Print
Hits: 10239

User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Berdoa merupakan panggilan dasar orang kristiani. Yesus pun tidak hanya mengajarkan cara berdoa kepada para murid-Nya, tetapi Yesus sendiri memberikan teladan kepada mereka bagaimana menjadi pengikut-Nya yang sejati. Kerap kali kita jumpai dalam Injil, kisah Yesus sedang berdoa kepada Bapa-Nya. Yesus berdoa untuk kepentingan para murid-Nya dan juga untuk kepentingan kita semua yang menjadi pengikut-Nya. Yesus telah meneladankan kepada kita untuk berdoa syafaat.

 

Berdoa merupakan panggilan dasar orang kristiani. Yesus pun tidak hanya mengajarkan cara berdoa kepada para murid-Nya, tetapi Yesus sendiri memberikan teladan kepada mereka bagaimana menjadi pengikut-Nya—orang kristen—yang sejati. Kerap kali kita jumpai dalam Injil, kisah Yesus sedang berdoa kepada Bapa-Nya. Salah satu kisah tersebut terjadi pada malam sebelum Dia wafat, ketika Yesus mengadakan perjamuan terakhir dengan para murid-Nya. Yesus berdoa kepada Bapa-Nya, “Aku berdoa untuk mereka [para murid]…. Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka” (Yoh 17:9.20). Yesus berdoa untuk kepentingan para murid-Nya dan juga untuk kepentingan kita semua yang menjadi pengikut-Nya.

Kita tahu bahwa Yesus dan Bapa adalah satu. Dan, Bapa pasti mengetahui apa yang diperlukan oleh Yesus sebelum Yesus meminta kepada-Nya (bdk. Mat 6:8). Jadi, mengapa Yesus masih tetap berdoa kepada Bapa-Nya untuk kepentingan kita? Di sini Yesus mau mengajarkan kepada kita suatu bentuk doa yang dinamakan dengan “doa permohonan” atau “doa syafaat”.

Pada edisi kali ini, kita mau bersama-sama melihat dan menggali satu bentuk doa ini, yaitu doa syafaat. Bersama-sama kita akan melihat bagaimana kita menyatukan doa-doa permohonan kita dengan doa Tuhan Yesus bagi kita untuk mencurahkan berkat dan rahmat-Nya pada orang-orang yang kita doakan. Tahun ini juga merupakan tahun iman. Maka, marilah kita melihat pentingnya dan peranan iman di dalam berdoa syafaat.

 

doa syafaat

Doa syafaat atau doa permohonan adalah salah satu bentuk doa lisan yang kita sampaikan kepada Tuhan dengan penuh iman, harapan, dan kasih. Dalam doa ini, kita menyampaikan permohonan-permohonan kita kepada Tuhan, baik untuk kepentingan diri kita sendiri, keluarga kita, teman-teman kita, negara kita, dunia, bahkan untuk orang-orang yang memusuhi dan membenci kita serta orang-orang yang menyakiti hati kita. Jadi, dalam doa ini kita mempersembahkan semua keperluan kita, baik besar maupun kecil, baik keperluan khusus maupun keperluan hidup harian kita, baik untuk kepentingan jangka panjang (keperluan yang tidak terlalu mendesak untuk dipenuhi) maupun kepentingan jangka pendek (keperluan yang mendesak untuk segera dipenuhi).

 

sikap hati pendoa syafaat

Suatu sikap hati yang perlu dimiliki oleh seorang pendoa syafaat adalah sikap hati seperti anak kecil yang membawa semua permasalahan dan keinginannya kepada orang tuanya. Karena tahu bahwa orang tuanya adalah orang yang baik hati, maka anak kecil tersebut akan mengungkapkan apa saja kepada mereka.

Demikian pula dengan seorang pendoa syafaat. Dia harus datang kepada Tuhan dengan sikap hati yang demikian. Pertama-tama, dia sendiri harus menyadari bahwa ia berdoa kepada Allah Bapanya yang sungguh amat baik hati. Ia percaya bahwa Allah Bapa tidak akan memberikan ular ketika ia meminta ikan, atau kalajengking ketika ia meminta telur (bdk. Luk 11:11-12). Dengan bekal kesadaran inilah, maka ia akan berdoa dan meminta apa saja kepada Allah Bapa dan menerimanya melalui Yesus Kristus, Putra-Nya (bdk. Yoh 16:23).

Namun demikian, sikap hati seperti anak kecil ini saja tidaklah cukup. Sikap hati seorang pendoa syafaat haruslah berkembang menjadi lebih dewasa. Mari kita melihat perkembangan kehidupan anak kecil. Anak kecil yang keinginannya selalu dipenuhi oleh orang tuanya atau yang permasalahannya selalu diselesaikan oleh orang tuanya, tidak akan tumbuh menjadi pribadi yang dewasa. Mereka bisa menjadi sangat tergantung dengan orang tuanya; mereka tidak akan belajar bagaimana menerima suatu tanggung jawab.

Demikian pula hubungan seorang pendoa syafaat dengan Allah Bapa. Bapa telah memberikan karunia intelektual dan intuisi kepada manusia agar manusia dapat bertumbuh dan belajar bagaimana menciptakan dunia ini menjadi suatu tempat yang baik dan layak untuk ditinggali. Bapa ingin agar manusia berusaha keras untuk menyelesaikan berbagai persoalan hidupnya. Dan, pada waktu yang sama, Bapa juga ingin agar manusia menyerahkan semua persoalan dan perjuangan hidupnya itu kepada-Nya agar Dia dapat menolong dan membimbing manusia kepada kehidupan kekal bersama-Nya.

Memang, kadang kala Tuhan dapat melakukan suatu mukjizat besar tanpa kita melakukan usaha. Namun, seringkali Tuhan bekerja dengan menyertakan usaha manusia di dalamnya. Sebagai contoh, jika kita menginginkan pekerjaan baru, kita harus meminta pertolongan dari Tuhan agar kita diberi pekerjaan baru. Akan tetapi, kita juga masih perlu untuk mencari lowongan pekerjaan, mengirimkan surat lamaran pekerjaan, mengikuti tes dan wawancara, dsb. Salahlah anggapan yang menyatakan bahwa aku dapat melakukan semuanya sendirian dan Tuhan tidak bisa atau tidak mau membantuku. Bagitu pula dengan anggapan yang menyatakan bahwa yang kuperlukan hanyalah berdoa saja dan menunggu apa yang akan diberikan Tuhan kepadaku.

 

yesus sebagai imam besar

Dalam tradisi bangsa Israel, seorang imamlah yang bertugas untuk menjadi perantara antara bangsanya dengan Tuhan Allah. Mereka bertugas untuk berdoa dan mempersembahkan korban kepada Tuhan bagi bangsanya. Hal ini pulalah yang menjadi salah satu tugas Yesus di dunia. Ia datang sebagai Imam Besar untuk mendatangkan kebaikan bagi umat-Nya (bdk. Ibr 9:11). Dan, setelah Ia wafat dan naik ke Surga pun, Ia tetap menjalankan tugas ini. Yesus tetap menjadi pengantara manusia dengan Allah Bapa (bdk. Ibr 7:25).

Patutlah bersyukur kepada Allah Bapa karena telah mengaruniakan Yesus, Putra-Nya, untuk menjadi pengantara kita kepada-Nya. Hanya Yesuslah satu-satunya Imam Besar yang dapat membawa segala persoalan hidup kita, segala kebutuhan hidup kita, dan segala dosa kita dengan sempurna ke hadapan Allah Bapa. “Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya” (Ibr 4:16).

Karena rahmat pembaptisan, maka kita menjadi “imam-imam”-Nya (bukan imam secara tertahbis). Seperti yang dikatakan oleh St. Petrus, “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, ….” (1Ptr  2:9). Oleh karena itu, kita pun turut ambil bagian dalam tugas Imam Besar ini, yaitu mempersembahkan doa dan kurban di hadapan Allah Bapa, entah untuk kepentingan diri kita maupun untuk kepentingan orang lain.

 

berdoa dalam iman dan keberanian

Dalam berdoa syafaat, kita menyampaikan segala permohonan kita kepada Tuhan. Namun, inti dari doa syafaat bukanlah sekadar menyampaikan permohonan kepada Tuhan. Kita memerlukan iman dan keberanian untuk berdoa syafaat. Tanpa iman, doa kita tidak akan ada artinya di hadapan Tuhan (bdk. Ibr 11:6).

Berbicara mengenai iman, surat kepada orang Ibrani mengatakan, “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (Ibr 11:1). Jadi, beriman dalam berdoa syafaat berarti kita percaya bahwa Allah memiliki kuasa untuk menjawab semua doa kita berdasarkan kebijaksanaan, kasih, dan penyelenggaraan-Nya. Hal ini juga berarti bahwa kita percaya bahwa Allah akan memberikan segala yang terbaik kepada kita, dalam berbagai bentuk maupun cara. Karena kita percaya akan kuasa Allah, maka kita berani untuk menyampaikan permohonan-permohonan kita kepada-Nya. Yesus pun mengajarkan bahwa kita harus meminta agar kita diberi, kita harus mencari agar kita mendapat, dan kita harus mengetuk agar pintu dibukakan bagi kita (bdk. Luk 11:10).

Namun demikian, berdoa syafaat bukan berarti kita mendikte Tuhan untuk berbuat sesuatu bagi kita sesuai dengan yang kita inginkan. Akan tetapi, berdoa syafaat merupakan salah satu bentuk ungkapan iman kita kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Tahu. Tentu saja, ada banyak alasan mengapa kita tidak melihat doa-doa permohonan kita dikabulkan sesuai dengan yang kita mohon. Tuhan selalu ingin memberikan segala yang terbaik kepada umat-Nya. Akan tetapi, kadang kala “kebaikan” yang kita minta bukanlah “kebaikan terbaik” yang Tuhan maksudkan bagi kita. Misalnya, kita berdoa mohon kesembuhan dari suatu penyakit. Namun, Tuhan tidak menyembuhkan penyakit kita karena Tuhan tahu bahwa yang paling kita perlukan bukanlah penyembuhan dari penyakit tersebut—meskipun berdoa mohon kesembuhan dari suatu penyakit adalah suatu hal yang baik—mungkin yang paling kita perlukan saat itu adalah penyembuhan batin kita terlebih dahulu atau pertobatan kita.

Jadi, kita memerlukan seluruh iman dan keberanian kita dalam berdoa syafaat. Namun, hal ini tidak berarti bahwa kita harus memiliki iman yang heroik terlebih dahulu saat berdoa syafaat, atau hanya mereka yang memiliki iman heroik saja yang akan dikabulkan doanya. Memang, iman yang heroik akan sangat membantu, tetapi hal itu bukanlah jaminan. Kebajikan-kebajikan yang mendukung doa syafaat adalah ketulusan hati, kerendahan hati, dan ketekunan.

Setiap orang memiliki kadar iman yang berbeda-beda, ada yang besar dan ada yang kecil. Saat kita berdoa syafaat, kita perlu menggunakan “semua” iman yang ada pada kita, entah iman kita sudah besar ataupun iman kita masih kecil. Tuhan sendiri berjanji bahwa ketika kita mencari-Nya dengan segenap hati, maka kita akan menemukan-Nya (bdk. Yer 29:13-14). Ketulusan hati dan ketekunan inilah yang akan mendatangkan rahmat besar bagi diri si pendoa dan bagi orang yang didoakannya.

Di sini kita perlu sadar bahwa iman dan keberanian ini bukanlah sesuatu yang muncul begitu saja karena usaha kita. Iman dan keberanian ini adalah karunia yang diberikan oleh Tuhan ke dalam hati kita. Dengan karunia inilah, maka kita dapat menghadapi segala macam persoalan hidup dengan hati yang mantap. Oleh karena itu, kita perlu meminta karunia ini kepada Tuhan, seperti yang diminta oleh para murid kepada Yesus, “Tambahkanlah iman kami!” (Luk  17:5).

 

berdoa tak kenal lelah

Pada suatu kali, Yesus mengajar para murid dengan memberikan sebuah perumpamaan untuk menegaskan bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu (bdk. Luk 18:1). Perumpamaan itu adalah kisah seorang janda yang terus mendesak seorang hakim yang lalim untuk membela perkaranya. Pada akhirnya, hakim tersebut membenarkan perkara janda tadi bukan karena hakim ini baik hati, tetapi agar janda ini tidak menyusahkannya (bdk. Luk 18:2-7).

Hakim yang lalim ini saja bisa mengabulkan suatu permohonan, apalagi Allah Bapa kita yang begitu baik hati dan penuh dengan belas kasihan. “Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?” (Luk 18:7). Oleh karena itu, dengan penuh kepercayaan dan keberanian, kita dapat terus memanjatkan permohonan kepada-Nya. Kita tidak perlu takut untuk merepotkan Tuhan dengan berbagai permohonan kita. Justru Tuhan senang dengan orang-orang yang selalu datang kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan menyerahkan segala permasalahan dan kesulitan hidupnya, entah besar maupun kecil.

Dan, apabila doa permohonan kita belum juga dikabulkan-Nya, kita jangan sampai putus asa dan berhenti memohon. Dalam situasi yang demikian, Tuhan ingin agar kita terus berdoa dengan tak kenal lelah. Selain terus berdoa agar permohonan kita dikabulkan, kita juga perlu berdoa agar Tuhan menyingkapkan rencana dan kehendak-Nya sedikit demi sedikit kepada kita di balik situasi sulit yang kita hadapi. Dan, kita juga mohon rahmat agar kita mampu untuk menerima rencana dan kehendak-Nya, apa pun itu.

Dengan demikian, kita akan dapat mendobrak segala macam rintangan dosa dan ketidakpercayaan yang justru menghambat kita untuk menerima rahmat dari-Nya. Selain itu, Tuhan akan menunjukkan kepada kita bahwa rencana dan kehendak-Nya adalah hal terbaik yang dapat kita miliki.

 

penutup

Melalui doa syafaat, kita dapat menjangkau banyak orang di seluruh penjuru dunia karena doa tersebut dapat menembus batas-batas ruang dan waktu. Oleh karena itu, seorang pendoa syafaat dapat dengan bebas menyampaikan doa-doa permohonannya kepada Tuhan untuk berbagai macam bentuk kepentingan, kapan saja, dan untuk situasi apa pun. Seorang pendoa syafaat juga dapat memanjatkan doa-doanya secara bersama-sama dalam suatu perkumpulan umat beriman maupun secara pribadi.

Seorang pendoa syafaat itu ibaratnya seorang pengintai yang tidak akan pernah berdiam diri sampai Allah bertindak, seperti yang digambarkan dalam Kitab Yesaya. “Di atas tembok-tembokmu, hai Yerusalem, telah Kutempatkan pengintai-pengintai. Sepanjang hari dan sepanjang malam, mereka tidak akan pernah berdiam diri. Hai kamu yang harus mengingatkan TUHAN kepada Sion, janganlah kamu tinggal tenang dan janganlah biarkan Dia tinggal tenang, sampai Ia menegakkan Yerusalem dan sampai Ia membuatnya menjadi kemasyhuran di bumi” (Yes 62:6-7).

Dan, sebagaimana ajaran Yesus di mana kita harus memohon rezeki untuk hari ini dan agar dibebaskan dari yang jahat (bdk. Mat 6:11.13), demikian pula yang harus dilakukan oleh seorang pendoa syafaat. Mereka harus berdoa setiap hari agar rahmat Tuhan terus dicurahkan kepada orang-orang yang didoakannya.

Tak ada satu doa permohonan yang terlalu kecil atau terlalu tak berarti di mata Tuhan. Dan, tak ada satu doa permohonan yang terlalu besar di mata Tuhan sehingga Tuhan tidak sanggup untuk menjawabnya. Setiap doa permohonan yang kita panjatkan dengan penuh iman-harapan-kasih kepada Tuhan, selalu berarti di mata Tuhan karena Dia adalah Allah yang penuh dengan belas kasihan dan selalu mendengarkan dan menjawab doa umat-Nya. Mari berdoa syafaat!

 Fr. Kevin, CSE

Sumber:

The Word Among Us: Daily Meditation For Catholics; Ed. Oktober 2009.