Print
Hits: 10000

User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Akhir-akhir kita jumpai adanya paham yang menyatakan bahwa “kita memang harus percaya pada Yesus, tapi kita tidak perlu percaya pada Gereja”. Pernyataan ini timbul karena adanya beberapa persoalan yang mengemuka dalam Gereja. Akan tetapi, benarkah pernyataan tersebut? Bukankah hidup dan ajaran Tuhan kita Yesus Kristus, diteruskan oleh para rasul dalam Gereja Katolik? Untuk memahaminya silakan mengikuti artikel ini.


Sebagai orang Kristen kita percaya kepada Kristus. Iman ini bersifat pribadi. Karena percaya kepada Kristus, saya memasuki hubungan pribadi dengan Dia yang mewarnai dan menentukan hidup saya. Inilah aspek pertama dan terpenting dari iman kita. Tetapi kalau saya percaya kepada Kristus, saya juga percaya dan menerima segala sesuatu yang diajarkan dan dikehendaki Kristus, tanpa mengurangi atau menambahnya. Yang menjadi soal sekarang ialah: di manakah kita dapat menemukan ajaran dan kehendak Kristus itu? Ini sebenarnya berarti juga bertanya tentang agama kristen yang sejati, utuh, dan lengkap seperti yang dikehendaki Kristus.

Agama kristen itu dapat dibandingkan dengan sebuah pelangi dengan warna-warni yang bermacam-macam. Sebuah pelangi barulah lengkap bila mengandung seluruh spektrum warna yang ada. Kita mungkin terpesona oleh salah satu warna biru atau hijau yang memang indah, tetapi tidak boleh mengabaikan yang lain, betapapun indahnya warna itu menurut kita.

Agama kristen memang sangat kaya. Bahkan tiap-tiap aspeknya sedemikian kayanya sehingga seseorang atau suatu kelompok/denominasi tertentu dapat menghayati hidupnya berdasarkan satu aspek itu saja dan dapat terpukau olehnya seumur hidup. Namun itu hanya satu aspek, bukan seluruh realitasnya. Oleh karena itu, kelompok kristen yang hanya menghayati salah satu atau beberapa aspek saja dari agama Kristen bukanlah agama yang lengkap, yang utuh.

Misalnya: Kitab Suci amat penting dan berharga untuk kehidupan kristen kita. Supaya dapat menjadi murid Kristus kita perlu meresapkan dan menghayati Kitab Suci. Namun Kitab Suci bukan segalanya! Tidak semua yang dilakukan  dan diajarkan Yesus terkandung dalam Kitab Suci. Jadi, betapapun berharganya Kitab Suci, ia belum semuanya. Memang benar bahwa pokok-pokok dari iman kristen kita terdapat dalam Kitab Suci. Tetapi Kitab Suci bukan berarti seluruh firman Kristus. Dalam kenyataannya bukan Kristus yang menulis Kitab Suci. Kristus mengumpulkan sekelompok murid dan membentuk Gereja, yaitu persekutuan para murid yang percaya kepadaNya. Dan ketika Yesus wafat serta meninggalkan para murid, Ia tidak meninggalkan satu tulisan pun, melainkan meninggalkan para murid yang telah menerima segala ajaran dan pesanNya. Para murid itulah yang kemudian melanjutkan ajaran-ajaranNya kepada orang lain. Beberapa dari mereka, oleh dorongan Roh Kudus, kemudian menuliskan sebagian saja dari apa yang dilakukan dan diajarkan Kristus. Lalu Roh Kudus yang sama mendorong yang lain (dari bilangan murid-murid Kristus) untuk menulis surat-surat yang menerangkan atau meneguhkan pokok-pokok iman yang diajarkan Kristus. Jadi, Gerejalah yang melahirkan Kitab Suci, bukan Kitab Suci yang melahirkan Gereja. Bahkan Gerejalah, yaitu kumpulan para murid, lewat pemimpin-pemimpinnya yang kemudian menentukan manakah yang termasuk Kitab Suci dan mana yang bukan. Jadi, sebelum ada Kitab Suci sudah ada Gereja dan Kitab Suci lahir dari Gereja. Oleh karena itu, kita tidak dapat menafsirkan Kitab Suci begitu saja terlepas dari iman Gereja.

 Bila seseorang menerima pewartaan Gereja, ia percaya kepada Kristus, dibaptis, dan dijadikan anggota Gereja. Dari Gerejalah ia menerima pengetahuan tentang Yesus Kristus, tentang firmanNya yang antara lain terkandung dalam Kitab Suci. Dari Gerejalah kita mengenal Kitab Suci. Namun, sekali lagi, yang diperbuat dan diajarkan Kristus tidak semuanya terkandung dalam Kitab Suci (bdk.Yoh.21:25).

Sesungguhnya kita hanya dapat mengenal Kristus lewat iman yang diwartakan Gereja. Dari tradisi Gereja itulah kita mengenal secara lengkap apa yang diajarkan dan dikehendaki Kristus bagi kita. Misalnya: kita hanya tahu tentang cara membaptis melalui apa yang tersimpan dalam tradisi Gereja. Demikian pula cara merayakan Ekaristi, Pengurapan orang sakit dan masih banyak lagi hal lainnya.

Gereja inilah yang sesungguhnya menjadi tanda yang kelihatan dari kehadiran Kristus yang tak tampak. Dengan meraba Gereja dalam segala realitasnya, baik yang ilahi maupun yang manusiawi dengan segala kelemahannya, kita meraba Kristus. Karena itulah Gereja disebut Sakramen Perjumpaan dengan Kristus, karena sakramen bukan lain dari tanda yang menghadirkan Kristus secara efektif. Kemudian tanda ini, yaitu Gereja, dijabarkan lebih lanjut di dalam Tujuh Sakramen Gereja. Tiap-tiap sakramen ini mengungkapkan satu aspek dari perjumpaan dengan Kristus. Oleh sebab itu, sakramen-sakramen merupakan bagian hakiki dari perjumpaan kita dengan Kristus. Maka, beriman kepada Kristus berarti pula menerima Gereja seperti yang telah didirikan oleh Kristus sendiri. Kita tidak bebas mengimani dan menerima apa yang kita rasa baik dan kita kehendaki sesuai dengan selera sendiri, melainkan kita harus menerima segala sesuatu seperti yang diajarkan dan dikehendaki Kristus supaya kita terima. Dan ini hanya kita jumpai dalam Gereja yang didirikan Kristus sejak semula, dan yang kelangsungannya dijamin olehNya. Dan Gereja ini bukan lain adalah Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Dikatakan apostolik karena berasal dari para rasul dan diteruskan dengan setia melalui pengganti para rasul yaitu Sri Paus dan para Uskup hingga hari ini.

Dalam kenyataannya, Gereja dengan setia menyimpan, memelihara, mempertahankan warisan Kristus yang diterimanya lewat para rasul. Gereja jugalah yang dalam terang serta bimbingan Roh Kudus menafsirkan dan mengaplikasikannya untuk tiap-tiap zaman. Dengan demikian Gereja, karena kehadiran Roh Kudus yang menjiwainya, mampu menanggapi tantangan-tantangan zaman sepanjang masa dengan tepat dan tanpa sesat. Kehadiran Roh Kudus ini secara istimewa menyertai para pemimpin Gereja, khususnya Sri Paus dan para Uskup, karena kepada mereka diserahkan tugas memimpin seluruh umatNya. Dan hanya kepada merekalah dijanjikan bimbingan khusus dari Roh Kudus dan ke-tidaksesat-an. Oleh sebab itu, kita sebagai umatnya bisa tetap tinggal dalam jalan yang benar hanya bila kita tetap bersatu dengan para uskup dalam kesatuan dengan Sri Paus. Kalau kita melepaskan diri dari kesatuan ini kita akan sesat dan binasa.


1.  Ekumenisme Dalam Gereja

Ekumenisme merupakan kerinduan yang terdalam dari Gereja Katolik sendiri seperti nyata dari Dekrit tentang Ekumenisme Konsili Vatikan II.

Ekumenisme seperti yang dikehendaki Konsili Vatikan adalah persatuan semua umat beriman sesuai dengan kebenaran iman yang diajarkan Kristus sehingga akhirnya hanya ada satu kawanan dan satu gembala (bdk. Yoh.10:16), meskipun ada pelbagai ungkapan dari iman yang satu dan sama itu. Oleh sebab itu, ekumenisme yang sejati harus didasarkan atas kebenaran dan cinta kasih, supaya terjadi persatuan yang sungguh-sungguh di antara murid Kristus, agar dunia percaya bahwa Kristuslah Penyelamat umat manusia. Seperti firman Tuhan: "Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu bahwa Engkau telah mengutus Aku, dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku." (Yoh.17:23). Memang, dari satu pihak kita tidak bisa menyangkal begitu saja kenyataan adanya perbedaan-perbedaan di dalam tubuh Gereja, sebaliknya kita harus berani mengakui adanya perbedaan. Namun kita juga harus sekaligus berani saling menghargai dan menghormati keyakinan yang lain sambil berdoa, mohon agar Tuhan sendirilah yang membawa denominasi-denominasi kepada kepenuhan iman seperti yang dikehendakiNya. Kita tidak boleh memaksakan kehendak kita sendiri. Hanya dengan sikap demikian akan terdapat ekumenisme yang sejati. Inilah ekumenisme yang dikehendaki Gereja Katolik.

Pada saat ini yang menjadi persoalan dan menimbulkan banyak keresahan adalah ekumenisme dalam persekutuan-persekutuan doa karismatik. Banyak P.D. yang menyebut dirinya ekumenis, namun sesungguhnya sama sekali tidak ekumenis, melainkan sektaris. Dikatakan demikian karena di dalamnya diajarkan hal-hal yang tidak sesuai dengan —atau bahkan menentang— iman Katolik. Akibatnya, dari P.D.-P.D. 'ekumenis' semacam ini terjadi banyak ke-tidaksetia-an dan 'penyeberangan' seperti yang telah kita saksikan sendiri akhir-akhir ini. Lebih menyedihkan lagi, orang-orang katolik yang tidak setia ini bahkan mulai menyerang dan menjelek-jelekkan Gereja Katolik. Dalam situasi konkrit dewasa ini maka P.D.-P.D. 'ekumenis' semacam ini tidak dapat dibenarkan karena alasan-alasan sebagai berikut:

Karena sikap sektarisnya yang terus menerus menyerang pokok-pokok iman Gereja dan dengan demikian menggoyahkan iman Umat Katolik.

Seandainya pun tidak dijumpai di pada mereka serangan-serangan terhadap iman Katolik, namun ajaran-ajaran mereka yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan iman katolik akhirnya juga akan merugikan iman Katolik sendiri.

Sebagai orang Katolik, kita sesungguhnya memiliki kekayaan yang jauh lebih besar daripada yang diterima kelompok-kelompok lain. Namun sayang, kita belum menggalinya sungguh-sungguh. Inilah saatnya bagi kita untuk menggali kekayaan Gereja Katolik sendiri. Dengan demikian kita bahkan bisa memberi sumbangan dan melimpahkan kekayaan kita kepada kelompok-kelompok lain.

Dengan tetap setia kepada Gereja Katolik dan dengan menggali kekayaan sendiri, kita justru akan mampu mengalami kehadiran dan karya Roh Kudus yang mendalam seperti yang tidak kita jumpai di dalam kelompok-kelompok lain.

Walaupun kita harus mengakui kelemahan yang ada dalam Gereja Katolik, kita tetap harus menyadari kekayaan dan kekudusannya yang mampu melahirkan tokoh-tokoh besar yang teruji kesuciannya. De facto Gereja Katolik telah mampu melahirkan tokoh seperti Ibu Teresa dari India dan banyak imam, biarawan dan biarawati yang membaktikan diri seutuhnya bagi perluasan Kerajaan Allah serta melupakan diri sendiri.

Karena alasan-alasan di atas tidak dibenarkan secara teratur mengikuti P.D. non-katolik atau mengadakan P.D.-P.D. ekumenis. Sikap ini memang bukan merupakan sikap yang prinsipil, tetapi lebih merupakan kebijaksanaan pastoral dalam situasi konkrit dewasa ini.

2.  Penutup

Sebagai akhir kata kami menghimbau Anda sekalian untuk lebih mengenal kekayaan Gereja Katolik yang terkandung dalam tubuhnya. Hendaknya kita mempelajari kehidupan para kudusnya serta menggali kekayaan pengalaman mereka, khususnya tokoh-tokoh mistiknya. Dari situ kita akan menemukan kekayaan besar yang akan mampu menyegarkan jiwa kita dan memuaskan dahaga serta kelaparan kita. Dipadukan dengan kekayaan yang sudah ada dalam Gereja sejak semua, Pembaharuan Karismatik Katolik akan mampu mempersembahkan kepada umat sesuatu  yang indah, yang mendalam, yang melampaui pengharapan kita. Dengan keterbukaannya terhadap Roh Kudus, Pembaharuan ini akan mampu membawa orang kepada pengenalan akan Allah dan pengalaman Roh Kudus yang sejati. Dengan menggali kekayaan Gereja, dan dengan berpegang pada ajaran Gereja, Pembaharuan ini akan mampu mengendapkan, memperdalam, dan menyempurnakannya sehingga dapat menghasilkan buah-buah yang melimpah serta menjadi suatu kekuatan baru untuk pembaharuan Gereja. Tetapi bila orang melepaskan diri dari persekutuan Gereja Katolik, ia akan binasa.