User Rating: 4 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Inactive
 

Saat itu pukul tiga pagi, langit gelap gulita ditutup badai. Beberapa mil jauhnya dari tepian pantai, sebuah perahu nampak tidak berdaya dipermainkan angin sakal. Angin yang kencang, gelombang yang mengembang, permukaan perahu yang tergenang, membuat para penumpangnya tidak tenang. Beberapa di antara mereka adalah nelayan berpengalaman, yang belum lama meninggalkan profesinya sebagai penjala ikan. Akan tetapi, semuanya kini bingung takluk di bawah kedahsyatan alam yang mengamuk.

Tiba-tiba, tampaklah sesosok bayangan di kejauhan, berjalan mendekat ke arah perahu mereka, berjalan di atas air! “Hantu, hantu!” spontan para murid berteriak. Lengkaplah kini ketakutan mereka. Belum sirna kepanikan akibat amukan alam, masih kini ditambah datangnya bayangan misterius dalam kelam.

Dengan kewibawaan yang besar mengatasi deru angin dan derai gelombang, bayangan itu pun berkata, “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!” Yesus tak pernah membiarkan orang yang dikasihi-Nya sendirian dalam goncangan badai kehidupan. Mendengar suara Yesus yang penuh kuasa dan melegakan itu, Petrus pun segera berseru, “Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air.” Yesus menjawab, “Datanglah.” Maka Petrus pun turun dari perahu dan berjalan di atas air. Akan tetapi, ketika angin bertiup kencang, ketakutanlah Petrus dan ia pun mulai tenggelam. Segeralah Petrus berteriak, “Tuhan, tolonglah aku.” Yesussaat itu juga mengulurkan tangan-Nya, memegang dia, dan berkata, “Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?” (Mat 14:31).

“Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?” Biarlah pertanyaan Yesus ini menggema selalu di kedalaman hati kita. Pertanyaan yang mengungkapkan kerinduan Yesus agar kita percaya kepada-Nya. Percaya Ia mahakuasa, percaya bahwa Ia sangat mengasihi kita.

Jika kita melihat hubungan-hubungan manusiawi di sekitar kita, adakah hubungan itu dapat bertahan jika tidak ada rasa saling percaya di antara keduanya? Jika seorang istri meragukan cinta sang suami, atau sebaliknya, betapa besar penderitaan yang harus dijalani keduanya. Juga persahabatan yang dibangun atas dasar saling curiga, akhirnya akan hancur.

Apabila hubungan antar manusia saja membutuhkan rasa percaya, maka hubungan antara manusia dengan Tuhan dibutuhkan kepercayaan. Untuk dapat menjalin relasi dengan Allah, manusia membutuhkan iman. Kita tidak dapat mengaku sebagai orang kristiani jika tidak mempunyai iman. Dengan demikian, iman merupakan kebutuhan utama seorang kristiani. Menurut Santo Thomas Aquino iman mempunyai peran sebagai berikut:

Pertama, Iman mempersatukan jiwa dengan Allah. Dengan iman, jiwa dibawa ke dalam suatu pernikahan rohani dengan Allah penciptanya. “Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku untuk selama-lamanya dan Aku akan menjadikan engkau istri-Ku dalam keadilan dan kebenaran, dalam kasih setia dan kasih sayang. Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku dalam kesetiaan, sehingga engkau akan mengenal TUHAN” (Hos2:18-19).

Oleh karena itu, ketika dibaptis kita ditanyakan mengenai kepercayaan kita: “Apakah engkau percaya kepada Allah?” Dengan segenap hati kita pun menjawab, “Ya, saya percaya.” Pada saat itulah keselamatan turun atas kita, hubungan yang mesra antara jiwa dan Allah pun mulai terjalin. “Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum” (Mrk16:16).

Dengan kata lain, kita dapat menyimpulkan bahwa tanpa iman kita tak akan berkenan di hati Allah. Bahkan lebih tegas lagi Santo Paulus mengatakan bahwa segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman adalah dosa. “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia” (Ibr11:6). “Dan segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman, adalah dosa” (Rm.14:23b).

Tidak heran Santo Agustinus berkata, “Tanpa pengakuan akan adanya keabadian dan kebenaran yang tak tergoyahkan, segala kebajikan hanyalah kepura-puraan, sekalipun kebajikan itu merupakan kebajikan yang terbaik.” Kata-kata Santo Agustinus hendak mengatakan bahwa sebesar apa pun kebaikan yang dilakukan seseorang, tanpa iman kebaikan itu tidak ada nilainya bagi keabadian. Kebaikan yang dijalankan tanpa iman tidak memiliki landasan motivasi yang murni, karena dilakukan bukan demi dan untuk Allah.

Kedua, iman memperkenalkan kita kepada hidup kekal. Iman menghantar jiwa kepada keabadian sudah sejak di dunia ini. Dari Injil kita mengerti bahwa hidup kekal itu tidak lain adalah pengenalan jiwa akan Tuhan. “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus” (Yoh17:3).

Pengenalan akan Allah ini dimulai dari adanya iman. Tanpa iman kita tidak akan dapat mengenal Dia, yang tak pernah kita lihat dengan mata jasmani, yang tak dapat kita mengerti dengan akal budi. “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (Ibr11:1).

Pengenalan yang berawal dari iman ini akan berkembang dari waktu ke waktu dengan semakin besarnya iman kita kepada-Nya. Oleh karena itu, tidak akan ada seorang pun di dunia ini akan dapat mengecap kebahagiaan surgawi - yang tidak lain merupakan pengenalan akan Allah, jika ia tidak memiliki iman. Demikian pula yang dikatakan oleh Tuhan Yesus bahwa yang berbahagia adalah mereka yang tidak melihat namun percaya? “Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya"(Yoh20:29b).

Ketiga,iman merupakan penuntun kita dalam kehidupan. Untuk dapat hidup dengan baik manusia membutuhkan petunjuk bagaimana caranya membina kehidupan yang baik itu. Jika ada seseorang yang mengandalkan kemampuannya sendiri untuk menemukan pedoman hidup baik, hasilnya hanya ada dua kemungkinan. Yang pertama, ia tidak akan pernah menemukannya. Yang kedua ia akan mengira sudah menemukannya, padahal ia melakukan hal yang sama itu-itu saja seumur hidupnya. Akan tetapi, dengan iman kita dibimbimbing untuk menjalani kehidupan yang baik. Melalui iman kita belajar bahwa hanya ada satu Allah yang memberikan pahala kepada mereka yang berbuat baik dan menghukum mereka yang jahat. Melalui iman kita juga diperkenalkan bahwa ada kehidupan yang lain sesudah kehidupan ini. Iman akan membimbing kita kepada kebenaran-kebenaran sejati yang membuat kita mengejar kebaikan dan menghindari kejahatan. Kitab Suci mengatakan bahwa orang yang benar akan hidup karena imannya. “Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya” (Hab2:4).

Sebelum Yesus Kristus turun ke dunia menjelma sebagai manusia, tak seorang ahli filsafat dan teolog pun dapat menerangkan dengan baik tentang Allah dan hidup kekal, sebesar apa pun usaha mereka. Akan tetapi, kini dengan mudah hal itu dapat diterangkan oleh seorang perempuan tua sederhana sekali pun asal ia mempunyai iman. Kedatangan Yesus Kristus membawa manusia mengalami pengenalan akan Allah yang lebih sempurna seperti yang telah dinubuatkan oleh Yesaya yang menyatakan bahwa seluruh bumi dipenuhi dengan pengenalan akan Tuhan. “...sebab seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan TUHAN, seperti air laut yang menutupi dasarnya” (Yes11:9).

Pengenalan akan Tuhan yang semakin sempurna inilah yang membimbing manusia untuk melakukan apa yang berkenan di hati-Nya, dan menjauhi segala sesuatu yang tak berkenan di hadapan-Nya. Oleh karena itu, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa iman membawa manusia untuk mengenal Allah. Pengenalan akan Allah ini menuntun manusia untuk melakukan yang baik, yang sesuai dengan kehendak Allah.

Kempat, iman menolong kita pula untuk melawan setiap godaan. Surat kepada umat Ibrani mengatakan bahwa karena iman kerajaan-kerajaan telah ditaklukkan, mulut singa dibungkamkan, dan api dahysat dipadamkan. “...yang karena iman telah menaklukkan kerajaan-kerajaan, mengamalkan kebenaran, memperoleh apa yang dijanjikan, menutup mulut singa-singa, memadamkan api yang dahsyat” (Ibr11:33).

Sepanjang sejarah kehidupan manusia harus terus berjuang melawan setiap godaan. Godaan ini bisa datang dari si jahat, bisa juga dari dunia, atau dapat pula dari diri sendiri karena kelemahan kedagingan kita.

a.Godaan dari si jahat. Setan selalu menggoda kita untuk memberontak dan tidak taat kepada Allah. Godaan ini hanya dapat dilawan dengan iman, karena iman mengajarkan kepada kita bahwa Tuhan adalah Allah segala allah, sehingga layaklah kita tunduk dan taat kepada-Nya.“Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama” (1Ptr5:8-9).

b.Godaan dari dunia. Dunia menggoda kita dengan segala kenikmatannya, namun juga menggoda kita untuk kuatir dan takut akan berbagai kesengsaraan. Godaan ini dapat diatasi dengan iman yang mengajarkan kepada kita bahwa ada kehidupan lain yang jauh lebih baik dari kehidupan sekarang ini. Itulah kehidupan dalam keabadian yang saat ini menantikan kita untuk masuk ke dalamnya. Oleh karena itu, cara yang tepat dalam menghadapi godaan dunia ini adalah meremehkan segala kefanaannya karena iman telah menyingkapkan kepada kita rahasia keabadian yang membahagiakan. “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?” (Mat16:26).“...semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita” (1Yoh5:4).

c.Godaan dari kedagingan diri sendiri. Kedagingan mendorong kita untuk melampiaskan setiap hawa nafsu demi kenikmatan-kenikmatan semu dalam hidup. Akan tetapi, iman mengajarkan jika kita terlalu mengejar kenikmatan daging kita justru akan kehilangan kebahagiaan surgawi. “Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya” (Mat10:39). “...dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat” (Ef6:16).

Berdasarkan penjelasan Santo Thomas Aquino di atas, jelaslah bahwa betapa berharganya iman dalam kehidupan seorang kristiani. Iman mempunyai peranan yang penting dalam perjalanan hidup rohani seseorang.

Memang saat ini banyak orang yang mengatakan bahwa iman merupakan suatu kebodohan. “Bagaimana mungkin kita mempercayai sesuatu yang tidak dapat kita lihat?” demikian komentar banyak orang di zaman yang serba canggih ini. Mengenai hal ini, Santo Thomas Aquino memberikan penjelasan bahwa iman sama sekali bukan kebodohan, karena:

Pertama, akal budi kita sama sekali tidak sempurna. Apabila kita dapat mengerti segala sesuatu yang ada di dunia ini, baik yang kelihatan maupun yang tak kelihatan, memang suatu kebodohanlah jika kita mempercayai hal yang tak dapat kita lihat. Akan tetapi, siapakah di dunia ini yang memiliki pengetahuan demikian sempurna? Bahkan seorang ilmuwan terkemuka sekali pun tidak dapat menerangkan secara detil tentang seekor lalat, apalagi menciptakannya. Akal budi manusia sangatlah lemah, wajarlah jika ia ingin percaya kepada Allah yang tak dapat dilihat dan dimengertinya secara sempurna. “Sesungguhnya, Allah itu besar, tidak tercapai oleh pengetahuan kita, jumlah tahun-Nya tidak dapat diselidiki” (Ayb 36:26).

Kedua,pengetahuan kita sangat terbatas. Jika seorang ilmuwan membuat sebuah pernyataan yang berkaitan dengan cabang ilmunya, seorang yang tak terpelajar akan menjadi kelihatan bodoh jika ia berhadapan dengan sang ilmuwan padahal apa yang dinyatakan itu tak dimengertinya. Sekarang, tanpa diragukan lagi kepandaian seorang malaikat melampaui kepandaian seorang ahli filsafat paling terkenal sekali pun. Oleh karena itu, sungguh suatu kebodohan jika ada ahli filsafat atau teolog yang tak percaya apa yang dikatakan malaikat, dan lebih bodoh lagi jika tak percaya apa yang dikatakan oleh Tuhan.

Ketiga,kehidupan di dunia ini semuanya menjadi omong kosong belaka jika kita hanya percaya kepada apa yang dapat kita lihat. Bagaimanakah seseorang dapat hidup tanpa dapat mempercayai orang lain? Bagaimanakah seseorang dapat percaya bahwa ayahnya itu sungguh ayahnya? Bagaimana pun juga manusia harus mempercayai orang lain sekalipun ia tak dapat mengetahuinya secara sempurna. Demikian juga dalam hubungan kita dengan Tuhan. Mereka yang tidak mempercayai apa yang dinyatakan oleh iman sangatlah tidak bijaksana dan sombong. “Jika seorang mengajarkan ajaran lain dan tidak menurut perkataan sehat -- yakni perkataan Tuhan kita Yesus Kristus -- dan tidak menurut ajaran yang sesuai dengan ibadah kita, ia adalah seorang yang berlagak tahu padahal tidak tahu apa-apa” (1Tim6:3-4).

Kerendahan hati seseorang justru diukur dari seberapa jauh ia dapat mempercayakan hidupnya kepada Allah. Semakin hari ia semakin melihat kebesaran-Nya dan semakin melihat kekecilannya. Pengenalannya akan Allah yang dalam ini membuat ia dapat berseru seperti Santo Paulus, “...aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin...” (2Tim1:12).

Keempat,mukjizat-mukjizat ilahi membuktikan segala kebenaran yang diajarkan oleh iman. Jika ada seorang raja menulis surat yang dimeterai dengan stempel kekuasaannya, tak seorang pun berani meragukan bahwa surat itu ditulis atas perintah raja. Demikianlah apa yang ditulis dan dinyatakan oleh para kudus telah distempel oleh meterai ilahi lewat mukjizat-mukjizat yang mengiringi karya dan doa mereka. Kita temukan begitu banyak mujizat terjadi sepanjang sejarah Gereja lewat perantaraan doa para kudus sejak zaman para rasul duaribu tahun yang lampau. Mujizat ini adalah suatu yang nyata, yang dapat dilihat dengan kasat mata. Suatu karya yang tak dapat dilakukan oleh siapa pun di dunia ini, yang membuka mata dunia bahwa pastilah ada suatu kuasa yang melampaui kuasa manusia yang melakukan itu semua.

“Iman adalah kaki yang menghantar kita sampai kepada Allah, dan kasihlah penuntunnya,” demikian ungkap Santo Yohanes dari salib. Lembaran-lembaran Kitab Suci berbicara tentang Allah dan karya kasih-Nya. Para rasul dan orang kudus tak kenal lelah menyampaikan kabar gembira tentang kasih Allah yang menyelamatkan. Gereja yang terus berdiri dari abad ke abad menggemakan lagu gembira bahwa Allah sungguh ada dan hidup. Allah memang tidak dapat kita lihat, dan tidak dapat kita pahami dengan sempurna. Akan tetapi, seluruh dunia dari masa ke masa menjadi saksi bahwa ada kuasa yang mengatur perputaran dunia dan menyelamatkan hidup manusia. Orang yang tak memiliki iman akan menjadi buta dan tuli terhadap semua ini. Oleh karena itu, betapa berharganya iman yang dianugerahkan kepada kita. Iman membuka mata dan telinga kita untuk melihat kemuliaan dan keagungan Allah yang tak terperi, dan kasih-Nya yang tercurah melimpah di sepanjang hidup kita. "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia" (1Kor2:9).

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting