Print
Hits: 66717

User Rating: 4 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Inactive
 

Pengantar

Dalam Gereja terdapat dua panggilan hidup yang amat mendasar. Yang pertama disebut imamat umum yang mengalir dari Sakramen Baptis dan Krisma. Yang Kedua, dari yang imamat umum ini orang dapat menerima tahbisan-tahbisan khusus. Awam memiliki karisma dan panggilannya sendiri yang memiliki kewajiban dan hak untuk meresapi dan menyempurnakan tata duniawi dengan semangat injili dan memberikan kesaksian tentang Kristus. Selain itu, awam memiliki panggilan dan peran khas dalam Gereja yang bersumber dari partisipasi mereka dalam imamat Yesus Kristus melalui sakramen-sakramen inisiasi dan perkawinan untuk mengemban tri-jabatan Kristus dalam mengajar, menguduskan dan menggembalakan komunitas gerejawi.  Tulisan ini akan membahas peranan awam dalam Gereja yang bersinggungan juga dengan tugas pelayanan imam. Maka, karya tulis ini akan mengalir dalam jalan pikiran sebagai demikian. Imam dan Awam: Kawan Sekerja Allah, Imam dan Pelayanan Khasnya, Jati Diri dan Kegiatan Kaum Awam, Pelayanan Keimaman dalam Perkumpulan Kaum Beriman Awam dan Kesimpulan.

Imam dan Awam: Kawan Sekerja Allah

Di antara sakramen Gereja, ada dua sakramen yang secara khusus diterimakan demi keselamatan orang lain, yakni Sakramen Tahbisan dan Sakramen Perkawinan demi keselamatan penerimanya dan pelayanan kepada orang lain. Berkat sakramen Baptis dan Krisma semua anggota Gereja telah ditahbiskan dalam imamat umum kaum beriman. Berdasarkan tahbisan umum ini orang dapat menerima tahbisan-tahbisan khusus. Dengan menerima Sakramen Tahbisan, orang ditahbiskan demi nama Kristus menggembalakan Gereja dengan sabda dan rahmat Allah. Dalam Sakramen Perkawinan “suami-isteri dikuatkan dan bagaikan ditahbiskan untuk tugas kewajiban maupun martabat status hidup mereka dengan sakramen yang khas.”

Dalam pandangan Konsili Vatikan II, jabatan tertahbis atau “imamat jabatan atau hierarkis” melayani imamat bersama yang diberikan oleh Pembaptisan. Seorang imam dalam Sakramen-Sakramen menyatakan bahwa karya keselamatan yang Bapa percayakan kepada Putera-Nya sungguh bekerja untuk Gereja melalui Roh Kudusnya, dipercayakan oleh-Nya kepada para rasul dan penggantinya dan atas pribadi-Nya.

Gereja mengajarkan bahwa imamat adalah satu pelayanan. Artinya, tugas yang diserahkan kepada para gembala umat-Nya merupakan suatu pengabdian. Imam ada sepenuhnya untuk Allah dan manusia. Ia bergantung seutuhnya dari Kristus dan imamat-Nya ditentukan demi kesejahteraan manusia dan persekutuan Gereja. Sakramen Imamat merupakan “satu kuasa kudus” yang berasal dari Kristus sendiri. Pelaksanaannya harus seturut teladan Kristus sebagai hamba dan pelayan semua orang.

Ada perbedaan antara imamat umum dan imamat jabatan. Imamat jabatan tidak menghilangkan atau menguatkan apa yang diterima dalam imamat umum. Imamat jabatan memberikan meterai khas lain: partisipasi lain dalam tugas Yesus Kristus untuk mengkonsekrasikan Tubuh dan Darah Kristus dan mengampuni dosa serta mempersatukan umat. Awam sebagai “anggota Gereja yang tidak termasuk klerus dan bukan anggota Hidup Bakti” dipanggil kepada kekudusan hidup, karena setiap orang dipanggil kepada kekudusan. Kekudusan awam sebagai Umat Allah tidak terletak dalam prestasi manusiawi, melainkan dengan mengakui kekuasaan Roh Kudus dengan menggunakan jalan kanak-kanak.

Dalam Dekrit Kerasulan Awam, para Bapa Konsili Vatikan II mengingatkan agar para awam mendapat pendidikan memadai untuk misinya dalam Gereja dan dunia. Pembinaan ini harus realistis dan tepat guna supaya membekali awam dalam baktinya kepada dunia. Tujuannya untuk menjadi awam yang menjadi Saksi Kristus di tengah hidup keluarga dan masyarakat. Karena itu, mereka secara khusus diutus untuk membarui tata dunia, mereka perlu mendapat ajaran iman mengenai “makna sejati dan nilai hal-hal duniawi, baik untuk hidup mereka sendiri maupun untuk seluruh pemenuhan hidup manusia.”

Maka, hubungan antara imam dan awam dalam konteks “kawan sekerja Allah” terletak dalam “mengambil bagian dalam pengutusan Roh Kudus dan Sang Putera”. Sebab, sumber yang memungkinkan awam menjadi rasul adalah kesatuannya dengan Sang Putera. Hanya kalau imam dan awam bersatu dengan Kristus maka pengutusannya akan berbuah banyak. Pelayanan imam dan kerasulan awam terwujud dalam hidup keseharian. Namun, awam tidak sekedar menjangkau pekerjaan manusiawi. Awam dan imam “bekerjasama dengan Allah Pencipta untuk dikuduskan dan ikut serta dalam penebusan dunia”. Dalam hubungan ini jelas, antara pelayanan iman dan kerasulan awam pun memiliki tempat dan kedudukannya masing-masing sekaligus keduanya memiliki hubungan yang khas.

Namun, praksisnya terjadi “klerikalisasi awam” bahkan “awamisasi klerus.” Maksudnya, awam lebih religius daripada imam dan imam cenderung sekuler daripada awam. Konsep “Umat Allah” yang bersifat eskatologis dan kedudukan awam dalam Gereja pun tetap menjadi soal! Permasalahannya bukan terletak dari awam melainkan dari pengertian mengenai fungsi dan kedudukan hierarki di dalam Gereja mengenai tempat awam di dalamnya. Para uskup membutuhkan waktu banyak untuk mengubah pandangan mereka mengenai diri mereka sendiri dalam rangka hubungan gereja dan dunia dan peran awam di dalamnya. Karena, kaum awam mempunyai tugas dan panggilan khusus di dalam Gereja. Tetapi bagaimana hal itu harus diterangkan dan dijalankan, belum seluruhnya jelas.


Imam dan Pelayanan Khasnya

Imam memegang peranan dalam membangun Tubuh mistik Kristus yang berjiwakan Roh Tuhan untuk melangsungkan perjalanannya menuju Kerajaan Bapa dalam pelbagai pelayanan kepada jemaat-jemaat beriman (bdk. Ef  4:11-16). Para imam hendaknya melancarkan pembinaan rukun-hidup Kristiani yang sejati melalui Sabda dan Sakramen, serta merta mengembangkan penghayatan imamat mereka sebagai spiritualitas reksa pastoral.

Pelayanan Sabda yang dilaksanakan para imam hendaknya mengarahkan segenap orang beriman dan tidak beriman kepada pertobatan. Maka, dalam hidupnya imam mesti akrab dengan Alkitab dan ibadat harian sehingga dapat mengembangkan pelbagai macam kerasulannya. Pelayanan Sabda Allah memiliki dua arah, yaitu arah intrinsik memaksudkan pendalaman terus menerus Sabda Allah dalam diri imam dan arah ekstrinsik merujuk pada pelayanan Sabda Allah yang ditujukan kepada umat.

Upaya lainnya berupa pelayanan sakramen-sakramen. Melalui misteri inkarnasi Allah dalam diri Yesus Kristus. Kristus menghadirkan cinta Allah dalam hidup dan pelayanan-Nya. Gereja menjadi tanda dan lambang Kristus yang bangkit mulia, melalui diri-Nya Allah melaksanakan karya keselamatan-Nya. Berakar dalam Kristus sebagai Sakramen Perdana, Gereja menjadi Sakramen Dasar Universal bagi-Nya dan menyalurkan hidup-Nya melalui sakramen-sakramen. Para imam “secara sakramental menghadirkan Yesus Kristus, Sang Kepala dan Gembala” dipercayai melayani sakramen-sakramen kepada segenap umat beriman akan karya penebusan Allah bagi manusia sehingga Umat Allah menanggapi karya-Nya itu.

Perayaan Ekaristi merupakan pelayanan utama para imam. Karena Ekaristi membuahkan Gereja sebagai “communio”, sebaliknya sekaligus “communio” yang merayakan Ekaristi, sumber dan puncak seluruh hidup dan kegiatan umat Allah. Karena itulah, imam ditahbiskan untuk memimpin umat dalam perayaan Ekaristi. Selain itu, pelayanan sakramental lainnya berupa Sakramen Tobat untuk mengampuni “atas nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus” dan mendamaikan manusia dengan Allah, Sakramen Urapan Orang Sakit, menerimakan Janji Perkawinan, dan Sakramen Pembaptisan. Imam adalah rekan sekerja Uskup dan wakil Uskup di Paroki untuk menggembalakan umat beriman seturut teladan Kristus.

Perlu diingat bahwa imam adalah manusia biasa bukan berarti imam kebal terhadap dosa, melainkan kerapuhannya tidak menghalangi buah-buah rahmat ilahi. Akan tetapi kelemahan manusiawinya ini tidak selalu menjadi tanda kesetiaan pada Injil dan merugikan kesuburan Gereja yang apostolik. Maka imam dapat dibebaskan dari tugasnya, tetapi tidak menjadi awam dalam arti sesungguhnya karena meterai Imamat tidak dapat dihapuskan selama-lamanya. Maka, pelayanan sakramental imam menghadirkan pelayanan Kristus berkat karya penebusan-Nya, yang secara kontinu membangun “communio” dalam menghayati misteri penebusan karya Allah. Melalui pelayanan Sabda Allah maupun Sakramen-Sakramen dalam pelayanan khasnya, imam membangun “communio” Tubuh Kristus yang diserahkan kepadanya dan membina hidup rohani umat yang dipercayakan kepadanya. Tugas dan pelayanan khas imam ini takkan berkembang sepenuhnya apabila ia tidak bekerja sama dengan kaum awam. Karena awam pun dipanggil Allah untuk mewartakan karya keselamatan Allah dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.


Jati diri dan Kegiatan Kaum Awam

Istilah “awam” diterjemahkan dari kata Yunani “laikos” yang berarti bukan ahli. Dalam paradigma LXX, kata “laos” berarti anggota umat yang bukan golongan imam atau levit. Dalam Perjanjian Baru, secara konsekuen kata “laos” berarti Gereja. Awam menurut Vatikan II adalah umat beriman yang percaya kepada Yesus Kristus “dimasukkan ke dalam Tubuh Mistik Kristus melalui Sakramen Baptis dan dikuatkan dengan kuasa Roh Kudus dalam Sakramen Krisma, awam ditunjuk menjadi rasul oleh Tuhan sendiri. Mereka dikuduskan menjadi imam rajawi dan umat suci, sehingga awam boleh mempersembahkan korban rohani dalam segala yang mereka lakukan dan memberikan kesaksian mengenai Kristus di seluruh dunia.” Dengan demikianm kaum awam adalah segenap umat beriman yang tidak termasuk golongan rohaniwan atau status kebiaraan dalam Gereja.

Kekhususan dan kepentingan awam menjadi lebih kentara kalau dilihat dari fungsi Gereja terhadap dunia. Karena masyarakat semakin berkembang di luar Gereja, maka situasi Gereja  perdana  masih aktual bagi Gereja sekarang. Namun, kaum awam sekarang tidak sama dengan awam dalam Gereja purba. “Otonomi” dunia yang sekarang diakui Gereja tidak dipikirkan dalam Gereja perdana dan tidak diterima dalam Gereja sebelum Vatikan II. Padahal otonomi dunia itulah yang menarik perhatian pada tempat dan tugas khusus awam di dalam Gereja. Dengan mengakui otonomi dunia, Gereja tidak mengesahkan pemisahan dunia dan Gereja. Sebaliknya, dengan mengakui dunia dalam otonominya sendiri, Gereja dari satu pihak mau mempertahankan kemurnian iman sebagai sikap yang harus dinyatakan dalam segala bentuk kehidupan, dan dari lain pihak mau mengakui hidup di dunia menurut corak keduniawiannya sebagai bentuk pelaksanaan hidup kristiani yang asli. Dengan mengakui otonomi dunia Gereja juga mengakui kekhususan kaum awam bagi hidup dan perkembangan Gereja.”

Oleh sebab itu, “untuk menyebut keikutsertaan awam dalam hidup dan misi Gereja, dokumen Vatikan II tidak pernah menggunakan pelayanan awam tetapi selalu menggunakan kerasulan awam. Pembedaan penggunaan ini mencerminkan pikiran Konsili yang membedakan antara pelayanan tertahbis yang terumuskan secara baik dan kerasulan awam yang umum dan terus berkembang.” Dalam Lumen Gentium dan Dekrit Apostolicam Actuositatem yang membahas kerasulan awam, “kerasulan awam” sesungguhnya kerasulan seluruh Gereja. Kedua dokumen sangat menekankan tempat kerasulan awam di dalam rangka seluruh kerasulan Gereja dalam arti “mengarahkan dunia kepada Kristus. Bukan membentuk “masyarakat kristiani” melainkan hanya usaha untuk menciptakan kemungkinan bagi perkembangan itu atau memungkinkan sikap iman dalam hidup sehari-hari. Kerasulan awam bertitik tolak dari penghayatan iman dalam hidupnya sendiri dan tidak secara langsung ditujukan kepada dunia tetapi penghayatan iman dalam Gereja. Artinya, kekhususan dan fungsi awam terletak dari kesatuan antara kesadaran iman dan liturgis dalam pelaksanaan hidup masyarakat.

Sumbangan khusus awam pada hidup dan kerasulan Gereja menyuburkan seluruh “communio” dan menempatkan seluruh Gereja dalam otonomi hidup manusia. Kaum awam secara khusus melaksanakan imannya dalam bentuk-bentuk kehidupan sekulir secara konkret dan nyata. Kerasulan awam harus ditempatkan dalam keseluruhan hidup Gereja. Proses ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

  1. Karya keselamatan sebagai kesatuan antara Allah dan manusia dilaksanakan dalam seluruh umat manusia dan disadari secara diekspresikan dalam Gereja.
  2. Karya keselamatan antara Allah dan manusia dalam Gereja berhubungan erat dengan dunia. Maka kerasulan Gereja mencakup usaha pewartaan iman yang formal dan pekerjaan sekulir berdasarkan inspirasi iman.
  3. Kerasulan awam hidup dan berkarya dalam struktur hierarkis demi fungsi dan pelayanan dalam Gereja dan mengusahakan kesatuan iman.
  4. Dalam konteks hubungan gereja dan dunia, gereja melakukan tugas umumnya sebagai pemersatu umat dan dijalankan menurut otonomi dunia. Kelima, k
  5. Kendati ada perbedaan antara kerasulan hierarkis demi tujuan gerejani dan kerasulan awam dari otonomi dunia. Maka, anggota hierarki dan awam hendaknya memperhatikan batas-batasnya dan terus memperhatikan fungsi dan kedudukannya dalam Gereja.
  6. Gereja tidak hanya melaksanakan imannya, melainkan melaksanakan juga tuntutan umum kodrat manusia. Oleh karena itu, kerasulan awam bertugas untuk mengakarkan Gereja dalam realitas hidup manusia.

Dalam tindakan praksisnya, kerasulan awam tidak segera mudah teraktualisasi. Ada berbagai masalah yang mengemuka sebagai demikian. Menurutnya terdapat tantangan intern dan ekstern. Tantangan Intern mencakup kurangnya pemahaman tentang kerasulan awam dalam hidup Gereja dan dunia dalam Dokumen Vatikan II di kalangan awam sendiri maupun kalangan imam dan kaum religius. Di tambah lagi dengan sikap paternalistik yang melulu “pastorsentris”, sikap minoritas dan hambatan psikologis tertentu yang mengakibatkan awam tidak berkembang, kehilangan semangat, dan mudah putus asa. Sedangkan, Tantangan Ekstern meliputi konflik SARA, sikap primordialisme, sikap oknum-oknum politik dan masyarakat serta dampak globalisasi lebih cenderung mengakibatkan awam patah semangat, menghambat persaudaraan sejati dan penurunan nilai-nilai moral dan rohani.

Menurut hemat penulis, untuk mengatasinya perlu evaluasi dan reorientasi terhadap praksis kerasulan awam dalam terang Vatikan II. Menurut Kitab Hukum Kanonik, awam mempunyai hak penuh dan bebas untuk mendirikan dan juga memimpin perserikatan-perserikatan untuk tujuan amal kasih atau kesalehan dan untuk mengembangkan panggilan kristiani di dunia dan untuk mengadakan pertemuan-pertemuan guna mencapai tujuan itu bersama-sama. Gereja juga menghendaki agar dalam tubuhnya terdapat perserikatan dimana awam dan kaum klerus bersama-sama mengusahakan penghayatan iman dan evangelisasi baru. Karena itu, dalam menjalankan tugasnya awam hendaknya memperhatikan nasehat-nasehat dari petugas gerejawi dan otoritas gerejawi. Dalam perserikatan ini, awam dapat memimpin dan menjalankan tugas kerasulannya dengan tidak memangku jabatan dalam politik. Akhirnya, demi terwujudnya tata dunia yang dijiwai dengan semangat kristiani dan kesatuan iman dan hidup, awam harus menghargai dan menghormati perserikatan-perserikatan rohani.


Pelayanan Keimamam dalam Perkumpulan Awam Beriman Awam

Melalui Imbauan Apostolik Christi Fideles Laici, Beato Paus Yohanes Paulus II dengan tegas mengatakan bahwa tugas penyelamatan Gereja di dalam dunia tidak hanya diwujudkan oleh petugas gerejawi yang menerima Sakramen Imamat melainkan juga oleh kaum beriman awam. Karena itu, status dalam Sakramen Permandian dan Penguatan serta panggilan khusus mereka dan sesuai dengan pribadinya, awam berpartisipasi dalam tugas Kristus sebagai imam, nabi dan raja.

Apabila dalam kebutuhan dan kebijaksanaan di dalam Gereja, para Gembala sesuai dengan norma-norma dalam hukum universal dapat mempercayakan kepada kaum awam beriman, jabatan-jabatan serta peranan-peranan tertentu yang dikaitkan dengan pelayanan pastoral mereka tetapi tidak menuntut sifat Tahbisan-tahbisan. Dalam rangka pembaruan liturgi yang dimajukan oleh Vatikan II, maka awam pun dapat melaksanakan tugas-tugas liturgi yang menyangkut pewartaan Sabda Allah dan pastoral. Agar tidak mengacaukan imamat bersama (umum) dan imamat pelayanan, perlu digagas pengertian yang tepat tentang kesatuan tugas perutusan Gereja yang meliputi kerasulan awam dan pelayanan yang khas dilaksanakan petugas Gereja yang menerima tahbisan Sakramen Imamat.

5.1  Layanan Kesatuan

Setiap orang Kristen dipanggil menjalankan kerasulan awam dalam pelbagai situasi hidup. Manusia menurut kodratnya adalah makhluk sosial dan Allah menghimpun orang-orang yang beriman kepada Kristus menjadi Umat Allah dan satu tubuh. Jadi, kerasulan bersama orang beriman memenuhi keperluan manusiawi maupun Kristiani dengan baik. Kerasulan ini menjadi tanda persaudaraan dan kesatuan Gereja dalam Kristus yang berkata: “Di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, Aku berada di tengah-tengah mereka” (Mat 18:20).

Oleh sebab itu, orang beriman melakukan kerasulan dalam semangat kebersamaan. Semoga semua umat beriman “Umat Allah” menjadi rasul dalam keluarga, paroki, keuskupan yang mengungkapkan ciri kebersamaan kerasulan. Dalam situasi jaman ini, kegiatan awam dalam bentuk kerasulan bersama dan terorganisasi diperkuat. Artinya, hanya melalui kerasulan bersama sebagai layanan kesatuan perutusan tercapai tujuan kerasulan dewasa ini dan dapat mempertahankan karya-karya secara tangguh. Kerasulan perlu memperhatikan mentalitas kelompok yang menjadi sasarannya dan keadaan sosial mereka. Kalau tidak, mereka tidak akan bertahan terhadap tekanan pendapat umum maupun lembaga-lembaga masyarakat.

Untuk menyokong pendapat Vatikan II, Beato Yohanes Paulus II menyatakan: “Apabila kebutuhan Gereja membenarkannya dan apabila kekurangan tenaga-tenaga pejabat, maka pribadi-pribadi awam, sekalipun mereka itu bukan lektor dan akolit, dapat juga diadakan untuk jabatan-jabatan tertentu, yaitu untuk menjalankan pelayanan sabda, memimpin kebaktian doa-doa liturgis, menyelenggarakan Permandian dan membagi-bagikan Komuni Suci sesuai dengan syarat-syarat hokum.” Para Bapa Konsili Vatikan II pun berharap agar “dari pergaulan persaudaraan antara kaum awam dan para Gembala boleh diharapkan manfaat bagi Gereja.

Sebab dengan demikian para awam diteguhkan dalam kesadaran bertanggung jawab dan ditingkatkan semangatnya. Lagi pula kaum awam mudah digabungkan dengan karya para gembala. Ditambah lagi dengan pengalaman kaum awam, para Gembala dapat mengadakan penegasan dengan lebih jelas dalam perkara-perkara jasmani dan rohani sehingga semua umat beriman dapat menunaikan dengan tepat guna perutusannya dalam Gereja di dunia ini. Diharapkan, setiap kaum beriman awam dapat menjadi saksi kebangkitan dan kehidupan Tuhan Yesus serta menjadi tanda Allah yang hidup di hadapan dunia. Memperkaya dunia dengan buah-buah rohani, menjiwai mereka yang miskin, lemah lembut dan cinta damai, karena dalam Injil mereka dinyatakan bahagia oleh Tuhan.

5.2 Layanan Pengudusan

Bapa Konsili Vatikan II menyatakan “[…] dalam Gereja terdapat keanekaan pelayanan, tetapi kesatuan perutusan. Para Rasul serta para penggantinya oleh Kristus diserahi tugas mengajar, menyucikan dan memimpin atas nama dan kuasanya. Sedangkan kaum awam ikut serta mengemban tugas imamat, kenabian dan rajawi Kristus, menunaikan tugas mereka dalam perutusan segenap Umat Allah dalam Gereja di dunia.” Berikut ini disajikan keikutsertaan awam dalam imamat Kristus.

Pertama, keikutsertaan awam dalam jabatan Kristus sebagai imam. Artinya, kaum awam yang menyerahkan diri kepada Kristus dan diurapi dalam Roh Kudus dipanggil untuk menghasilkan buah-buah Roh. Karya, doa-doa dan kerasulan mereka, seluruh kehidupan kaum awam yang dijalankan dalam Roh menjadi kurban rohani dengan perantaraan Yesus Kristus berkenan kepada Allah dalam perayaan Ekaristi. Dengan demikian, kaum beriman awam yang hidup dengan suci membaktikan dunia kepada Allah.

Kedua, keikutsertaan awam dalam jabatan Kristus sebagai nabi. Maksudnya, seperti Kristus awam memaklumkan Kerajaan Bapa dengan kesaksian hidup maupun kekuatan Sabda-Nya. Melalui penginjilan, awam memperoleh ciri khas dan daya guna istimewa karena dijalankan dalam keadaan-keadaan biasa di dunia ini. Awam dapat bekerja dalam pelajaran katekese, teologi, dan kerasulan media komunikasi. Awam pun dapat menyumbangkan pemikirannya kepada para gembala untuk kesejahteraan Gereja dan segenap umat beriman.

Ketiga, keikutsertaan awam dalam jabatan Kristus sebagai raja. Kaum awam “dengan mengingkari diri serta hidup suci mengalahkan dosa dalam diri, juga bekerja sama menyehatkan lembaga-lembaga dan kondisi masyarakat bila mengarah kepada dosa. Kaum awam dipanggil untuk bekerja sama dengan para gembala dalam melayani persekutuan gerejani sesuai dengan rahmat dan karisma yang Tuhan anugerahkan kepada mereka. Demi terlaksananya tata-keselamatan hendaklah kaum beriman belajar membedakan hak dan kewajiban sebagai anggota Gereja dan sebagai anggota masyarakat sehingga dengan mengintegrasikan secara selaras dalam kehidupannya dijiwai oleh semangat kristiani dan suara hati kristiani.

5.3 Layanan Pendidikan iman

Kaum awam sebagai anggota Gereja, selain terlibat dalam tugas-tugas gerejani dengan tujuan untuk memperkembangkan Gereja ke dalam, diharapkan juga terlibat dalam tugas-tugas Gereja pada umumnya. Kaum awam berusaha untuk menata dan mensejahterakan masyarakat dan dunia dalam semangat Injil Kristus dengan memberikan kesaksian tentang Kristus yang bangkit bagi keselamatan umat manusia serta “membarui dan terus-menerus menyempurnakan tata dunia.”  Dalam menjalankan tugasnya, awam dapat melaksanakan pembinaan iman melalui pewartaan dan pelayanan sakramen.

5.3.1     Melalui pernyataan Sabda Ilahi

Beato Yohanes Paulus II menegaskan bahwa kaum awam beriman berkat partisipasi dalam tugas kenabian Kristus bertanggung jawab memberikan kesaksian bahwa iman Kristen adalah jawaban bagi manusia. Kebutuhan mendesak akan pewartaan Injil mendorong Gereja melalui peran kaum awam untuk memberikan kesaksian tentang cinta tanpa pamrih Kristus dan Gereja-Nya. Di dalamnya kaum awam beriman berpartisipasi dalam tugas pelayanan kepada pribadi dan masyarakat sesuai dengan semangat Vatikan II “untuk memancarkan cahaya kehidupan ilahi ke atas segenap bumi.”

Hal-hal yang perlu ditingkatkan, yaitu pengadaan alkitab; penerbitan buku-buku tentang kerasulan Kitab Suci; pengadaan kursus-kursus Kitab Suci di tingkat keuskupan dan paroki; kaderisasi pemandu kitab suci sehingga banyak awam membimbing awam lain dalam renungan/doa-doa lingkungan, pendalaman Kitab Suci. Karena itu, amat baik sekali apabila kaum awam beriman diberi kesempatan untuk mengikuti kursus atau kuliah Kitab Suci di Sekolah Tinggi Teologi baik di dalam maupun di luar negeri. Kaum awam dapat berkhotbah di dalam gereja atau ruang doa “jika situasi membutuhkan” dengan catatan kaum tidak dapat memberikan homili dalam perayaan ekaristi, karena homili dalam perayaan liturgis hanya dilaksanakan bagi imam dan diakon.


5.3.2     Melalui pelayanan sakramen

Awam tak tertahbis dapat diajak untuk berpartisipasi dalam reksa pastoral paroki dengan beberapa persyaratan: hanya karena kekurangan imam; kalau ada diakon, prioritas diberikan kepadanya; hak dan wewenang untuk menilai kebutuhan itu dimiliki Uskup diosesan; “partisipasi dalam pelaksanaan reksa pastoral” harus ditafsirkan secara tepat dan ketat, yakni tidak dalam pengertian memimpin atau mengkoordinasi secara langsung; kepemimpinan secara langsung diserahkan kepada imam yang dibekali kuasa dan kewenangan pastor paroki, untuk menjadi moderator reksa pastoral paroki.

Karena itu, awam tak tertahbis dapat memimpin perayaan hari minggu dengan tetap mengarahkan umat beriman akan pentingnya dan tak tergantikannya Ekaristi, serta untuk selalu merindukan Ekaristi. Awam tak tertahbis dapat menjadi pelayan luar-biasa komuni suci bagi orang-orang sakit dan sebagai pembagi komuni dalam perayaan liturgis (Ekaristi), dimana hadir banyak umat yang akan menyambut komuni. Ia dapat juga menerima delegasi melayani asistensi perkawinan umat. Dalam situasi mendesak, awam tak tertahbis dapat memberikan pembaptisan dan katekese kepada anak-anaknya sendiri. Umat tak tertahbis hanya dapat memimpin penguburan gerejawi jika tidak ada pelayan tertahbis dengan mempersiapkan diri dari sudut ajaran dan liturgis.

6.  Kesimpulan

Dalam Gereja, Imam dan awam mengambil bagian dalam hidup Allah dan bekerja sama menghadirkan Kerajaan Allah di dunia ini sebagai “kawan sekerja Allah”. Melalui pelayanan khasnya, Imam melayani umat melalui pelayanan Sabda dan Sakramen-Sakramen khususnya perayaan Ekaristi. Kaum beriman awam berkat Sakramen Pembaptisan dan Krisma dipanggil menjadi Saksi dan Rasul Yesus Kristus untuk ikut serta dalam tugas Kristus sebagai Imam, Nabi dan Raja. Melalui otonomi dunia, awam berkarya mengarahkan dunia kepada Kristus dan kerasulannya menyuburkan persekutuan umat Allah dalam otonomi hidup manusia. Dalam kebutuhan yang mendesak, Gereja dapat mengikutsertakan awam dalam tugas dan pelayanan Gereja sesuai dengan norma hukum universal yang berlaku tanpa menuntut sifat tahbisan. Tugas keimaman yang diemban oleh kaum beriman awam adalah pelayanan Sabda Ilahi atau pewartaan Injil Kristus dan pelayanan sakramen.

Serafim Maria CSE

Salah satu penulis di situs carmelia.net