User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Article Index

1. Peristiwa Pentakosta

Untuk memahami lebih lanjut tentang pembaruan yang dimulai pada pertengahan abad ke-20 dalam Gereja Katolik ini, kita pertama-tama harus menarik latar belakangnya sampai pada pengalaman para rasul awali. Sebenarnya apa yang dialami oleh para rasul awali? Turunnya Roh Kudus atas diri mereka diawali suatu pengalaman doa yang mendalam, kerinduan akan janji Tuhan sendiri. Dalam sikap penantian penuh pengharapan itulah, Roh Kudus turun dan benar-benar mengubah seluruh diri mereka. Petrus yang sebelumnya takut dan menyangkal Kristus, setelah Pencurahan berani mewartakan Kristus kepada begitu banyak orang (Kis 2). Roh Kudus turun sekalian dengan segala karunia dan karisma demi pelayanan kepada umat-Nya.

Dalam perkembangan sejarah, pengalaman-pengalaman pentakosta yang ditandai dengan keterbukaan besar kepada Roh Kudus mulai memudar dalam Gereja. Kegiatan-kegiatan dalam Gereja menjadi sangat ritualistis dan formalistis. Suasana spontanitas dalam penghayatan sakramen hampir-hampir tidak ditemukan lagi. Suasana itu terus terasa sampai abad ke-21. Menyadari akan hal ini, Paus Yohanes XXIII mulai merencanakan untuk menyelenggarakan suatu Konsili, yang kita kenal sekarang dengan Konsili Vatikan II. Sebagai persiapan Konsili, Paus berdoa untuk suatu pembaruan baru dalam Roh Kudus, suatu pengalaman Pentakosta jemaat awali atas seluruh Gereja. Waktu itu sekitar awal 1960-an. Pembaruan Karismatik Katolik kiranya merupakan salah satu wujud penting jawaban atas doa Paus yang suci tersebut. Jauh sebelumnya pada awal abad ke-duapuluh, tepatnya pada malam tahun baru 1900, Paus Leo XIII telah mengangkat tangan mewakili Gereja untuk berdoa kepada Tuhan, "Baharuilah Gereja-Mu pada masa ini dengan suatu Pentakosta baru…"

Inti dari pembaruan sebenarnya hanya menghidupkan lagi apa yang sebenarnya dimiliki terus oleh Gereja, namun yang sekaligus kurang disadari atau ditekankan, yakni keterbukaan terhadap Roh Kudus dan karunia-karunianya, seperti yang menjiwai para jemaat awali. Dan Roh Kudus, melalui Pembaruan Karismatik Katolik, pada gilirannya memberikan pengalaman akan Allah serta kerinduan akan persatuan dengan Tuhan dalam doa yang rutin dan mendalam, serta semangat untuk melayani-Nya demi kasih kepada-Nya.

Seperti kita lihat di atas, gerakan pembaruan ini tidak muncul secara otomatis dalam Gereja Katolik. Gerakan ini juga dipengaruhi oleh munculnya gerakan-gerakan Pentakosta dalam gereja-gereja Protestan pada era kristianitas modern. Yang patut mendapat perhatian khusus adalah kejadian dalam Sekolah Kitab Suci Charles Parham di Topeka, Kansas, pada tanggal 1 Januari 1901 (bersamaan dengan gaung doa Paus Leo XIII). Dalam suatu pelayanan doa, seorang murid sekolah tersebut, Nona Agnes Ozman, merasa terdorong untuk meminta Parham menumpangkan tangan ke atas kepalanya, seperti yang tertulis dalam Perjanjian Baru, sehingga ia dapat menerima karunia Roh Kudus. Parham menyanggupinya, dan Agnes mengalami suatu pengalaman rohani yang luar biasa. “Seolah-olah aliran air kehidupan terpancar dari lubuk jiwaku yang terdalam,” ceritanya kemudian. Saat itu ia mulai berbicara dalam bahasa aneh, yang keesokan harinya diakui seorang Bohemia sebagai bahasa daerahnya.

Gerakan pentakosta mulai merebak ke mana-mana. Pada dekade ‘70-an saja, jumlah anggota Gereja Pentakosta sudah mencapai 20 juta, menempatkannya sebagai “kekuatan ketiga” dalam dunia Kristen, di samping Katolik dan Protestan. Pada tahun ‘50-an gerakan ini memasuki babak baru, yakni mulainya spiritualitas mereka diterima oleh Gereja-Gereja yang sudah berdiri sebelumnya, seperti Episkopal, Lutheran, dan Methodis. Akhirnya, penekanan akan keterbukaan Roh Kudus, inti dari spiritualitas pentakosta, diterima juga oleh anggota-anggota Gereja Katolik, dimulai dalam Duquesne week-end. Meskipun demikian, tetap ada perbedaan penghayatan dalam Gereja Katolik dibandingkan dengan gereja-gereja pentakosta umumnya. Pertama, tentu dalam penghayatan sakramen-sakramen dan integrasi spiritualitas klasik Gereja Katolik ke dalam spiritualitas karismatik sehingga sangat memperkaya penghayatan pengalaman pentakosta umat Katolik. Selain itu, berdasarkan latar belakang para pencetusnya dan Konsili Vatikan II, pembaruan Karismatik Katolik sejak semula merupakan suatu ‘gerakan’ pembaruan, bukan usaha mendirikan sekte baru dalam Gereja sehingga gerakan ini tidak pernah bermaksud memisahkan diri dari Gereja. Memang dalam kenyataannya, ada orang-orang yang sebelumnya terlibat dalam gerakan ini menyeberang atau bahkan mendirikan gereja baru. Namun, menurut hakekatnya, gerakan ini bertujuan untuk memperbaharui Gereja dalam kuasa Roh Kudus. Beberapa poin di bawah ini merupakan kriteria sikap orang-orang yang berada dalam semangat dasar Pembaruan ini. Sikap-sikap berikut tidak boleh dilupakan setiap orang yang terjun ke dalam Pembaruan ini.

a.  Menjalin hubungan pribadi dengan Tuhan secara intensif lewat doa-doa, sakramen-sakramen, dan Sabda-Nya sendiri.

b.  Cinta pada sakramen-sakramen, khususnya Ekaristi dan Sakramen Tobat.

c.  Taat dan hormat kepada pihak hirarkhi, terutama uskup, sebagai wakil Kristus di dunia.

d.  Memiliki kerinduan untuk melayani Tuhan demi kepentingan jemaat, baik lewat doa-doa safaat maupun karya cintakasih.

Pembaruan ini membawa kita pada pemahaman akan Kasih Tuhan yang tanpa batas melalui pengalaman akan Allah yang hidup. Memang masih banyak karya Allah dalam Gereja yang membawa manusia pada kesucian hidup, tetapi tidak dapat disangkal bahwa dengan Pembaruan ini, banyak yang dibawa kepada pertobatan serta pengalaman akan Allah secara personal. Hubungan pribadi inilah yang menjadi inti hidup seorang Kristen. Selain itu, kita juga disadarkan kembali akan panggilan kita yang luhur dan mulia yaitu: menjadi serupa dengan Kristus. Agar menjadi serupa dengan Kristus kita harus diubah ke dalam Kristus dengan hidup menurut Kehendak-Nya dalam arti hidup menurut terang dan amanat Injil. Sehingga kita dapat menjadi Kristus bagi orang lain baik dalam perkataan, pikiran, perbuatan, perasaan, maupun kehendak. Sehingga bukan lagi kita yang hidup melainkan Kristus yang hidup di dalam kita

www.carmelia.net © 2008
Supported by Mediahostnet web hosting