muncul lagi dan berkata “Tidak, Gemma! Engkau harus tinggal bersama ayahmu, sekarang ibumu akan Kubawa ke surga. Apakah engkau mau memberikannya dengan senang hati?” Mendengar pertanyaan itu dengan hati terpaksa Gemma menjawab, “Ya, saya mau.” Segera setelah misa berakhir ia pulang dan mendapati ibunya sedang dalam sakrat maut. Dan akhirnya ibunya meninggal pada tanggal 17 September 1886.

Kepergian ibunya membuat Gemma semakin dekat dengan Yesus, kerinduan untuk dapat bersatu dengan Yesus, menyambut Yesus secara pribadi dalam hatinya. Maka pada suatu kesempatan, ia mengutarakan kerinduannya ini kepada bapa pengakuannya. Ia mengatakan, “Berilah Yesus kepada saya, berilah Yesus kepada saya...” Melihat kemantapan hatinya itu, pada tanggal 17 Juni 1887 Yesus boleh hadir secara pribadi dalam dirinya. Pengalaman komuni pertama ini begitu mengesankan hatinya, ia mengatakan “Saya sudah lama merindukan saat ini di mana saya boleh berkata bahwa Yesus ada dalam hidupku dan hari ini Yesus mengaruniakan saya kerinduan untuk menjadi mempelai-Nya.”

Dengan berjalannya waktu, Gemma pun tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik dan lembut, sehingga mulailah banyak pemuda yang tertarik dan berusaha mencoba mendekatinya. Tetapi, hati Gemma hanya merindukan Yesus saja dan dengan halus ia berkata kepada setiap pemuda yang datang kepadanya bahwa, ‘ia adalah milik Yesus dan cintanya selamanya hanya untuk Yesus saja.’ Hal inilah yang membuat Gemma memutuskan untuk tinggal di rumah dan jika harus keluar rumah untuk suatu keperluan maka ia akan minta ditemani oleh saudaranya.

Ketika Gemma berusia 20 tahun, keluarganya mengalami cobaan demi cobaan. Pertama usaha keluarga Galgani mengalami kebangkrutan yang menyebabkan ekonomi keluarga menjadi sulit. Kemudian Gino, adik laki-laki Gemma yang berada di seminari menderita sakit dan akhirnya meninggal dunia. Tak lama berselang, ayahnya Henrikus Galgani terserang penyakit kanker yang menyebabkan ia pun meninggal dunia. Kejadian demi kejadian ini sangat memukul hati Gemma. Ia merasa begitu sedih sampai suatu penyakit misterius menyerangnya juga. Ia menderita hebat pada tulang belakangnya sehingga Gemma harus berjalan bungkuk lalu rasa nyeri yang berkepanjangan pada bagian kepalanya. Gemma hanya dapat berbaring di atas tempat tidur dan hampir-hampir tak dapat makan ataupun minum. Tak ada satu pun dokter yang berhasil mengetahui apa penyakit yang diderita oleh Gemma. Bahkan dokter-dokter itu mengatakan bahwa Gemma tak punya harapan lagi. Akhirnya, pada bulan Februari 1899 Gemma menerima sakramen pengurapan orang sakit.

Dalam keadaan gawat sakit yang dideritanya, tiba-tiba seorang suster bernama Sr. Yulia Sestini datang mengunjungi Gemma dan menyarankan supaya memohon kesembuhan dari Tuhan melalui perantara St. Gabriel Possenti seorang biarawan Pasionis yang telah meninggal dunia. St. Gabriel terkenal sebagai perantara bagi mereka yang memohon kesembuhan bagi orang-orang sakit. Atas saran tersebut, Gemma mulai berdoa novena melalui perantara St. Gabriel untuk memohonkan kesembuhan dari Tuhan. Ia sangat bertekun dalam doanya, sampai suatu hari St. Gabriel menampakkan diri pada Gemma dan memberikan jantung dan salib putih kepadanya. Gemma sungguh bahagia. Tuhan ternyata mengabulkan permohonan Gemma dengan memberikan penyembuhan ajaib padanya. Ini suatu mukjizat atas karunia ini. Setelah sembuh, Gemma semakin bertekad untuk mengucapkan kaul kemurnian kekal dan berniat masuk biara.

Hidup Gemma semakin lama semakin mengalami persatuan dengan Yesus. Ia begitu menghayati penderitaan Yesus. Di dalam setiap doanya ia sering melihat Yesus yang menderita di salib, Yesus yang mengeluarkan darah dari luka-lukanya sehingga membuat Gemma ingin ikut menderita bersama Yesus. Ia ingin merasakan juga penderitaan Yesus karena ia sangat mencintai Yesus. Baginya Yesus adalah segalanya dan tiada yang berarti selain menderita seperti Yesus. Karena kerinduannya ini, pada hari Kamis tanggal 8 Juni 1899 Gemma menerima stigmata, ia dikaruniai rahmat untuk merasakan luka-luka Yesus.

Pada hari itu, Gemma seperti biasa melakukan doa malamnya pada pukul delapan. Saat berdoa, Gemma merasakan kehadiran Yesus dengan luka-luka-Nya dan seluruh tubuhnya merasakan sakit seperti kehilangan nyawa. Gemma hampir terjatuh ke lantai, namun tiba-tiba Bunda Maria datang dan memegangnya. Bunda Maria mencium dahinya dan kemudian menghilang. Gemma merasakan kekuatan dan ia menyadari bahwa ia mengalami luka dan sakit di bagian tangan, kaki dan lambungnya serta luka-luka kepala Yesus karena tusukan mahkota duri. Ia melihat bahwa dari bagian yang sakit itulah keluar darah segar seperti darah Yesus yang tersalib. Gemma sangat menderita tetapi ia merasakan suatu kedamaian yang sempurna. Ia merasa bersatu seutuhnya dengan Yesus. Penderitaan Gemma itu berlangsung sampai hari Jumat keesokan harinya sampai pukul tiga siang. Sejak peristiwa itu, Gemma secara berkala mengalami kembali stigmata pada waktu-waktu yang sama.

Suatu ketika datanglah ke kota Lucca beberapa Pastor Pasionis untuk mengadakan suatu retret. Ketika Gemma ke Gereja, ia melihat seorang Pastor yang berpakaian seperti St. Gabriel yang menampakkan diri kepadanya pada waktu ia sakit. Ia begitu gembira dan ingin berbicara dengan Pastor itu. Setelah misa berakhir Gemma mendekati Pastor itu dan berbincang-bincang dengannya. Pastor itu adalah putera sengsara Yesus. Gemma terkesan dengan apa yang diceritakan Pastor itu mengenai para Pasionis, spiritualitas, dan karya mereka. Mereka mewartakan pada umat penderitaan-penderitaan Yesus dan membawa banyak orang kepada Yesus Kristus tersalib. Gemma merasakan bahwa apa yang mereka kerjakan adalah merupakan cita-cita dan kerinduannya sejak dahulu. Gemma ingin menjadi ‘Puteri  Sengsara Kristus.’ Ia merasa bahwa Yesus sendirilah yang telah menanamkan keinginan itu, dan Yesuslah yang telah meminta kesediaannya untuk menderita bersama Dia.

Kerinduan Gemma begitu dalam untuk mengabdi Tuhan dan mencapai persatuan dengan menjadi seorang biarawati itu, membuat Gemma berusaha mencari biara yang cocok dengan hatinya. Ia pun mencoba mengikuti retret suster-suster St. Fransiskus dari Sales, tetapi ia merasa bahwa cara hidup mereka tidak cocok dengannya. Ia kemudian mencoba mengajukan permohonan untuk masuk biara para suster-suster Karmelit, tetapi karena kondisi kesehatannya yang dinilai tidak stabil maka ia tidak dapat diterima untuk bergabung dalam biara Karmel tersebut. Gemma tidak putus asa, ia mencoba masuk biara lain. Ia kemudian mencoba bergabung dengan para biarawati Kapusin, tetapi sayangnya permohonannya itu pun ditolak. Kemudian di beberapa biara lainnya seperti biara suster-suster Mantellate, suster-suster Barbantini, dan suster-suster Zitine. Namun, semuanya selalu menolaknya. Penolakan-penolakan itu akhirnya membuat hati Gemma sedih dan kecewa sampai ia berkata dalam hatinya untuk berjalan sendiri mencapai kerinduannya.

Gemma terus menjalani kehidupannya dengan penuh penghayatan akan sengsara dan penderitaan Yesus. Ia tetap bertekad untuk menjadi murni seumur hidup hanya bagi Yesus. Pada suatu kesempatan Gemma secara tidak sengaja mendengar bahwa di kota Targuinia dekat Roma ada biara suster-suster Pasionis yang pendirinya adalah St. Paulus dari Salib. Gemma yang memang telah terkesan dengan cara hidup dan spiritualitas para Pasionis itu kemudian mencoba mengajukan permohonan untuk masuk biara tersebut. Ia merasa bahwa di sinilah ia akan berada dan menghayati secara sepenuhnya penderitaan Yesus yang tersalib itu. Ia akan menjadi seorang Puteri Sengsara Kristus yang bahagia. Namun ternyata seperti yang sudah-sudah, permohonan Gemma lagi-lagi ditolak. Suster kepala biara itu tidak mengijinkan Gemma untuk bergabung dengan mereka.  Penolakan kali ini benar-benar menjadi pukulan bagi Gemma. Ia begitu sedih dan kecewa sehingga ia pun bertanya kepada Yesus apa yang harus dilakukannya. Yesus rupanya tidak membiarkan anak kesayangan-Nya itu bersedih terus-menerus. Pada tanggal 9 Juli 1899 setelah Gemma menerima komuni kudus, Yesus datang padanya dan berkata, “Gemma anak-Ku, engkau akan kujadikan Puteri Sengsara yang tercinta.” Bunda Maria pun datang dan berkata kepadanya, “Engkau akan menjadi seorang Pasionis.” Perkataan itu telah membuat hati Gemma merasa damai.

Suatu hari Yesus kembali datang ketika Gemma sedang mengalami ekstase dalam doanya dan berkata bahwa Dia sangat memerlukan orang-orang yang berani mengorbankan diri melalui penderitaan dan kesengsaraan bagi para pendosa dan menginginkan supaya di kota Lucca didirikan sebuah biara untuk para biarawati Pasionis, karena merekalah yang akan merintangi siksaan-siksaan untuk dosa-dosa dunia. Ketika Gemma mendengar perkataan Yesus itu, ia lalu berkata: “Biarawati-biarawati Pasionis tidak mau menerima saya ketika saya masih hidup, tetapi mereka akan mencari saya pada saat saya telah meninggal nanti.”

Setelah percakapan itu, Gemma tetap melanjutkan kehidupannnya dengan penuh sukacita. Ia percaya bahwa Yesus akan senantiasa menemaninya karena ia adalah Puteri Sengsara-Nya yang tercinta. Gemma begitu percaya akan penyelenggaraan-Nya dan senantiasa merindukan Yesus. Gemma telah memberikan seluruh hati dan cintanya kepada Yesus. Ia pun sering mengalami ekstase dan bercakap-cakap dengan Yesus, Bunda Maria, dan para malaikat. Saudara-saudaranya pernah melihat Gemma dalam keadaan ekstase dan mereka mencatat apa yang sedang diperbincangkan Gemma saat itu. Mulailah banyak pembicaraan di luar mengenai Gemma yang mendapat stigmata dan ekstase itu, bahkan pernah ada seorang Monsignor datang berkunjung dengan harapan dapat melihat Gemma dalam keadaan ekstase. Ada beberapa orang yang meragukan kebenaran dari pengalaman mistik Gemma dengan mengatakan itu semua bisa saja adalah tipuan setan.
Sampai suatu hari datanglah seorang Pastor Pasionis bernama Pastor Germanus, ia bercakap-cakap dengan Gemma dan ia melihat bahwa apa yang dialami oleh Gemma adalah benar-benar berasal dari Tuhan. Bahkan pernah suatu kali Pastor Germanus melihat ketika Gemma sedang dalam ekstase, Gemma memohon kepada Yesus untuk memberi pengampunan bagi seorang pendosa. Gemma menyebut nama orang tersebut dan dosa-dosanya. Gemma dengan penuh kerendahan hati memohon agar Yesus melupakan kejahatan orang itu dan mengampuninya. Setelah ekstase tersebut, Pastor Germanus kembali pulang. Sesampainya ia di tempat, ada seseorang datang untuk mengaku dosa, dan ternyata setelah ia mulai berkata-kata Pastor Germanus menyadari bahwa orang itulah yang disebut oleh Gemma dalam ekstasenya. Ketika orang itu mengakukan dosanya ada satu yang terlupakan, namun karena Pastor Germanus telah mendengar dari doa Gemma, ia pun dapat menolong orang itu. Dari peristiwa tersebut, tak dapat diragukan lagi bahwa Gemma benar-benar telah dipakai Tuhan dan apa yang dialaminya adalah sungguh-sungguh nyata dari Tuhan.

Pada bulan Juni 1902, Gemma terserang penyakit keras. Ia tidak dapat bangun dari tempat tidurnya, yang dapat dilakukan hanya berdoa di atas tempat tidurnya. Ketika Pastor Germanus datang dan mengunjunginya, ia meminta Gemma untuk memohon kesembuhan dari Tuhan. Gemma pun menurutinya dan berdoa mohon kesembuhan. Yesus mendengar permohonannya dan menyembuhkan penyakitnya. Namun, pada tanggal 19 Agustus 1902 Gemma kembali kehilangan seorang adik perempuannya yang bernama Yulia. Hati Gemma menjadi sedih dan di bulan September ia mengalami sakit lagi, tetapi Tuhan kembali menyembuhkannya. Rupanya cobaan bagi Gemma belum berakhir, karena pada tanggal 21 Oktober bulan berikutnya adik Gemma yang bernama Tonino meninggal dunia juga. Saat itu Gemma merasakan kesedihan yang dalam karena dalam waktu yang berdekatan ia telah kehilangan 2 orang adik yang sangat disayanginya, tetapi Gemma tidak menyalahkan Tuhan, ia mempersembahkan kedua adiknya itu ke dalam tangan Tuhan. Ia percaya Yesus mencintai mereka dan akan menerima mereka dalam surga.

Kepergian kedua adiknya membuat penderitaan bagi Gemma sangat luar biasa sampai ia menderita sakit yang lebih hebat sehingga ia seperti seorang mayat saja. Mendengar sakit Gemma yang parah itu, Pastor Germanus kembali datang untuk memberikan kekuatan. Ia mengajak Gemma bercerita dan memberkati Gemma. Sungguh mengharukan melihat Gemma yang tergeletak tak berdaya di atas tempat tidurnya. Penyakitnya itu diperiksa kembali oleh dokter dan ternyata menurut dokter penyakit Gemma sangat berbahaya karena dapat menular. Oleh karena itu, untuk menjaga supaya orang-orang di rumah tidak terkena penyakit yang sama maka Gemma dipindahkan ke suatu rumah lain yang dekat dari situ. Gemma sebetulnya merasa sangat sedih karena harus berpisah dengan sanak keluarga yang selama ini ada menemaninya. Ia berkata: “Sekarang saya benar-benar hanya seorang diri saja bersama Yesus.” Gemma benar-benar sedang sekarat dan orang di sekelilingnya merasa bahwa penyakit Gemma kali ini tak akan sembuh lagi.
Dalam keadaan sakitnya itu, Gemma sekali pun tidak pernah meninggalkan doa-doanya. Ia tetap setia pada Yesus yang menderita disalib. Ketika tiba hari pekan suci, tepatnya pada hari Jumat Agung pagi, Gemma memohon kepada bibinya untuk tidak meninggalkan dia karena dia akan disalibkan bersama Yesus. Kemudian Gemma mengalami suatu ekstase lagi di atas tempat tidurnya ia merentangkan tangan dan tidak bergerak sedikit pun seperti Yesus yang sedang tersalib. Hal ini berlangsung sampai hari Sabtu Suci. Kemudian pada hari Sabtu Suci itu hampir seluruh keluarga dan saudaranya berkumpul bersama menemani Gemma. Gemma menerima komuni kudus dan sakramen pengurapan orang sakit. Saat itu Gemma benar-benar terlihat sudah lemah dan ia kemudian mengambil patung Yesus, memandang-Nya dan berkata: “Yesusku, lihatlah saya sudah tidak kuat lagi, kalau memang ini adalah kehendak-Mu maka ambillah saya.” Matanya beralih pada gambar Bunda Maria di dinding kamarnya dan berujar, “Ibuku, kepadamu saya serahkan jiwa ini, katakanlah pada Yesus agar mengasihani saya.” Setelah ia berkata demikian, secara perlahan ia memejamkan matanya dan meninggal dalam damai bersama Yesus yang dicintainya. Gemma meninggal hari Sabtu Suci tanggal 11 April 1903.

Gemma telah tiada, ia telah benar-benar bersatu dengan Yesus yang selalu dirindukannya. Hidup Gemma selama 25 tahun memang sangat singkat, tetapi kehidupannya sungguh mempunyai arti bagi orang-orang di sekelilingnya. Perbuatannya tidak menyolok dan ia menyembunyikan semua yang dialaminya di dalam hatinya, hanya orang-orang yang berada didekatnya saja yang mengetahuinya. Gemma dikuburkan pada hari Raya Paskah Kebangkitan. Di atas dadanya terlihat lambang sengsara Kristus sendiri yaitu jantung dan salib putih. Pastor Germanus juga hadir saat itu dan merasa bahwa Gemma akan selalu dikenang karena kesucian dan kesalehannya.

Setelah meninggalnya itu, Pastor Germanus mulai menyusun autobiografi Santa Gemma dan menerbitkannya, bahkan akhirnya diterjemahkan dalam berbagai bahasa sehingga dunia mulai mengenal siapa Santa Gemma. Begitu pun akhirnya biarawati-biarawati Pasionis datang ke Lucca mendirikan biara dan mereka memindahkan relikwi Santa Gemma ke biara mereka. Santa Gemma memang bukan seorang biarawati Pasionis pada masa hidupnya, tapi dalam jiwanya, ia adalah seorang Pasionis sejati, dan benarlah apa yang pernah dikatakannya dulu bahwa para biarawati Pasionis menolak dia semasa hidupnya, tetapi mencarinya saat dia sudah tiada.

Santa Gemma yang karena kesucian hidup dan kerendahan hatinya baik dihadapan sesama maupun dihadapan Tuhan, akhirnya dinyatakan sebagai Beata oleh Paus Pius XI pada tanggal 14 Mei 1933, dan pada tanggal 2 Mei 1940 dinyatakan sebagai Santa oleh Paus Pius XII. Santa Gemma, ia adalah Puteri Sengsara Kristus yang tersalib. Ia mencintai Yesus dan mencintai penderitaan-Nya. Ia memberikan teladan kepada kita semua untuk mencintai Yesus dan percaya secara total kepada Yesus yang telah menebus dosa kita dengan bayaran yang sangat mahal yaitu mati tersalib. Santa Gemma adalah sekuntum bunga sederhana di taman Firdaus yang telah menyebarkan keharuman yang lembut dan memberikan keindahan yang tak pernah pudar. Semoga teladan hidupnya dapat menjadikan kita sebagai putera-puteri Sengsara Kristus dan menjadi milik Kristus untuk selamanya.

(Sumber: Cita-cita Pemuda Katolik & Sumber Lain)
www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting