Print
Hits: 7227

User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Liturgi hari ini mengajak kita untuk memfokuskan pandangan kita kepada Kristus, Raja Semesta Alam. Doa prefasi yang begitu indah mengingatkan kita bahwa kerajaan-Nya adalah “kerajaan kebenaran dan kehidupan, kerajaan kekudusan dan berkat, kerajaan keadilan, cinta, dan perdamaian”. Bacaan yang telah kita dengarkan menunjukkan kepada kita bagaimana Yesus mendirikan kerajaan-Nya; bagaimana Ia membawanya ke dalam sejarah; dan apa yang sekarang Ia minta pada kita.

Pertama, bagaimana Yesus membawa kerajaan-Nya: Yesus melakukannya melalui kedekatan dan kelembutan terhadap kita. Dia adalah Gembala, seperti yang dikatakan oleh Nabi Yehezkiel pada bacaan pertama (lih. Yeh 34:11-12,15-17). Ayat-ayat ini terjalin dengan kata-kata kerja yang menunjukkan kepedulian dan cinta yang dimiliki Gembala untuk umat-Nya: mencari, merawat, mengumpulkan yang tercerai-berai, memimpin ke padang rumput, membawa mereka beristirahat, mencari domba yang hilang, membawa yang tersesat untuk kembali, membalut yang terluka, menyembuhkan yang sakit, mengurus, menggembalakan. Semua ini digenapi dalam diri Yesus Kristus: Dia benar-benar “Gembala Agung dari domba dan pelindung jiwa kita” (bdk. Ibr 13:20; 1Ptr 2:25).

Kita yang dipanggil untuk menjadi gembala di Gereja tidak dapat menyimpang dari teladan ini jika kita tidak ingin menjadi orang-orang sewaan. Dalam hal ini, umat Allah memiliki memiliki rasa yang tak pernah salah dalam mengenali gembala yang baik dan membedakannya dari orang-orang sewaan.

Setelah kemenangan-Nya, yaitu setelah kebangkitan-Nya, bagaimana Yesus melanjutkan kerajaan-Nya? Rasul Paulus dalam Suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus mengatakan: “Karena Ia harus memegang pemerintahan sebagai Raja sampai Allah meletakkan semua musuh-Nya di bawah kaki-Nya” (1Kor 15:25). Bapa, sedikit demi sedikit, melimpahkan semuanya kepada Putra dan, pada saat yang sama, Putra melimpahkan semuanya kepada Bapa. Yesus bukanlah Raja menurut cara dunia: bagi-Nya, memerintah bukanlah menuntut, tetapi menaati Bapa, menyerahkan diri-Nya kepada Bapa sehingga rencana kasih dan penyelamatan-Nya dapat digenapi. Dengan cara ini, ada timbal balik penuh antara Bapa dan Putra. Masa pemerintahan Kristus adalah periode panjang dalam menundukkan segala sesuatu kepada Putra dan menyerahkan segala sesuatunya kepada Bapa. “Musuh yang terakhir, yang dibinasakan ialah maut” (1Kor 15:26). Dan pada akhirnya, ketika semuanya berada di bawah kekuasaan Yesus, dan segala sesuatu—termasuk diri-Nya sendiri—akan ditundukkan kepada Bapa. Allah akan menjadi semua di dalam semua (lih. 1Kor 15:28).

Injil mengajarkan apa yang kerajaan Yesus minta kepada kita: itu mengingatkan kita bahwa kedekatan dan kelembutan adalah aturan hidup bagi kita juga. Dan, atas dasar inilah kita akan dihakimi. Ini adalah perumpamaan besar mengenai penghakiman terakhir dalam Matius 25. Raja mengatakan: “Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku” (Mat 25:34-36). Orang benar bertanya kepada-Nya: kapan kami melakukan semua ini? Dan, Raja menjawab mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40).

Titik awal keselamatan bukanlah pengakuan akan kekuasaan Kristus, melainkan meneladani karya belas kasih Yesus di mana Ia membawa kerajaan-Nya. Mereka yang menyelesaikan karya-karya ini menunjukkan bahwa mereka telah menerima kekuasaan Kristus karena mereka telah membuka hatinya untuk kasih Allah. Pada senja hidup kita, kita akan diadili berdasarkan kasih kita, kedekatan dan kelembutan kita terhadap saudara-saudara kita. Hal inilah yang akan menentukan masuknya kita, atau keluarnya kita dari kerajaan Allah: kita termasuk sisi yang satu atau yang lainnya. Melalui kemenangan-Nya, Yesus telah membuka kerajaan-Nya bagi kita. Akan tetapi, itu tergantung kita mau masuk ke dalamnya, dimulai dari kehidupan kita sekarang, dengan mendekati saudara-saudara kita dalam cara-cara konkret yang meminta makanan, pakaian, penerimaan, solidaritas. Jika kita benar-benar mengasihi mereka, maka kita akan bersedia untuk berbagi dengan mereka apa yang paling berharga dari diri kita, Yesus sendiri dan injil-Nya.

Hari ini Gereja menunjukkan kepada kita teladan dari orang-orang kudus baru ini. Mereka memiliki cara tersendiri dalam melayani kerajaan Allah di mana mereka menjadi ahli waris. Tepatnya melalui karya-karya pengabdian yang tulus ikhlas kepada Allah dan saudara-saudari mereka. Mereka menanggapi perintah mengasihi Allah dan sesama dengan kreativitas yang luar biasa. Mereka membaktikan diri tanpa menahan diri, melayani yang dipinggirkan dan membantu fakir miskin, sakit, orang tua, dan para peziarah. Pilihan mereka bagi yang terkecil dan termiskin adalah refleksi dan ukuran kasih mereka yang tanpa syarat kepada Allah. Bahkan, mereka mencari dan menemukan kasih dalam hubungan yang kuat dan pribadi dengan Allah dari mana asal sumber mata air kasih sejati bagi sesama. Oleh karena itu, mereka mendengar undangan lembut saat penghakiman: “Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan” (Mat 25:34).

Melalui kanonisasi ini, sekali lagi kita telah mengakui misteri kerajaan Allah dan kita telah menghormati Kristus Raja, Gembala yang penuh kasih bagi domba-domba-Nya. Semoga orang-orang kudus baru kita ini, melalui kesaksian dan doa mereka, meningkatkan dalam diri kita sukacita dalam berjalan di jalan injil dan tekad kita untuk menjadikan injil sebagai kompas kehidupan kita. Mari kita mengikuti jejak mereka, meneladan iman dan kasih mereka sehingga harapan kita juga diwarnai oleh keabadian. Semoga kita tidak membiarkan diri diganggu oleh kepentingan duniawi dan fana. Dan, semoga Maria, bunda dan ratu semua orang kudus, membimbing kita dalam perjalanan ke kerajaan surga. Amin.

 

(Dari Radio Vatikan)