Print
Hits: 5677
Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

“Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya.”(Mat 7:21.24-27)

 
Berefleksi atas bacaan di atas saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

  • Ada sementara orang jika berdoa begitu panjang dan bertele-tele serta didoakan dengan suara lantang. Kiranya boleh dipertanyakan apakah orang yang bersangkutan sungguh berdoa atau menghafalkan kata-kata yang indah? Berdoa berarti berkomunikasi atau berwawancara dengan Tuhan, entah secara pribadi atau bersama. “Deus semper maior est” (=Tuhan senantiasa lebih besar), maka siapapun yang sungguh bertemu atau ‘bertatap muka’, tanpa berkata-kata apapun dan hanya ‘hadir di hadirat-Nya’ pasti akan dipengaruhi atau dikuasai karena Tuhan maha segalanya. Dipengaruhi atau dikuasai oleh Tuhan mau tidak mau harus menaati-Nya serta melaksanakan apa yang menjadi perintah atau kehendak-Nya. Keunggulan hidup beriman atau beragama terletak dalam penghayatan atau pelaksanaan bukan kata-kata atau omongan. “Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu”, demikian sabda Yesus. Maha ketika ‘berada di hadirat Tuhan’, bertatap muka dengan-Nya, pertama-tama dan terutama hendaknya ‘mendengarkan’ bukan ‘mendengar’ saja. ‘Mendengarkan’ butuh kerendahan hati, tanpa kerendahan hati kita tidak mampu mendengarkan dengan baik. Ingatlah dan hayatilah bahwa iman muncul dan tumbuh berkembang dalam dan melalui pendengaran. Bayi di dalam rahim ibu telah dapat mendengarkan, dan apa yang ia dengarkan akan membentuk kepribadiannya. Untuk menjadi terampil dalam mendengarkan kehendak dan perintah Tuhan kiranya kita dapat melatih diri dengan mendengarkan sesama dan saudara-saudari kita. Jika kita tidak dapat ‘mendengarkan’ apa yang dikatakan atau dilakukan oleh sesama kita, maka kita tidak akan mampu mendengarkan apa yang disabdakan atau diperintahkan oleh Tuhan. Marilah kita renungkan dan hayati sabda ini:"Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya" (Luk 11:28).  “Memelihara” berarti melaksanakan atau menghayatinya.
  • “Percayalah kepada TUHAN selama-lamanya, sebab TUHAN ALLAH adalah gunung batu yang kekal. Sebab Ia sudah menundukkan penduduk tempat tinggi; kota yang berbenteng telah direndahkan-Nya, direndahkan-Nya sampai ke tanah dan dicampakkan-Nya sampai ke debu” (Yes 26:4-5), demikian pesan atau nasihat Yesaya. “Percaya kepada Tuhan selama-lamanya”, sejak saat ini sampai mati, itulah panggilan dan tugas pengutusan kita semua orang beriman. Percaya kepada Tuhan berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan alias beriman, sehingga memiliki cara hidup dan cara bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan serta hidup dan bertindak dengan rendah hati di mana pun dan kapan pun. Dengan semangat iman ia hidup bersama, hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tuhan senantiasa hidup dan berkarya di mana-mana atau dalam seluruh ciptaan-ciptaan-Nya tiada henti, terus menerus. Maka sebagai tanda bahwa kita sungguh beriman kiranya dapat mendengarkan dan menikmati karya Tuhan dalam ciptaan-ciptaan-Nya, terutama dalam diri manusia yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citra-Nya. Dengan kata lain kita dipanggil untuk saling mendengarkan, mempercayai atau mengimani. Jauhkan aneka kecurigaan atau keraguan terhadap sesama dan saudara-saudari kita.  Para pemimpin atau atasan hendaknya menjadi teladan dalam hal saling mendengarkan dan mempercayai ini, antara lain mendengarkan dan mempercayai bawahan atau anggota-anggotanya. Berilah kebebasan kepada bawahan atau anggota untuk mengerjakan apa yang telah ditugaskan kepadanya dengan kreatif dan dinamis, dan pada waktunya kita mohon laporan atau evaluasi. Marilah kita usahakan dan perdalam keutamaan saling mendengarkan dan mempercayai  dalam kehidupan bersama kita di mana pun dan kapan pun, tentu saja terutama dan pertama-tama di dalam keluarga, keluarga yang menjadi dasar hidup bersama.

 

“Lebih baik berlindung pada TUHAN dari pada percaya kepada manusia. Lebih baik berlindung pada TUHAN dari pada percaya kepada para bangsawan  Bukakanlah aku pintu gerbang kebenaran, aku hendak masuk ke dalamnya, hendak mengucap syukur kepada TUHAN. Inilah pintu gerbang TUHAN, orang-orang benar akan masuk ke dalamnya.Aku bersyukur kepada-Mu, sebab Engkau telah menjawab aku dan telah menjadi keselamatanku” (Mzm 118:8-9.19-21)