Print
Hits: 6807

User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Setelah 31 tahun dimulainya Pembaharuan Karismatik atau Pembaharuan Hidup dalam Roh dalam kehidupan Gereja Katolik (1967-2008), masih banyak dijumpai pandangan-pandangan yang keliru tentang apa dan bagaimana Pembaharuan Karismatik Katolik. Di antaranya adalah masih adanya suara-suara yang mengatakan bahwa Pembaharuan Karismatik Katolik lebih mengarah ke iman Kristen yang lain. Tandanya adalah bahwa Pembaharuan Karismatik Katolik tidak mau berdoa melalui Bunda Maria.

Pandangan ini sama sekali keliru. Seorang ahli Teologi yang khusus mendalami Mariologi, yaitu Stefani de Fiores, justru membuat satu tulisan khusus tentang bagaimana peranan Bunda Maria di dalam Pembaharuan Karismatik, dan tulisan ini dimasukkan dalam bukunya yang tebal tentang Mariologi:

“Dari antara semua gerakan dalam Gereja Katolik yang menemukan kembali peran Maria dalam hidup yang injili atau dalam perjalanan hidup kristiani adalah Pembaharuan Karismatik.”

I. PENGALAMAN TENTANG MARIA DALAM PEMBAHARUAN KARISMATIK

Sungguh sangat menarik untuk diperhatikan bahwa di antara berbagai hal biblis yang ditawarkan kembali oleh Spiritualitas Karismatik untuk dipraktikkan dalam kehidupan Kristen adalah hubungan atau relasi dengan Bunda Maria.

Suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah bahwa gerakan Karismatik memiliki pengalaman yang mendalam tentang Maria yang dipandang sebagai salah satu karunia yang paling berharga dari Roh Kudus. Dikatakan bahwa pandangan yang dimiliki oleh Pembaharuan Karismatik ini adalah penemuan kembali satu aspek dari Maria yang sudah berabad-abad dilupakan, yaitu Maria sebagai buah Pentakosta dan sebagai model kepenuhan dalam Roh Kudus.

Kesimpulan tentang Maria ini bisa diambil dengan merenungkan bagaimana kehadiran Maria dalam Pentakosta atau turunnya Roh Kudus atas para rasul. (bdk. Kis. 2:1-13) Apakah artinya bahwa Maria adalah buah Pentakosta dan model kepenuhan dalam Roh Kudus? Marilah kita melihat 3 hal yang akan membawa kita sampai pada pengertian tersebut.

1. Maria adalah tipe dari Gereja yang lahir dari Roh Kudus

Hal ini dapat kita simpulkan dengan membandingkan Injil Lukas tentang pewartaan kabar gembira (Luk. 1:26-37) dengan kisah Pentakosta para Rasul. (Kis. 2:1-13) Pewartaan kabar gembira ini dapat dikatakan sebagai Pentakosta untuk Bunda Maria. Ada persamaan di antara dua peristiwa Pentakosta ini, yaitu dalam struktur dan dinamikanya.

Persamaan yang pertama adalah kedatangan Roh Kudus baik dalam Pentakosta Maria maupun dalam Pentakosta para rasul. Kemudian setelah kedatangan Roh Kudus dan mereka dipenuhi oleh-Nya, baik Maria maupun para Rasul keluar dari rumah untuk melakukan misi. Misi yang dilakukan oleh para Rasul adalah mewartakan kabar tentang Yesus Kristus. (bdk. Kis. 2 dan seterusnya) Sedangkan misi yang dilakukan oleh Maria adalah mengunjungi Elisabeth, saudaranya, yang saat itu juga sedang mengandung. Apakah ini hanya sekedar kunjungan biasa? Tentu saja kunjungan ini bukanlah hanya sekedar kunjungan biasa.

Di dalam Injil Lukas bab 1 ayat 39 dikatakan bahwa beberapa waktu kemudian Maria berangkat dan langsung berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda. Karena Maria mengunjungi Elisabeth maka terjadilah satu peristiwa yang memberikan kesaksian kepada kita bahwa memang bayi yang dikandung oleh Maria adalah dari Roh Kudus, Putera Allah sendiri. Dari mana kita mengetahui hal ini? Yaitu dari ucapan spontan Elisabeth begitu Maria memasuki rumahnya, “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan berbahagialah ia, yang telah percaya sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana.” (Luk. 1:42-45)

Ucapan spontan Elisabeth dikatakan sebelum Maria sempat menjelaskan apa yang sudah terjadi atau apa yang sudah dialaminya sebelum dia datang ke rumah Elisabeth, yaitu bahwa dia sedang mengandung. Jelas sebagai manusia biasa, Elisabeth tidak akan menduga bahwa Maria sedang mengandung karena saat itu Maria belum menikah dengan Yusuf. Dan sungguh mengherankan menurut pikiran logis, bagaimana mungkin sebutan “ibu Tuhanku” bisa ditujukan kepada Maria oleh Elisabeth? Sebenarnya sebutan yang menurut pemikiran lebih masuk akal untuk diucapkan Elisabeth adalah “ibu Mesias”. Kemudian keanehan yang lainnya lagi adalah adanya kenyataan bahwa bayi dalam rahim Elisabeth melonjak kegirangan menyambut salam dan kedatangan Maria dan bayi yang dikandungnya. Apakah maksud dari semua keanehan itu? Tidak lain adalah untuk memberikan kesaksian bahwa memang bayi yang dikandung oleh Maria adalah Anak Allah sendiri, yaitu Yesus Kristus. Inilah warta gembira yang disampaikan kepada kita bahwa Anak Allah sendirilah yang datang untuk kita.

Hal ketiga yang mewarnai dinamika Pentekosta Maria dan para Rasul adalah adanya luapan kegembiraan. Hal ini dapat kita lihat dalam sikap para Rasul, yang karena gembira dan begitu penuh dengan Roh Kudus, semua ketakutan yang mencekam mereka selama ini menjadi hilang. Mereka dipenuhi luapan kegembiraan dan memuji Tuhan dengan bahasa-bahasa lain yang diberikan oleh Roh Kudus. Sedangkan dalam Pentakosta Maria, luapan kegembiraan ditunjukkan baik oleh sikap Maria maupun sikap Elisabeth yang langsung memuji Tuhan.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Maria adalah model bagi Gereja di dalam hubungannya secara baru dengan Roh Kudus dalam usaha untuk sungguh menjadi seperti Kristus, bersatu dengan Dia.



2. Maria adalah teladan atau model utama bagi orang yang sudah mengalami hidup baru atau Pencurahan Roh Kudus

Berdasarkan pengertian teologis dari Kisah Para Rasul, Pentakosta adalah peristiwa pembaptisan dalam Roh Kudus (Kis. 1:5 dan 16; 10:16), yang kemudian di dalam Pembaharuan Karismatik disebut sebagai Pencurahan Roh. Perubahan sebutan ini sebenarnya adalah untuk menghindari kerancuan dengan realitas Sakramen Baptis, karena memang pembaptisan dalam Roh Kudus bukanlah Sakramen.

Dari kisah pewartaan Kabar Gembira oleh Malaikat Gabriel kepada Maria, kita bisa melihat bahwa Maria adalah manusia pertama yang menerima karya Roh Kudus di dalam dirinya. (Luk. 1:35) Oleh karena fakta itulah, maka Maria disebut sebagai model utama bagi mereka yang menerima Pencurahan Roh.

3. Maria adalah teladan atau model utama dari hidup karismatik atau hidup dalam Roh

Karunia berbahasa roh merupakan salah satu karunia yang mewarnai peristiwa Pentakosta: “Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya.” (bdk. Kis. 2:4) Maria adalah satu-satunya nama yang disebut-sebut ada bersama para Rasul pada waktu mereka berkumpul di rumah ketika peristiwa Pentakosta itu terjadi. Sedangkan orang lain yang bukan Rasul, tidak disebut namanya secara khusus, tetapi hanya disebut “beberapa perempuan” dan “saudara-saudara Yesus.” (bdk. Kis. 1:14) Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa Maria tidak ikut berbahasa roh, karena memang dalam Kis. 2:4 dikatakan bahwa manifestasi pertama karunia berbahasa roh ini terjadi secara kolektif atau bersama. Tidak ada tulisan dalam semua ayat yang mengatakan bahwa hanya Bunda Maria yang tidak berbahasa roh, juga tidak pernah tertulis secara khusus bahwa Bunda Maria juga berbahasa roh. Tentunya tulisan semacam itu tidak perlu karena dari Kis. 2:4 itu sudah jelas terlihat bahwa memang karunia Roh Kudus itu untuk semuanya.

Terlebih lagi, karena Pentakosta yang dialami secara khusus oleh Bunda Maria sewaktu dia menerima kabar gembira dari Malaikat Gabriel, maka Maria disebut tipe pre-Pentakosta dalam karunia nubuat. Hal ini dapat dilihat melalui Fiat-nya, yaitu dalam Magnificat (Luk. 1:46-56), yang diucapkannya setelah Roh Kudus tercurah atas dirinya. (Luk. 1:35) Dan karena adanya karunia nubuat inilah maka Maria diberi gelar nabiah dalam Tradisi Yunani dan Latin.

Penemuan kembali pengalaman Maria dalam konteks pengalaman Karismatik adalah suatu hal yang penting. Karena penemuan ini, Pembaharuan Karismatik bersikap secara positif di hadapan Maria sampai akhirnya berhasil menemukan kembali figur Maria yang Karismatik. Dari sini bisa dilihat bagaimana peran penting Maria dalam pendasaran Kristianitas dan dalam persekutuan para kudus.

Berdasarkan semua penjelasan di atas, dengan memakai istilah Karismatik zaman sekarang, kita dapat mengatakan bahwa memang Maria adalah orang Karismatik pertama. Artinya orang pertama yang sungguh mengalami kepenuhan dalam Roh Kudus. Oleh karena itu, sungguh tepatlah dan memang sudah seharusnya kalau dia dijadikan model atau teladan bagi orang-orang Karismatik.

Salah satu teladan utama yang bisa diambil dari seorang Maria yang Karismatik adalah sikap doa yang dipenuhi oleh Roh Kudus dan ungkapan iman pada Kristus. Teladan sikap doa ini dapat disimpulkan dari sikap Maria sewaktu mendoakan pujian dalam Magnificat. Dalam sikap doa ini terlihat adanya unsur: kesediaan dan keterbukaan yang tulus dan sepenuhnya, luapan kegembiraan, ungkapan kepercayaan akan kebaikan dan kuasa Tuhan.

Unsur kesediaan dan keterbukaan secara tulus dan penuh bisa dilihat dari kesediaan Maria untuk menerima rencana dan kehendak Allah, yaitu dengan menjadi Bunda Yesus, sekalipun dia harus menanggung konsekuensi yang berasal dari dunia manusia, yaitu dari kultur dan budaya Yahudi waktu itu yang tidak bisa menerima kenyataan akan kehamilan di luar nikah dan juga pemikiran tentang kehamilan dari Roh Kudus atau kodrat Allah dari seorang manusia.

Sedangkan unsur ‘luapan kegembiraan’ terlihat dengan jelas dalam kidung Magnificat yang diucapkannya dalam Luk. 1:46-56, khususnya dalam ayat 46-48, “Lalu kata Maria: “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia,...””

Kemudian ungkapan kepercayaan akan kebaikan dan kuasa Tuhan dapat kita lihat dalam kisah Perjamuan Kawin di Kana. (Yoh.2:1-11) Dalam perikop ini, ada beberapa hal yang sangat menarik untuk disimak. Sewaktu Maria tahu bahwa pemilik rumah kekurangan anggur untuk pesta yang merupakan peristiwa sangat memalukan menurut budaya Yahudi saat itu, dia (Maria) datang kepada Yesus. Kata-kata yang diucapkan Maria kepada Yesus bukanlah kata-kata perintah supaya Yesus membuat mujizat, menolong sang pemilik rumah untuk mengatasi peristiwa memalukan itu. Maria hanya berkata kepada Yesus, memberitahu bahwa mereka kehabisan anggur. (bdk. Yoh. 2:3) Hal ini sebenarnya menunjukkan bahwa sebenarnya Maria tahu kalau saat Yesus untuk mulai berkarya itu belum tiba. Apalagi kemudian Yesus sendiri berkata kepadanya,”Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saatku belum tiba.” (bdk.Yoh. 2:4) Akan tetapi, walaupun Maria tahu bahwa saat Yesus belum tiba, dia percaya akan kebaikan dan kuasa Tuhan sehingga Maria percaya bahwa Yesus tidak akan membiarkan begitu saja hal itu terjadi. Oleh karena itu, dalam ayat 5, Maria berkata kepada para pelayan pemilik rumah yang sedang berpesta, “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!” Dan memang terjadi akhirnya Yesus mengadakan tanda-Nya yang pertama, yaitu dengan mengubah air menjadi anggur. Dari Maria, tiap orang Karismatik bisa belajar untuk lebih mencintai Tuhan, mendekatkan diri kepada-Nya dan memperhatikan orang lain serta untuk mencintai Gereja.