User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Article Index

Di dalam hidup ini, Tuhan sesungguhnya ingin agar kita hidup bahagia, baik secara jasmani maupun rohani. Namun, kita juga diminta untuk percaya kepada Dia yang tidak akan membiarkan kita kekurangan sesuatu apa pun. Setiap hari kita harus bersyukur kepada-Nya dan juga mohon supaya Dia menjaga dan memelihara hidup kita, “Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa Tuhan itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri dan mencemarkan nama Allahku.” (Ams.30:9).

Kembali kepada kata “Miskin” dalam Sabda Bahagia di Bukit. Kaum miskin, lengkapnya “Kaum miskin di hadapan Allah”, adalah mereka yang ada di dalam tangan Tuhan. Orang hina-dina yang percaya kepada Tuhan, insaf akan keterbatasan diri sendiri. Hidup miskin di sini pertama-tama merupakan sikap batin. Miskin di hadapan Allah berarti melepaskan kesombongan yang mengandalkan diri sendiri, orang lain atau segala sesuatu lainnya yang bukan Allah, misalnya: kekayaan, ketenaran, kepandaian, ilmu, paranormal dan sebagainya (bdk. Yer.5-6). Orang yang miskin di hadapan Allah mengakui perlunya pertolongan dari Tuhan dan sekaligus sadar akan kepapaan dirinya. Ia mengerti bahwa ia makan dan hidup dari tangan kemurahan Tuhan. Bila Tuhan melupakannya sedetik saja, ia akan kembali kepada ketiadaan.

Dengan mengambil sikap batin seperti ini, orang akan memperoleh sebuah hati penuh syukur. Ia akan dimampukan untuk bersyukur atas segala kebaikan Tuhan, berterimakasih dan memuji Allah dalam segala situasi, susah maupun senang, karena ia percaya bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu bagi kebaikan mereka yang mengasihi Dia (bdk. Rm.8:28). Inilah yang disebut semangat miskin di hadapan Allah.

 

SEMANGAT MISKIN DI HADAPAN ALLAH

Orang yang bersemangat miskin akan selalu dapat membuka diri untuk menolong sesamanya yang sedang berada dalam kesusahan, sebab ia sadar bahwa segala sesuatu yang diterimanya itu bukanlah miliknya sendiri, entah itu kekayaan, kepandaian, keahlian tertentu, bakat, ketrampilan atau lainnya. Karenanya, ia tidak akan segan-segan mencurahkan seluruh potensi yang ada padanya untuk mengasihi Allah dalam diri sesamanya.

Kesediaan ini diwarnai oleh kerelaan, keramah-tamahan yang sungguh-sungguh tanpa dibuat-buat, pengorbanan diri, biaya, waktu dan tenaga, bahkan sampai pada tahap tertentu pengorbanan hidup. “Tidak ada kasih yang lebih besar dan pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (Yoh.15:23) Inilah tantangan bagi kita semua yang mau mengikuti Kristus. Inilah tugas kita untuk mengamalkan ajaran dari Guru kita, ajaran KASIH.

Memberikan potensi yang ada pada kita, memberikan waktu kita kepada orang lain, membiarkan orang lain mempergunakan milik kita, itulah hidup miskin. Apabila pada suatu hari Anda sudah menyusun program kegiatan yang harus dikerjakan, untuk belajar, bekerja, istirahat, mengajar, rekreasi dan seterusnya, tiba-tiba bel pintu berbunyi. Seorang sahabat Anda yang sedang dalam kesulitan mengunjungi Anda. Saat itu Anda menerima dia ke dalam rumah, mengajaknya berbicara, mendengarkan dia dan menolong dia, akibatnya program harian Anda menjadi kacau. Itulah pengorbanan, tentunya juga harus diperhatikan hal-hal yang sangat penting dan mendesak yang harus dikerjakan pada waktu itu.
Bersemangat miskin juga berarti sadar akan keterbatasan diri. Dalam hidupnya, manusia mau tidak mau akan selalu kembali mengalami kelemahannya. Kejatuhan-kejatuhan akibat godaan merupakan hal yang biasa dialami dari awal kesadaran sampai akhir hidup manusia. Pergulatan ini akan terus ada. Terkadang ada dosa yang sama dilakukan berulang-ulang tanpa ia sendiri mampu mengatasinya. Inilah akibat kodrat manusia yang terluka. Dengan semangat miskin, seseorang dapat melihat semuanya di dalam kerendahan hati, mengakui keterbatasan dan kelemahannya.

Perumpamaan anak yang hilang (Luk.15) akan selalu memberikan pengharapan kepada jiwa yang miskin di hadapan Allah. Si anak yang hilang, yang dengan mengakui kemiskinan dan kedosaannya kembali kepada bapanya, tidak akan pernah ditolak oleh bapanya. Demikian juga hati yang senantiasa sadar akan kedosaannya dan tidak pernah lupa untuk berpaling kepada Bapa di surga tidak akan ditolak oleh-Nya.

Di samping itu, kesadaran akan keterbatasan diri ini juga meliputi kesadaran akan keterbatasan harta, tenaga, kesehatan, kemampuan, bakat, waktu dan sebagainya yang merupakan bagian integral dari hidup manusia, sebab bila semangat miskin ini ada dalam jiwa, orang akan sadar bahwa tidak ada satu pun kebaikan yang bisa dihasilkannya tanpa pertolongan dari rahmat Allah.

Dengan keterbatasan ini, orang yang bersemangat miskin dapat berkata bersama S. Paulus, “Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. . . Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.” (2Kor.12:9-10) Ia lemah, namun justru karena kelemahannya ia tidak akan menjadi tinggi hati atas segala sukses dan keberhasilannya sebab ia tahu bahwa segala yang baik berasal dari Allah semata.

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting