User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Article Index

YESUS SEBAGAI TELADAN KEMISKINAN

Ujaran Yesus yang paling terkenal dalam menyatakan kemiskinan-Nya dapat kita temukan dalam Luk.9:58. Ungkapan ini begitu mengharukan sekaligus dapat membakar hati siapa saja yang mencintai-Nya. Suatu cetusan perasaan dari lubuk terdalam hati Kristus yang menyuarakan keluhan-Nya yang tersembunyi, kerinduan-Nya yang mahadahsyat akan cinta manusia dan prarasa puncak penderitaan-Nya.

Secara lahiriah, Kristus adalah seorang tukang kayu miskin dari Nazareth, lahir dari seorang dara miskin di kandang hina, dididik dan dibesarkan dalam kesederhanaan pula. Ya, Ia miskin. Datang ke dunia beralaskan palungan berselimutkan lampi, dan wafat terpaku pada palang salib bercawatkan kain kasar. Secara harafiah, Ia memang tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.

Namun, apakah itu sudah menerangkan seluruh kebenaran akan Hamba Yahweh yang miskin ini? Tidak! Kristus bahkan lebih miskin daripada yang dapat kita pikirkan. Kata-kata dalam ayat itu, walaupun juga menjelaskan kemiskinan jasmaniah Kristus, tetapi terlebih-lebih bermaknakan kekosongan, kehausan dan kemiskinan batin Kristus yang tak terpuaskan. Ia haus akan jiwa-jiwa. Batin-Nya tidak merasakan kepuasan akan cinta manusia, namun bertolak belakang dengan segala kerinduan-Nya, Ia mendapatkan cercaan, penghinaan, olok-olok, penolakan, siksa, bahkan pengkhianatan dari salah seorang murid yang dikasihi-Nya.

Dalam taraf kemiskinan demikian, apakah tindakan Kristus? Secara sederhana, Ia meneruskan segala karya-Nya sesuai dengan apa yang telah diperintahkan Allah kepada-Nya. Untuk orang-orang yang menyakiti dan membunuh-Nya, Ia harus wafat di kayu salib. Untuk orang-orang yang menolak ajaran-ajaran dan kasih-Nya, Ia harus menyerahkan nyawa-Nya. Untuk menebus dosa seluruh manusia dari Adam sampai manusia terakhir, Ia harus mengorbankan diri-Nya sekali dan untuk selama-lamanya di puncak Golgota. Inilah kemiskinan Kristus, kerendahan hati Kristus, kepasrahan Kristus, yang dalam rupa Allah, tidak memandang kesetaraan-Nya dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib (bdk. FIp.2:7-8).

Bila Anda ingin tahu bagaimana bersikap miskin di hadapan Allah, pandanglah Kristus di salib maka Anda akan menemukan jawabannya.


Sr. Yoanita, P.Karm.

Salah satu penulis tetap di situs Carmelia.net

 

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting