Print
Hits: 17719

User Rating: 4 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Inactive
 


1. Sejarah Bahasa Roh

Banyak orang Katolik yang agak alergi jika mendengar istilah bahasa roh, karena menurut mereka bahasa roh itu bukan milik Gereja Katolik, melainkan milik Gereja lain. Namun sebetulnya, benarkah demikian? Mari kita simak sebentar sejarah bahasa roh ini.

Jika kita membaca Kitab Suci, akan nyata sekali betapa bahasa roh sebetulnya sudah dikenal dalam Gereja kita sejak zaman Paus kita yang pertama, yaitu St. Petrus sendiri. “Ketika Paulus menumpangkan tangannya atas mereka, Roh Kudus turun atas mereka dan mereka berbicara dalam bahasa roh serta bernubuat.” (Kis. 19:7) Dikisahkan dalam Kitab Suci bahwa setelah Paulus mendoakan orang-orang, Roh Kudus turun atas mereka, dan bahasa roh menjadi salah satu tanda kehadiran Roh Kudus saat itu.

Nyata sekali bahwa sejak zaman Gereja Awali bahasa roh telah dikenal dalam Gereja, dan bahkan menjadi suatu gejala yang umum pada waktu itu. Contoh lain lagi misalnya dapat kita baca pada Kis. 10:44-46, “Ketika Petrus sedang berkata demikian, turunlah Roh Kudus ke atas semua orang yang mendengarkan pemberitaan itu. Dan semua orang percaya dari golongan bersunat yang menyertai Petrus, tercengang-cengang, karena melihat, bahwa karunia Roh Kudus dicurahkan ke atas bangsa-bangsa lain juga, sebab mereka mendengar orang-orang itu berkata-kata dalam bahasa roh dan memuliakan Allah.” “Dan ketika Paulus menumpangkan tangan di atas mereka, turunlah Roh Kudus ke atas mereka, dan mulailah mereka berkata-kata dalam bahasa roh dan bernubuat.” (Kis. 19:6)

Jadi, bahasa roh sebetulnya bukanlah sesuatu yang baru, melainkan sudah ada sejak Gereja pertama kali berdiri. Memang dalam perkembangannya kemudian bahasa roh ini sempat menghilang dalam Gereja Katolik, yaitu sejak diberlakukannya penyeragaman dan penertiban liturgi dalam Gereja. Akibatnya, unsur-unsur spontanitas dan manifestasi-manifestasi yang merupakan dorongan Roh pun menghilang. Akan tetapi, syukurlah sejak Konsili Vatikan II, musim semi pun mulai tiba. Gereja mulai terbuka terhadap karya dan bimbingan Roh Kudus sehingga kini dalam Gereja Katolik pun mulai merebak manifestasi-manifestasi Roh Kudus, antaranya bahasa roh ini. Jadi tidak benar jika dikatakan kita meniru-niru Gereja lain dalam hal bahasa roh ini, tetapi kita hanyalah kembali ke semangat Gereja Awali, yaitu Gereja zaman para rasul yang merupakan “nenek moyang” Gereja Katolik. Yesus sendiri mengatakan, “Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka…” (Mrk. 16:17) 


2. Pengertian Bahasa Roh

Dari 1 Kor 12:10 tampaklah bagi kita bahwa bahasa roh tak lain merupakan salah satu karunia Roh Kudus. Sebetulnya apakah bahasa roh itu? Bahasa roh tak lain merupakan karunia doa, yang diberikan Roh Kudus kepada seseorang. Umumnya karunia ini diberikan pada tahap permulaan hidup rohani seseorang. Doa dalam bahasa roh ini merupakan sarana untuk bertumbuh dalam kehidupan ilahi, yaitu hidup dalam Roh. Doa dalam bahasa roh ini merupakan karunia adi kodrati (yang melampaui kodrat manusia) yang melampaui perasaan dan akal budi manusia. Jadi, hanya berdasarkan iman semata-mata. Doa dalam bahasa roh ini merupakan suatu bentuk doa yang lebih tinggi dari doa dengan bahasa manusia karena dengan perantaran iman langsung membawa kita kepada Tuhan, tanpa tergantung dengan bantuan gagasan/konsep/ide, yang semuanya terikat dengan akal budi kita yang terbatas.

Bahasa roh dalam bahasa Yunaninya disebut glosalia, yang artinya kurang lebih adalah bahasa yang tidak dapat dipahami. Namun, inilah justru kelebihannya. Suatu bahasa tanpa subjek, objek, dan predikat! Sama halnya misalnya kita melihat sesuatu yang begitu menakjubkan hingga sulit dilukiskan dengan kata-kata, barangkali yang keluar dari bibir kita hanyalah “Ah” atau “Wah” dan semacamnya, yang sebetulnya tidak ada artinya, tetapi sungguh mewakili isi hati kita yang terdalam. Lain halnya jika kita berdoa dengan bahasa manusia, kita berdoa dengan akal budi kita, sehingga kita belum memasuki hubungan yang mendalam dengan Tuhan, yang melampaui segala kata dan bahasa. Sebaliknya, bila seseorang berdoa dalam bahasa roh, ia bebas dari segala gagasan. Rohnya dapat langsung berhubungan dengan Roh Tuhan dalam iman, sehingga Roh Tuhan dapat bekerja dalam dirinya secara lebih mudah. Karena itu doa dalam bahasa roh ini merupakan semacam kontemplasi. Sebagaimana kontemplasi membawa kita langsung kepada Tuhan dalam iman yang murni, demikian pula halnya dengan bahasa roh. Dan seringkali pula, doa dalam bahasa roh ini bermuara pada kontemplasi.

Dalam kontemplasi manusia menjadi pasif, dan Roh Allah yang lebih aktif. Artinya, kontemplasi lebih merupakan karya Roh daripada karya manusia. Di sini, manusia membiarkan dirinya dibimbing dan dibentuk Roh dengan cara yang tidak dimengertinya. Lewat doa ini, sedikit demi sedikit kita dimurnikan dan dibangun menurut kehendak Allah.

Akan tetapi, walau dalam kontemplasi manusia pasif, namun sekaligus kontemplasi ini merupakan aktivitas manusia yang tertinggi, karena aktivitas ini timbul dari kedalam rohnya sendiri yang didorong oleh Roh Allah. Dalam bahasa roh sebetulnya aktivitas manusia hanya menggerakkan bibir saja serta mengarahkan perhatiannya kepada Allah dalam iman. 

Abbas Lazarus, seorang yang amat suci dari Gereja Yunani Orthodoks mengatakan, bahasa roh merupakan jalan pintas untuk mencapai kontemplasi. Hal ini juga diakui oleh banyak orang, bahkan di antaranya beberapa religius. Banyak yang bersaksi sebelumnya membutuhkan waktu berjam-jam untuk bisa merasakan kontak dengan Allah dan mencapai kontemplasi. Namun, setelah mengalami pencurahan Roh Kudus dan berdoa dengan bahasa roh, kontak ini terjadi seketika itu juga. Hal ini mudah dipahami karena dengan berdoa dalam bahasa roh, yang berdoa adalah roh kita sendiri sehingga lebih dekat dengan Allah yang bersemayam di lubuk hati kita, dibandingkan jika kita berbicara dan berpikir dengan perantaraan bahasa kita yang lamban.

Dahulu ada seorang pemuda korban narkotik datang ke Ngadireso. Setelah mengalami penyembuhan dan pencurahan Roh Kudus, hidup rohani pemuda ini berkembang pesat. Ia menjadikan Yesus sebagai pusat hidupnya, rajin berdoa setiap hari, dan begitu banyak perubahan baik yang terjadi dalam dirinya. Doanya dalam bahasa roh bermuara dalam kontemplasi, dan hidup rohaninya semakin berkembang dari hari ke hari. Dan kini ia bahkan menjadi salah seorang aktivis yang memerangi merebaknya narkotika di kalangan muda-mudi. Kita lihat di sini, betapa jika seseorang setia menyerahkan diri kepada Allah, membiarkan diri dicintai oleh Tuhan, maka Roh Kudus sendiri yang akan membentuk dan memurnikan jiwa seseorang. Di mata Tuhan kita bagaikan sebalok kayu yang akan dipahat-Nya menjadi patung yang indah. Hanya dengan duduk tenang dalam kontemplasi di hadirat-Nyalah, Roh Kudus dapat lebih leluasa berkarya menjadikan kita semakin indah. Jika kita tidak pernah masuk dalam doa, duduk tenang di hadirat-Nya, kapankah kita memberi kesempatan kepada Roh Kudus untuk berkarya di dalam jiwa kita?

Perlu dicatat, bahwa bahasa roh terkadang juga bisa diubah menjadi sebuah bahasa yang dikenal untuk membangkitkan iman seseorang. Sebagai contoh, dahulu sempat terjadi seorang suster berkata-kata dalam bahasa roh, yang bunyinya persis bahasa Cina. Padahal suster itu adalah orang Jawa asli yang tidak bisa bahasa Cina sama sekali. Sesudah persekutuan doa seorang ibu mendatangi suster tersebut sambil menangis. Ibu itu mengatakan ia mengerti apa yang dikatakan oleh suster tersebut ketika berkata-kata dalam bahasa roh yang ternyata memang benar bahasa Cina; dan isi kata-kata itu sungguh tepat untuk kondisi ibu itu.


3. Manfaat Bahasa Roh

Pertama-tama St. Paulus memandang karunia ini sebagai karunia doa pribadi. “Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, tidak berkata-kata kepada manusia, tetapi kepada Allah… oleh Roh ia mengucapkan hal-hal yang rahasia.” (1 Kor. 14:2) Selanjutnya dikatakan pula, “Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia membangun dirinya sendiri.” (1 Kor. 14:4) Dan pada ayat 14 dikatakan oleh St. Paulus, bahwa dengan bahasa roh kita dapat berdoa lebih baik daripada yang dapat kita lakukan dengan kesanggupan manusiawi, karena kita sudah tidak memakai akal budi lagi yang dapat menghambat doa kita dengan segala pikiran dan gagasan-gagasan.

 

     Secara ringkas berdoa dalam bahasa roh dapat diuraikan sbb:

 

4. Senandung dalam Roh

Bila orang mulai memuji Tuhan dalam bahasa roh, mereka merasakan bahwa lebih indah lagi bila pujian itu disenandungkan. Maka satu persatu mulai bernyanyi dalam bahasa roh. Roh Kudus sendirilah yang akan memimpin keserasian paduan senandung roh itu. 

Ketika kita senandung dalam bahasa roh, kita tidak menguasai melodinya, dan tidak tahu bagaimana nanti melodinya. Melodi itu timbul secara spontan tanpa dipikirkan lebih dahulu. 

5. Karunia Berkata-kata dalam Bahasa Roh

Karunia berkata-kata dalam bahasa roh tidak sama dengan berdoa dalam bahasa roh. Karunia doa dalam bahasa roh merupakan suatu kemampuan tetap yang diberikan pada seseorang sebagai manifestasi luar pencurahan Roh Kudus, yang memampukan orang untuk berdoa setiap waktu dalam suatu bahasa yang tidak dia kenali dan yang bukan merupakan hasil kemampuan akal budinya.

Karunia berkata-kata dalam bahasa roh merupakan suatu manifestasi sesaat dari Roh Kudus yang mendorong seseorang untuk memberikan sebuah pesan dalam bahasa roh dengan berbicara keras, biasanya pada sebuah persekutuan doa. Manifestasi ini seharusnya diikuti oleh karunia tafsiran.

Karunia doa dalam bahasa roh diberikan kepada hampir semua orang dan umumnya pada tahap awal hidup rohaninya, dan tujuannya untuk kepentingan pribadi. Sedangkan karunia berkata-kata dalam bahasa roh diberikan kepada orang-orang tertentu yang sudah matang rohaninya, dan tujuannya untuk kepentingan orang banyak. “Jika ada yang berkata-kata dengan bahasa roh, biarlah dua atau sebanyak-banyaknya tiga orang, seorang demi seorang, dan harus ada seorang lain untuk menafsirkannya.” (1 Kor. 14:27)

Suatu gejala yang mengesankan ialah, umumnya bila orang bersama-sama berdoa dalam bahasa roh atau senandung roh, mereka akan berhenti pada waktu yang hampir bersamaan. Hal ini adalah karena mereka digerakkan oleh roh yang sama, yaitu Roh Kudus sendiri.


6. Apa yang Terjadi Saat Berdoa dalam Bahasa Roh?

Berdoa dalam bahasa roh adalah sesuatu yang amat biasa, sama sekali tidak aneh-aneh seperti yang sering didengungkan orang yang tidak mengertinya. Bila kita berdoa dengan bahasa roh, kita tetap sadar seratus persen. Sekali kita menerima karunia ini, kita dapat menguasainya dengan sempurna, sehingga kita dapat berdoa dengan bahasa roh kapan saja, di mana saja, dan dapat berhenti kapan saja kita mau. Kita dapat mengucapkannya dengan suara lantang, tetapi juga bisa dengan suara pelan sehingga tak terdengar. 

Sebagaimana karunia nabi takluk kepada nabi-nabi, demikian pula karunia bahasa roh takluk kepada pemiliknya, sehingga orang bisa memakainya setiap saat dan berhenti setiap saat pula. Hanya saja, kita tidak tahu apa yang akan keluar bila kita kita berdoa dalam bahasa roh. Kata-katanya keluar sendiri secara spontan, tanpa dipikirkan lebih dahulu. Kadang-kadang kata-kata yang keluar itu hampir setiap kali sama, tetapi kadang berbeda sekali sehingga tidak dapat diramalkan lebih dahulu.

Kadang-kadang orang mengira bahwa berdoa dengan bahasa roh itu penuh emosi dan bahkan ada yang mengatakan bahwa itu gejala orang histeris. Jangan lupa bahwa para rasul semuanya berdoa dalam bahasa roh, dan mereka itu orang-orang yang sehat pikirannya. Nyatanya, orang yang berdoa dalam bahasa roh yang sejati justru orang yang stabil hidupnya.

Ada lagi yang menyangka orang yang berdoa dalam bahasa roh dalam keadaan trans alias tidak sadar. Ini sama sekali tidak benar. Orang yang berdoa dalam bahasa roh tetap sadar seutuhnya. Ia sadar apa yang dilakukannya, mendengar apa yang diucapkannya.

Jadi, apa sesungguhnya yang terjadi bila kita berdoa dalam bahasa roh? Biasanya kita hanya mengalami suatu rasa tenang, hening, dan damai saja; tanpa emosi, tanpa gambaran, tanpa gagasan atau ide-ide. Kita tidak memikirkan apa-apa, seluruh hati dan perhatian kita terpusat kepada Allah. Yang kita tahu kita sedang berdoa. Bahkan kadang-kadang kita hanya sadar bahwa Allah hadir, sehingga seluruh perhatian kita terserap oleh Allah yang hadir itu.

Oleh karena itu, berdoa dalam bahasa roh merupakan suatu ungkapan iman yang murni, justru karena tanpa emosi, tanpa gambaran, tanpa gagasan atau ide-ide, melainkan hanya dijiwai oleh iman.


7. Halangan-halangan Menerima Bahasa Roh

Untuk memperoleh karunia bahasa roh diperlukan kerja sama antara Roh Kudus dengan manusia. Roh Kudus tidak memaksa kita, tetapi menantikan penyerahan diri kita kepada-Nya. Karena itu sering ada halangan-halangan psikologis yang harus kita atasi, antara lain:

Untuk menyingkirkan halangan ini, kita dapat melakukan suatu faal iman, yaitu dengan menirukan orang lain. Misalnya kita bisa coba menirukan bahasa roh yang diucapkan frater/suster yang mendoakan kita. Memang awalnya kita hanya meniru, tetapi hasilnya nanti bisa lain sama sekali, sebab setiap orang mempunyai bahasa rohnya sendiri-sendiri. Ibaratnya bak berisi air yang tidak dapat mengalir karena tersumbat, akan langsung mengalir dengan derasnya begitu sumbat dibuka. Memang idealnya bahasa itu keluar dengan sendirinya, namun kadang-kadang terhalang oleh suatu rintangan dan karena itu harus disingkirkan dulu. Salah satu caranya yaitu faal iman tadi.

Terkadang ketika didoakan pencurahan, orang-orang tertentu merasakan tenggorokannya bergerak-gerak, atau lidahnya, tetapi tidak dapat berdoa dalam bahasa roh. Khususnya bagi mereka yang sudah mengalami gejala ini, penting sekali menjawab isyarat tersebut dengan suatu faal iman, yakni menirukan orang lain.

8. Penutup 

Secara teoritis semua orang dapat menerima karunia ini, tetapi kenyataannya cukup banyak pula yang tidak menerimanya walaupun ingin. Mengapa? Semua ini adalah misteri ilahi. Kita tidak dapat menyelami kehendak Allah yang membagi-bagikan karunia-Nya secara bebas kepada masing-masing menurut kehendak-Nya yang suci. Sebagaimana kesimpulan St. Paulus, tidak semua menerima karunia. (1 Kor. 12:30) Yang menerimanya hendaklah bersyukur dan mempergunakannya dengan baik. 

Perlu dicatat bahwa sebagaimana karismata lainnya, karunia bahasa roh bukanlah tanda kesucian atau keunggulan. Oleh sebab itu mereka yang menerimanya janganlah berbangga dan menganggap diri lebih dari yang lain. Sebaliknya ia harus semakin rendah hati, sebab bila itu sungguh karunia Roh dan ia memakainya dengan tepat, karunia tadi akan menjadikannya semakin rendah hati serta menghasilkan buah-buah yang lain. 

Di lain pihak, mereka yang tidak menerimanya tidaklah perlu kecewa karena Tuhan punya rencana yang indah bagi kita masing-masing. Kita senantiasa boleh mendambakannya, namun sekaligus sadar bahwa betapapun berharganya karunia ini, kehadiran Roh Kudus sendiri jauh lebih berharga dan penting.

 

Sr. Maria Skolastika P.Karm

salah satu penulis di situs carmelia.net