User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

      Kata William Shakespeare: jalan terdekat ke surga ialah gerbang taman. Memang betul, surga sering digambarkan sebagai taman. Gambaran surga sebagai taman ini sungguh cocok. Perhatikan orang-orang yang jalan di taman yang indah. Tidak ada seorang pun yang tidak suka berjalan-jalan di taman yang indah. Anak-anak, muda-mudi, orang dewasa, semuanya suka! Ah, taman dunia saja begitu damai dan menyenangkan, apalagi taman di surga!

Seorang penulis Bulgaria, Archimandrite Seraphim Aleksiev, menyimpulkan dalam tulisannya yang indah bahwa: jalan paling dekat ke surga ialah tidak menghakimi. Hasil refleksi saya tidak jauh dari kesimpulannya. Memang seperti kata Tuhan, ukuran yang kita pakai untuk mengukur orang akan dipakai untuk mengukur kita juga. Kalau kita percaya kepada manusia, Tuhan pasti akan percaya kepada kita juga. Kalau kita murah hati, Tuhan akan lebih murah hati lagi kepada kita. Kalau kita pelit dalam mengampuni, Tuhan juga akan penuh perhitungan dalam mengadili kita. Rupanya Tuhan Yesus mau mengajar kita ilmu "cincai" (baca: mengecilkan, tidak memperhitungkan, tidak mengingat-ingat), cincai terhadap kesalahan orang lain kepada kita.

Seorang imam claretian dari Nigeria, Paul Ekechukwu Ogujioffor menyampaikan pendapatnya yang sangat menarik menyangkut tahun imam yang dimulai 19 Juni 2009. Menurut dia, jalan paling dekat ke surga ialah imamat. Saya juga bisa setuju dengan pendapatnya karena memang dalam Ekaristi seorang imam, dengan kata-kata konsekrasi, menarik surga ke dunia! Hanya, perlu juga diperhatikan kata-kata Pastro Ogujioffor selanjutnya. Imamat bisa juga menjadi jalan terdekat ke neraka. Para imam yang membaca ini pasti memahami apa arti kata-kata ini.

Keingintahuan saya akan jalan terdekat ke surga sebenarnya dimulai saat saya membaca catatan tentang St. Filipus Neri. Saya terkejut ketika mengetahui bahwa orang kudus ini sangat yakin bahwa jalan terdekat ke surga ialah hati penuh sukacita dan syukur. Ketika saya mencari pendapat orang kudus lain tentang ini, saya menemukan kutipan terkenal dari St. Pius X: "Ekaristi ialah jalan terdekat dan teraman ke surga." Saya juga ingat kembali kisah St. Teresia dari Lisieux. Dalam salah satu pengalaman rohaninya yang terdalam, suster kecil yang besar ini mengerti bahwa cara paling mudah ke surga ialah naik 'lift', yakni tangan Yesus yang mengangkat kita ke surga. Hanya, yang menjadi soal ialah bagaimana kita bisa tenang dan percaya selama perjalanan 'lift' istimewa ini? Ketakutan, kekuatiran, kecemasan, ketidakpercayaan, akan membuat kita jatuh.

Yesus sendiri secara eksplisit sudah mengatakan bahwa Dialah jalan, kebenaran, dan hidup. Jalan menuju kehidupan. Tidak ada orang yang sampai kepada Bapa (surga) kalau tidak melalui Dia. (Bdk. Yoh 14:6). Hanya sekarang apa yang harus kita ikuti dari Yesus? Dia menjawab: "Belajarlah padaku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan." (Mat 11:29) Untuk uraian tentang lemah lembut dan rendah hati silakan baca artikel saya di link ini: http://carmelia.net/index.php?option=com_content&view=article&id=137:lemah-lembut-dan-rendah-hati&catid=39:spiritualitas&Itemid=96.

Dari sekian jawaban di atas, saya merasa paling cocok dengan gagasan: tidak menghakimi. Tidak menghakimi berarti juga selalu siap mengampuni. Bukankah Tuhan juga mengatakan: "Barangsiapa mengampuni, dosanya juga akan diampuni." (Mat 6:14) Ini kata-kata Tuhan, lho. Jadi, pasti benar. Kalau kita mau diampuni, kita hanya perlu mengampuni. Diampuni berarti masuk surga. Sederhana saja.

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting