User Rating: 4 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Inactive
 

Article Index

KANON PROTESTAN

Gerakan reformasi Protestan membawa imbas yang sangat besar dalam Gereja. Seiring perjalanan waktu, para reformatoris semakin menjauh dan membedakan diri dari Gereja Induk mereka. Salah satu perbedaan yang paling jelas adalah perbedaan kanon Perjanjian Lama yang diterima. Beberapa reformatoris, seperti Kalvin dan kalangan Fanatik bahkan pernah bertindak lebih jauh mau ‘membuang’ beberapa kitab Perjanjian Baru, seperti Surat Yakobus dan Wahyu. Namun, karena tidak memiliki dasar yang kuat, hal tersebut tidak jadi dilakukan.

Beberapa alasan mereka menolak ‘deuterokanonika’:

  • Kitab-kitab itu tidak pernah dikutip Yesus dan dalam tulisan para rasul hanya sedikit sekali rujukan kepada mereka.
  • Sebagian besar Para Bapa Gereja menganggap teks-teks tersebut tidak terinspirasi.
  • Tidak muncul dalam kanon Ibrani kuno. Sebagian tidak ditulis dalam bahasa Ibrani.
  • Sebagian besar rendah mutunya dibandingkan dengan kitab-kitab kanonik; tidak layak masuk dalam Kitab Suci.
  • Baru diakui dalam Konsili Trente (1546).

 

TANGGAPAN KATOLIK ATAS KANON PROTESTAN

Alasan-alasan di atas perlu dikaji lebih lanjut:

  • Argumen bahwa kitab-kitab itu tidak pernah dikutip Yesus sulit untuk diterima. Banyak kitab yang diterima kanon Protestan juga tidak pernah dikutip Yesus (misalnya: Ester, Nahum, Zefanya, Hagai, Habakuk), tetapi toh dimasukkan juga. Lagipula, ada indikasi kuat bahwa Yesus dipengaruhi secara mendalam oleh kitab Sirakh. Misalnya, betapa dekatnya Sirakh 10 dengan ajaran Yesus tentang kekuasaan. Bunda Maria dalam Magnificat-nya jelas-jelas mengutip Sirakh 10:14. Dengan membaca Sirakh 11-18, orang akan memperoleh kesan besarnya kemiripan bagian itu dengan ajaran Yesus tentang moral. Sebagaimana sebagian besar orang Yahudi pada zaman-Nya, Yesus pasti juga membaca Septuaginta.
  • Beberapa Bapa Gereja memang pernah menolak kitab-kitab itu (khususnya Yudit dan Tambahan Ester). Akan tetapi, banyak juga yang mengutipnya. Telaah serius ke dalam tulisan para Bapa Gereja akan menunjukkan bahwa alasan kedua ini pun sulit diterima. Lagipula, tidak semua ajaran para Bapa Gereja diterima sebagai ajaran Gereja yang resmi.
  • Tahun penulisan kitab-kitab itu berkisar antara 400 – 4 SM. Pada zaman itu, bahwa Yunani dipakai secara luas. bahasa Ibrani bahkan sudah tidak dimengerti oleh banyak orang Yahudi. Bagaimanapun, bukan soal bahasa yang penting, melainkan isinya. Isi inilah yang diterima oleh orang-orang Kristen pada zaman Yesus dan para rasul.
  • Tuduhan rendah mutu juga sulit diterima. Kitab Sirakh dan  kebijaksanaan Salomo merupakan dua kitab yang mewakili mutiara kesusateraan Yahudi pada zaman mereka. Gaya cerita kitab Tobit dan Yudit juga luar biasa konsisten dan jelas. Entah mengapa poin ini bisa dijadikan alasan untuk menolak kitab-kitab ini.

Sebagaimana sudah ditulis di atas. Kitab-kitab ini sudah dimasukkan ke dalam kanon Gereja sejak akhir abad ke-4 (bdk. DS, 186). Sampai sekarang kanon itu tetap tidak berubah. Konsili Trente hanya menegaskannya kembali. Kanon kristiani mendasarkan penetapan bukan hanya atas dasar rekonstruksi historis, tetapi lebih-lebih atas dasar teologis: konsistensi Gereja dalam penggunaan kitab-kitab tersebut. Sekarang terserah, menerima kanon orang Yahudi (kanon Yamnia) atau kanon kristiani, kanon yang diterima oleh para rasul.

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting